Penangkaran Densus 88: Cara Orang Tua Mencegah Anak Jatuh ke Jaringan Ideologi Radikal

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Densus 88 Antiteror Polri mengingatkan warga untuk selalu memantau kegiatan anak melalui dunia maya secara teratur. Ini bertujuan mencegah mereka menjadi sasaran ideologi radikal atau jaringan terorisme.

Menurut Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, orang tua perlu memeriksa secara teratur ponsel anak mereka sebagai bentuk pengawasan. Pernyataannya disampaikan dalam sesi pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

Mayndra menjelaskan bahwa pelaku teror sering memanfaatkan media sosial dan game online untuk menarik perhatian anak. Selain itu, mereka juga menggunakan agama sebagai alasan untuk menyebarkan ajaran radikal.

“Beberapa kelompok teror menggunakan konsep agama atau ideologi kanan untuk merekrut anak. Misalnya, dengan menanyakan, ‘Apa yang lebih baik, Pancasila atau kitab suci?’. Hal ini sering menjadi jebakan awal,” kata Mayndra.

Mayndra juga menegaskan bahwa Pancasila dan kitab suci tidak dapat dibandingkan secara langsung karena keduanya memiliki konteks yang berbeda. “Anak pasti akan membandingkan dan memilih kitab suci lebih baik dari Pancasila,” tambahnya.

Selanjutnya, mereka mungkin akan ditanya, “Apa yang lebih baik, negara Indonesia atau negara berlandaskan agama?” Hal ini juga memanfaatkan kebingungan anak untuk merekrut mereka.

Oleh karena itu, Mayndra mendorong orang tua untuk memeriksa ponsel anak mereka untuk mencegah mereka menjadi sasaran rekrutmen terorisme.

Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyarankan orang tua untuk lebih menguasai penggunaan media. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Ratna Susianawati, banyak orang tua baru menyadari anaknya terkena radikalisasi setelah kasus terungkap.

“Orang tua harus memahami teknologi dan informasi saat ini. Keterlambatan dalam memahami situasi sering terjadi setelah masalah sudah terjadi,” katanya.

Ratna menambahkan bahwa perubahan perilaku anak seringkali terlambat terdeteksi oleh orang tua. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya sensitivitas orang tua dalam memantau perkembangan anak.

“Sensitivitas orang tua sangat penting. Keluarga juga memiliki peran besar dalam mendeteksi perubahan perilaku anak,” ucapnya.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan orang tua untuk tidak melepas pandang terhadap aktivitas anak, baik di dunia nyata maupun maya. Ketua KPAI, Margaret Aliyatul, menegaskan bahwa komunikasi antar keluarga harus terjaga.

“Orang tua harus memiliki komunikasi yang baik dengan anak dan memantau siapa teman mereka di media sosial,” imbau Margaret.

Margaret juga mengusulkan bahwa orang tua harus mengetahui grup mana yang diikuti anak. Menurutnya, kesepakatan bersama dengan anak tentang pemeriksaan perangkat juga perlu diaplikasikan.

“Periksa grup mana yang diikuti anak. Pastikan ada kesepakatan bersama anak bahwa orang tua boleh memeriksa ponsel atau media sosial anak secara acak,” katanya.

Para ahli sepakat bahwa pengawasan dan komunikasi yang kuat antara orang tua dan anak merupakan kunci utama dalam mencegah anak dari penyebaran ideologi radikal. Dengan memantau aktif dan terbuka, orang tua dapat melindungi anak dari ancaman potensial yang ada di dunia maya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan