Marwah Gus Dur: Pemimpin Spiritual yang Menginspirasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia saat ini tengah melakukan penilaian ulang tentang peran dan kepemimpinan tokoh-tokoh besar yang telah berlalu. Inisiatif pemerintah melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah menyajikan daftar nama-nama potensial Pahlawan Nasional kepada Presiden Prabowo Subianto, termasuk KH Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal sebagai Gus Dur.

Dalam daftar yang berisi 49 nama tokoh bangsa, Gus Dur tampil bersama tokoh-tokoh penting lainnya seperti mantan Presiden Soeharto dan Marsinah. Hal ini bukan hanya tentang pencantuman nama, melainkan tentang nilai-nilai kebangsaan yang dihasilkan. Pengakuan resmi terhadap jasa Gus Dur tidak hanya memaklumkan sejarah, tetapi juga mengukuhkan visi bangsa untuk masa depan.

Pimpinan MPR RI periode 2019-2024 telah menyatakan bahwa Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pemberhentian Gus Dur dari jabatan Presiden tidak berlaku lagi. Keputusan ini mengukuhkan bahwa Gus Dur tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam kasus-kasus yang dijadikan alasan pemakzulannya. Kabar ini menimbulkan reaksi positif dari berbagai kalangan, khususnya dari pengikutnya dan mereka yang pernah merasakan perlindungan Gus Dur selama bertahun-tahun.

Sejak lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, Gus Dur telah menunjukkan kepribadian yang luar biasa. Sebagai cucu pendiri Nahdlatul Ulama dan putra menteri agama pertama, ia memperluas wawasan dengan mempelajari sastra Barat dan menulis esai tentang Islam. Di bawah kepemimpinannya dari 1984 hingga 1999, NU beralih dari peran politik menjadi organisasi sosial keagamaan yang menekankan pendidikan dan budaya.

Pada era Reformasi 1998, Gus Dur terpilih sebagai Presiden ke-4 Indonesia. Dalam waktu singkat, ia melakukan langkah-langkah penting seperti membatalkan larangan kebudayaan Tionghoa dan mendorong pengakuan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur. Ia juga memperkuat demokrasi melalui pemisahan TNI dan Polri serta membubarkan lembaga-lembaga yang dianggap menjadikan ideologi Orde Baru dominan.

Meski akhirnya dimakzulkan pada 23 Juli 2001, Gus Dur tetap dianggap sebagai tokoh yang berani mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan. Keputusan MPR 2024 yang membatalkan pemakzulannya menandai rehabilitasi resmi atas namanya, menunjukkan bahwa bangsa telah matang dalam menghadapi sejarah.

Di samping kontroversinya, Gus Dur layak disebut pahlawan karena berani mempertaruhkan kariernya demi nilai-nilai yang dianut. Ia mengajarkan bahwa pluralisme dan kemanusiaan harus menjadi pilar utama kehidupan bangsa. Warisan pikirannya terus hidup dalam berbagai bidang, khususnya pada era saat polarisasi semakin mendominasi.

Kini, ketika bangsa telah memulihkan nama baik Gus Dur, tanggung jawab kita adalah menjaga dan meneruskan nilai-nilai yang diajarkan. Tidak cukup hanya menghormatinya secara formal, tetapi hidupkan kebersamaan dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Karena seperti yang katanya, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak belajar memanusiakan manusia, ia belum sepenuhnya berilmu.”

Marilah kita wujudkan visi Gus Dur tentang Indonesia yang pluralis dan berdikari, di mana setiap individu dapat hidup harmoni meski berbeda. Demikianlah warisan kebajikan Gus Dur yang abadi, yang tak hanya menjadi symbolik, tetapi harus menjadi inspirasi bagi generasi sekarang dan masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan