Pendapat Ahli tentang Motivasi Pelaku Bom di SMAN 72 Jakarta

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Polri sedang gigih mengungkap alasan di belakang insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta. Kabar terkini yang sedang ramai diperbincangkan adalah kemungkinan terduga pelaku melakukan tindakan tersebut sebagai reaksi atas pengalaman menjadi korban perundungan atau bullying.

Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, mengonfirmasi adanya dugaan tersebut. “Kami juga mengumpulkan informasi terkait bullying sebagai salah satu faktor yang akan membantu kami memahami motif pelaku,” ujarnya, seperti dikutip dari detikNews.

Selain itu, Polri juga memeriksa kemungkinan terduga pelaku terpengaruh oleh grup tertentu, konten tertentu, atau hal-hal lain yang menarik perhatiannya.

Reza Indragiri Amriel, konsultan dari Yayasan Lentera Anak, khususnya menyoroti dugaan motif bullying, yang menurutnya dapat memiliki dampak parah jika tidak ditangani dengan serius. “Kami menduga insiden ledakan di SMAN 72 terkait dengan bullying, hal ini sudah menjadi narasi yang luas,” katanya saat dihubungi Thecuy.com pada Sabtu (9/11/2025).

Reza menjelaskan bahwa korban bullying sering mengalami tiga tahap viktimisasi: pertama saat mereka dirundung, kedua saat mencari bantuan tapi diabaikan, dan ketiga saat dipaksa memaafkan pelaku. Situasi seperti ini bisa mendorong korban untuk berbuat ekstrem, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

“Sepertiga dari anak pelaku perundungan sebenarnya pernah menjadi korban bullying. Ini menunjukkan bahwa perundungan bukan hanya kenakalan remaja, tetapi ekspresi berbahaya dari anak yang tidak memiliki ruang aman untuk menyalurkan tekanan atau penderitaan,” tambahnya.

Reza mendorong agar kasus ini diadili secara pidana, tetapi dengan memperhatikan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang menegaskan bahwa anak tetap berhak pada masa depan yang lebih baik dan perlu bantuan negara serta masyarakat.

Dalam sidang kasus, Reza selalu mengajak hakim untuk menerapkan dua pendekatan: Bioecological Model (BM), yang mem pertimbangkan lima lapisan lingkungan yang memengaruhi perkembangan anak, dan Interactive Model (IM), yang mempertimbangkan hubungan timbal balik antara anak dan lingkungannya. Sayangnya, pendekatan seperti ini memerlukan kerja sama lintas sektor dan waktu yang lama, yang sering bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan murah. Akibatnya, vonis terhadap anak korban bullying yang menjadi pelaku sering mengikuti pola sanksi yang sama dengan dewasa.

Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta mengingatkan kita tentang pentingnya memahami dampak bullying dan perundungan. Masalah ini tidak hanya tentang sanksi, tetapi juga tentang memberikan dukungan dan ruang aman bagi anak-anak untuk mengekpresi perasaan mereka. Semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintahan, harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan dukungan.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan