Pengaruh Kehilangan Ayah Terhadap Kesehatan Mental Anak Menurut Kementerian Kesehatan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pada Hari Ayah Nasional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengungkapkan kenaikan jumlah anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah, fenomena yang dikenal sebagai fatherless. Hal ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik, tetapi juga dapat menimbulkan masalah serius pada kesehatan mental dan perkembangan sosial.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, dr Imran Pambudi, MPHM, menegaskan bahwa kehadiran ayah bukan hanya sekedar fisik, melainkan juga dalam hal emosional. Ia mendorong agar komunikasi antara ayah dan anak dijalankan secara rutin, meskipun hanya dalam bentuk sederhana.

“Kehadiran ayah harus kontinuer. Idealnya setiap hari ada interaksi dengan anak, walaupun dalam bentuk yang sederhana. Jangan menunggu akhir pekan saja, karena anak juga memiliki kegiatan sendiri,” kata Imran.

Interaksi sederhana seperti percakapan saat santap malam atau sebelum tidur sudah cukup untuk mempertahankan ikatan emosional antara ayah dan anak. Kehadiran ayah yang konsisten menurutnya akan membantu anak tumbuh dengan rasa keamanan, percaya diri, dan memahami peran gender dengan baik.

Imran juga menjelaskan bahwa kekosongan figur ayah dapat menyebabkan kebingungan identitas dan tekanan psikologis, khususnya bagi anak perempuan yang hanya dibesarkan oleh ibu. Tanpa teladan laki-laki di rumah, anak sering merasa harus memikul semua tanggung jawab sendiri.

“Jika anak perempuan hanya dibesarkan oleh ibu, mereka bisa merasa harus melakukan semua pekerjaan sendiri. Ketika dewasa dan menikah, mereka akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi, karena tidak pernah melihat contoh ayah sebelumnya,” jelasnya.

Sementara itu, anak laki-laki yang mengalami ketiadaan ayah dapat mengalami jarak emosional dan konflik saat memasuki masa remaja. Bahkan, beberapa remaja malah menolak kehadiran ayah yang baru muncul setelah lama tidak terlihat.

“Kadang ayah baru muncul saat anak menjadi remaja, tetapi anak justru marah, ‘Selama ini Bapak di mana?’ Hal ini terjadi karena figur ayah tidak ada sejak awal. Idealnya, keterlibatan ayah harus dimulai sejak anak masih bayi,” tambah Imran.

Kehilangan figur ayah juga dapat mempengaruhi perilaku anak. Anak yang tidak memiliki sosok pelindung di rumah cenderung mencari pengganti di luar, yang tidak selalu memberikan pengaruh positif.

“Mereka bisa mencari figur ayah di lingkungan luar. Jika lingkungan tersebut buruk, ini bisa berbahaya. Anak laki-laki misalnya lebih rentan terpengaruh rokok, narkoba, atau perilaku devian,” papar Imran.

“Rokok sering menjadi pintu masuk. Tubuh sebenarnya menolaknya lewat batuk, tapi jika terus dikonsumsi, zat berbahaya lain pun mudah masuk,” imbuhnya.

Meskipun dampak langsung terhadap penyakit fisik belum terbukti kuantitatif, Imran memastikan bahwa efek psikologis dari fatherless terlihat jelas, seperti stres, kendali emosi yang buruk, dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari luar.

Untuk mengatasimasalah ini, Kemenkes mendorong keterlibatan ayah dalam program parenting dan edukasi keluarga. Salah satu program yang diajak adalah pengasuhan positif, yang membahas enam topik utama, termasuk pembagian peran orang tua dan pentingnya komunikasi dalam keluarga.

Selain itu, Kemenkes juga menyediakan program kelas ibu hamil, yang mewajibkan keterlibatan suami pada salah satu sesi. Tujuannya agar ayah memahami kebutuhan ibu selama kehamilan, proses persalinan, hingga perawatan anak setelah lahir.

“Di kelas ibu hamil, minimal satu sesi suami wajib hadir. Agar mereka tahu bagaimana mendukung ibu selama kehamilan dan setelah melahirkan. Buku KIA sebenarnya sudah berisi informasi lengkap tentang hal ini,” kata Imran.

Ia menegaskan, keterlibatan ayah tidak boleh berhenti pada masa bayi, melainkan harus berlanjut di setiap tahap perkembangan anak. “Kehadiran ayah harus ada di semua usia. Setiap tahap pertumbuhan anak memiliki kebutuhan figur ayah yang berbeda. Jadi, kehadiran ayah tidak boleh putus,” tutupnya.

Kehilangan figur ayah pada anak dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Menurut riset terbaru, anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dan memiliki probabilitas tinggi untuk terlibat dalam perilaku berisiko. Studi menunjukkan bahwa interaksi positif antara ayah dan anak dapat meningkatkan kepercayaan diri anak serta memperkuat ikatan emosional.

Studi kasus di beberapa negara menunjukkan bahwa anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah memiliki tingkat delikuen yang lebih tinggi. Sementara itu, anak perempuan mungkin mengalami kesulitan dalam hubungan dengan lawan jenis karena kurangnya teladan laki-laki di rumah. Infografis dari organisasi kesehatan dunia juga menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam pendidikan anak dapat meningkatkan prestasi akademik mereka.

Kehadiran ayah dalam kehidupan anak bukan hanya penting dalam aspek fisik, tetapi juga emosional dan sosial. Keterlibatan aktif ayah sejak dini dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat dan beradaptasi dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi ayah-ayah untuk selalu ada di sisi anak, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam perjalanan panjang perkembangannya.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan