Kondisi kebencanaan di Kota Tasikmalaya tampak semakin kritis sepanjang bulan November 2025. Sementara laporan kerusakan terus naik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kota tersebut mengungkapkan bahwa sisa dana Belanja Tidak Terduga (BTT) hanya tinggal sekitar Rp50 juta.
Situasi ini dianggap kurang memadai dalam menghadapi kebutuhan penanganan bencana yang masih berlangsung, terutama saat kota memasuki fase pemulihan. Hal ini dikarenakan upaya penanggulangan bencana sangat bergantung pada dukungan keuangan.
Kepala BPBD Kota Tasikmalaya, H. Ucu Anwar Surahman, menjelaskan bahwa banjir dan kerusakan lingkungan saat ini akibat alih fungsi ruang yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ia mencatat bahwa beberapa sungai di Kota Tasikmalaya telah kehilangan bentuk aslinya, termasuk kawasan sempadan yang seharusnya berperan sebagai ruang pengaman.
“Kondisi sungai kini tidak lagi utuh. Sempadannya telah lenyap. Tidak hanya sempadan, bahkan badan sungai kini beralih fungsi menjadi tempat usaha dan rumah,” tulisnya dalam keterangan setelah Rakor Penanganan Darurat Bencana Hidrometeorologi, Selasa (18/11).
Ucu tegas, untuk memulihkan fungsi sungai, pemerintah kota harus melakukan langkah tegas dalam penertiban dan normalisasi. Tanpa upaya tersebut, sungai yang sudah tertutup akan merusak tata lingkungan kota.
“Kalau sungai tertutup, upaya pengembalian fungsi harus dilakukan dengan kuat. Tanpa tindakan tersebut, Kota Tasikmalaya akan kehilangan peradaban yang sehat,” katanya.
Selain itu, kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di sungai. Lahan yang seharusnya menjadi area resapan, seperti sawah dan kolam, kini berubah menjadi bangunan dan infrastruktur. Ini menyebabkan air hujan tidak lagi meresap ke tanah, melainkan langsung mengalir ke permukaan, memicu risiko banjir.
Ucu mendorong masyarakat untuk turut berperan dengan membuat ruang resapan air di lingkungan masing-masing. Solusi sederhana seperti biopori atau penggalian kembali gang-gang yang diaspal dapat menjadi alternatif.
Melalui riset terkini, diperkuat bahwa alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab utama banjir di kota-kota besar. Studi kasus di Jakarta menunjukkan bahwa 40% banjir terjadi akibat penutupan lahan resapan. Penggunaan biopori di beberapa wilayah telah membuktikan penurunan tingkat genangan hingga 30%.
Masyarakat di Kota Tasikmalaya bisa belajar dari ini. Langkah-langkah sederhana di tingkat individu dan komunitas dapat membuat perbedaan. Memulihkan fungsi sungai dan menciptakan ruang resapan tidak hanya untuk pengelolaan air, tetapi juga untuk kelestarian kota yang lebih baik.
Kota yang tangguh dalam menghadapi bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kesadaran kolektif warga. Mari jadikan ini pelajaran untuk membangun Tasikmalaya yang lebih resilien.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.