Dukungan Bank Indonesia Mendorong Kain Ulos dan Kopi Lintong ke Pasar Global

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pertumbuhan ekonomi kreatif dalam satu dekade terakhir menunjukkan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sektor ini telah berkontribusi lebih dari dua kali lipat pada produk domestik bruto (PDB) nasional, mencapai nilai lebih dari Rp 1.500 triliun. Jumlah pekerjaan di bidang ini juga mengalami peningkatan yang pesat, dari 14 juta orang pada 2013 menjadi 26,5 juta orang pada akhir 2024. Selain itu, nilai ekspor produk kreatif naik hingga 67%, dari US$ 15 miliar menjadi lebih dari US$ 25 miliar dalam waktu yang sama.

Salah satu produk unggulan dari ekonomi kreatif yang sukses merambah pasar global adalah kain ulos, kain tradisional suku Batak yang memiliki arti dan fungsi penting dalam berbagai upacara adat. Motif, proses produksinya, dan nilai budayanya menjadi daya tarik bagi konsumen internasional. Untuk mendukung perkembangan UMKM di sektor ini, Bank Indonesia telah berperan aktif. Misalnya, dalam membantu perajin kain ulos di Sumatera Utara agar usahanya dapat berkembang. Bank Indonesia memperluas dukungan terhadap UMKM sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi-keuangan yang inklusif dan ramah lingkungan.

Contoh yang terlihat adalah produsen kain ulos Dame Ulos di Tarutung, Tapanuli Utara. Usaha ini dimulai pada 2014 dengan 10 penenun dan modal awal Rp 5 juta. Sejak saat itu, Dame Ulos telah meraih penghasilan tahunan mencapai Rp 19 miliar. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, Riza Putera, menjelaskan bahwa potensi ekonomi di wilayah tersebut masih sangat luas, terutama dalam UMKM. Hanya 16% dari perekonomian Sumatera Utara berasal dari 16 kabupaten dan kota di bawah yurisdiksinya.

Bank Indonesia tidak hanya membina UMKM Dame Ulos, tetapi juga berbagai UMKM lainnya. Dukungan yang diberikan meliputi peningkatan kualitas produk, pemasaran digital, dan digitalisasi pembayaran melalui QRIS. Riza Putera menyebutkan, lebih dari 50 UMKM telah dibina oleh kantor perwakilan tersebut. Selain itu, Bank Indonesia juga membantu dalam pengembangan pariwisata dan komoditas unggulan daerah.

Renny Katrina Manurung, pendiri Dame Ulos, awalnya prihatin dengan keadaan para penenun yang dianggap tidak layak. Ia mengungkapkan bahwa tarif kesejahteraan mereka masih rendah dan motif ulos tradisional mulai punah. Setelah lulus kuliah jurusan akuntansi, ia memutuskan untuk mengelola usaha kain ulos. Bersama 200 penenun, ia bekerja untuk memulihkan motif-motif lama yang hampir hilang. Selain itu, ia juga mempromosikan cara tenun dan pewarnaan tradisional, yang menggunakan bahan alami seperti kulit kayu, kunyit, dan tanaman lainnya.

Dame Ulos telah mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan galeri kain dan platform digital. Penjualan telah mencapai 1.400 kain per bulan, dengan ekspor meliputi Singapura, Malaysia, Australia, Dubai, hingga Amerika Serikat. Renny juga menjelaskan bahwa revitalisasi motif-motif lama menjadi salah satu kunci keunggulan Dame Ulos.

Selain Dame Ulos, Bank Indonesia juga mendukung pengembangan pariwisata di kampung wisata Huta Raja di Desa Lumban Suhi Suhi Toruan, Kabupaten Samosir. Di sini, terdapat belasan rumah adat yang menjadi daya tarik wisatawan. Para penenun ulos di kawasan ini telah bekerja sejak zaman nenek moyang mereka. Presiden Joko Widodo pernah meresmikan kawasan ini sebagai kawasan pariwisata nasional strategis, menarik wisatawan dari berbagai negara.

Kepala Desa Lumban Suhi Suhi Toruan, Raja Sondang Simarmata, menjelaskan bahwa dukungan dari Bank Indonesia telah memberikan dampak besar pada perkembangan pariwisata di Huta Raja. Selain galeri dan peralatan kafe, Bank Indonesia juga melakukan pendampingan pengembangan usaha tenun ulos. Omzet dari penjualan kain ulos di galeri mencapai Rp 300 juta per tiga bulan, dengan harga kain berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 5 juta.

Kopi Arabika Sumatera Lintong di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, juga mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia. Sejak lima tahun lalu, Bank Indonesia membantu produksi kopi dari hulu hingga hilir, termasuk pembibitan, pengadaan peralatan, dan penyediaan pupuk organik. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, Riza Putera, menjelaskan bahwa pengembangan kopi harus dimulai dari sisi hulu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas.

Koperasi Kopi Lintong Humbang Hasundutan, dipimpin oleh Manat Samosir, menaungi 900 petani kopi di 35 kelompok tani. Produksi green bean mencapai 2,5 ton per hektar per tahun, dengan luas lahan kopi mencapai 12.895 hektare. Kopi Lintong Humbang Hasundutan telah terdaftar di Kemenkum dan Indikasi Geografisnya sudah diterbitkan sejak 2018. Mayoritas produksi kopi ini diekspor ke negara seperti Amerika, Jepang, Taiwan, dan China.

Selain kopi, Humbang Hasundutan juga memiliki potensi dari produksi kemenyan. Bahan ini berasal dari getah tanaman styrax benzoin dan digunakan dalam berbagai industri, seperti minyak wangi, makanan, dan farmasi. Koperasi Timbo Banzoin Toba, yang terdiri dari Jerry Lumbangaol, Marlundu Lumbangaol, dan Jeffry Lumbangaol, mengepul kemenyan dari petani dan mengolahnya menjadi minyak kemenyan. Harga kemenyan di tingkat petani adalah Rp 200.000 per kilogram, sedangkan minyak kemenyan mencapai Rp 3 juta per liter.

Koperasi Timbo Banzoin Toba saat ini menaungi 40 petani dengan daya serap hasil petani sebesar 40 kilogram. Mereka sedang merintis proses penyulingan kemenyan menjadi minyak, dengan hasil 5 hingga 10 liter minyak dari 40 kilogram kemenyan. Proses produksi kemenyan dari pohon memakan waktu hingga tiga bulan, sedangkan penyulingan memerlukan alat khusus yang mahal, seharga Rp 100 juta. Alat ini dibeli oleh Pemkab Humbang Hasundutan dengan kerja sama dari BRIN. Koperasi juga mendapatkan dukungan dari Kemenkop.

Selain mengembangkan UMKM dan pariwisata, Bank Indonesia juga mendukung produksi komoditas unggulan daerah seperti kopi Arabika Sumatera Lintong dan kemenyan di Humbang Hasundutan. Inisiatif ini telah meningkatkan pendapatan petani dan memperluas pasar ekspor. Dengan dukungan yang tersedia, UMKM dan komunitas lokal dapat berinovasi dan meningkatkan daya saing produk mereka. Ini tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga mempertahankan budaya dan tradisi lokal. Para pelaku usaha dan petani telah menunjukkan kemampuan mereka dalam mengembangkan bisnis dan memanfaatkan potensi alam sekitar. Dengan semangat dan dukungan yang terus diberikan, sektor ekonomi kreatif dan komoditas unggulan akan terus berkembang dan berkontribusi pada perekonomian nasional.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan