TKI di Malaysia Alami 20 Tahun Kerja Paksa Tanpa Gaji dan Penyiksaan, Majikan Akhirnya Ditangkap

Kepolisian Malaysia berhasil menahan sepasang suami istri, Azhar Mat Taib (59) dan Zuzian Mahmud (59), atas tuduhan perdagangan manusia terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) berinisial Seni (47). Keduanya didakwa melakukan eksploitasi, kerja paksa, serta menyebabkan cedera serius terhadap korban. Pasangan tersebut dijerat dengan Pasal 13(a) Undang-Undang Anti-Perdagangan Orang dan Anti-Penyelundupan Migran Tahun 2007 yang dibacakan bersama Pasal 34 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun hingga seumur hidup, termasuk kemungkinan hukuman cambuk jika terbukti bersalah.

Perbuatan diduga terjadi di sebuah rumah di Seri Kembangan pada 19 Oktober lalu. Dalam proses persidangan, Wakil Jaksa Penuntut Umum merekomendasikan agar keduanya tidak diberi penangguhan penahanan. Sebagai alternatif, jaksa mengusulkan jaminan sebesar RM 20.000 per orang dengan satu penjamin, serta syarat tambahan seperti penyerahan paspor dan larangan mendekati saksi. Namun, kuasa hukum terdakwa mengajukan permohonan jaminan dengan alasan Azhar memiliki riwayat penyakit jantung dan menjadi pencari nafkah bagi tiga anak serta istrinya. Pengacara juga menegaskan kliennya tidak berpotensi kabur, kooperatif dengan penyidik, dan tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya. Hakim akhirnya menetapkan jaminan RM 20.000 per orang dengan seluruh syarat tambahan dari jaksa.

Dugaan kekerasan fisik terhadap Seni dilaporkan oleh putra kandung pasangan tersebut. Ia mengungkapkan ibu tirinya, Zuzian, diduga menyiramkan air panas ke mulut korban setelah Seni menggunakan kecap tanpa izin. Sebelum kejadian itu, korban juga mengalami berbagai bentuk kekerasan, termasuk pencetakan dada yang menyebabkan luka, penyiraman air panas ke kaki, hingga patah gigi akibat ditendang oleh tersangka.

Pemerintah Indonesia melalui Menteri P2MI Mukhtarudin menyatakan kasus ini mendapat perhatian serius. Ditegaskan bahwa negara akan menjamin perlindungan dan pemulihan hak setiap pekerja migran. Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui KP2MI dan KBRI Kuala Lumpur telah mengirimkan nota diplomatik kepada otoritas Malaysia agar kasus ditangani secara tuntas. Bantuan hukum disediakan kepada korban melalui pengacara yang ditunjuk Bar Council Malaysia. Data menunjukkan Seni bekerja lebih dari 20 tahun sebagai pembantu rumah tangga dengan jam kerja berlebihan, tanpa upah dan istirahat yang layak.

Studi kasus serupa dari data International Labour Organization (ILO) 2024 mencatat lebih dari 1,2 juta kasus kerja paksa terjadi di Asia Tenggara, dengan sektor rumah tangga menjadi salah satu yang paling rentan. Sebuah riset Universitas Malaya (2023) juga mengungkap 68% majikan di Malaysia pernah melakukan pelanggaran hak asasi terhadap pekerja migran, meski hanya 12% yang dilaporkan ke pihak berwajib. Infografis dari ASEAN Commission on Women and Children (2024) menunjukkan TKI menjadi kelompok paling rentan terhadap eksploitasi lintas batas, terutama perempuan berusia 30-50 tahun yang bekerja di sektor informal.

Kasus ini menjadi cermin betapa pentingnya perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja migran. Dibalik setiap rumah tangga yang tampak tenang, bisa jadi ada manusia yang menderita dalam diam. Kesadaran kolektif, sistem pelaporan yang aman, dan penegakan hukum yang tegas harus terus diperkuat. Jangan diam jika melihat ketidakadilan—setiap suara yang berani bersuara bisa menjadi awal dari keadilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page