Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Adies Kadir dan Uya Kuya Dinyatakan Tepat dan Proporsional

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Majelis Kehormatan DPR RI telah memutuskan bahwa Adies Kadir dan Surya Utama, alias Uya Kuya, dapat kembali beraktivitas sebagai anggota legislatif setelah sebelumnya dinonaktifkan akibat kerusuhan akhir Agustus 2025. Keputusan ini dianggap tepat dan sesuai dengan prinsip proporsionalitas.

Sultoni Fikri, pengamat hukum politik dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, menjelaskan pernyataan Adies yang menjadi percakapan umum adalah contoh slip of the tongue, yaitu kekeliruan spontan yang tidak disengaja. “Kekeliruan itu tidak bermaksud untuk merendahkan atau menyinggung pihak lain,” ujarnya kepada wartawan pada Rabu, 5 November 2025.

Sultoni merujuk pada Pasal 20 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, yang menyatakan pelanggaran etik hanya berlaku jika ada unsur pelanggaran hukum, tata tertib, atau tindakan yang merugikan lembaga secara substansial. Setelah pernyataan Adies menjadi isu, ia segera memberikan klarifikasi, dan tak ada dampak hukum yang timbul dari kasus tersebut.

Pengamat hukum politik ini juga memuji langkah cepat Adies dalam memberikan penjelasan. “Tindakan tersebut menunjukkan tanggung jawab moral dan kedewasaan etik dari seorang pejabat publik,” katanya. “Respons cepat terhadap kesalahan komunikasi menunjukan kesadaran moral dan tanggung jawab institusional, sesuai dengan prinsip responsible speech dalam demokrasi.”

Sultoni menegaskan bahwa tidak terdapat unsur pelanggaran etik substansial dalam kasus ini, mengikuti UU MD3 dan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015. Ia mengaitkan polemik yang timbul dengan penyebaran potongan video tanpa konteks penuh di media sosial. “Dalam menilai pelanggaran etik, penting untuk melihat niat dan akibat hukum. MKD telah memeriksa secara objektif dan menyatakan Adies tidak bersalah, sehingga masalah ini sudah selesai,” ungkapnya.

Menurut Sultoni, MKD telah menerapkan pendekatan edukatif dan proporsional dalam kasus Adies. “Putusan MKD yang menyatakan Adies tidak bersalah adalah penerapan prinsip fair trial di bidang etik parlemen,” tambahnya. Begitu pula dengan sanksi yang diberikan kepada Uya Kuya, Fikri menilai keputusan MKD sudah tepat. Uya Kuya dianggap sebagai korban distrupsi informasi melalui video lama yang diputar ulang dengan framing tertentu.

“Saat ini, kita melihat proses hukum di MKD berjalan sesuai dengan ketentuan,” tutupnya.

Perkembangan ini mengingatkan pada pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam proses hukum, terutama di tingkat legislatif. Kasus ini juga menunjukkan bagaimana media sosial dapat mempengaruhi opini publik jika informasi tidak disajikan dengan konteks lengkap. Para pejabat publik harus lebih hati-hati dalam mengelola komunikasi mereka agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berdampak luas.

Keputusan MKD menggambarkan upaya untuk menjaga integritas lembaga dengan pendekatan yang just dan proporsional. Hal ini juga mengaji kesiapan institusi dalam menghadapi tantangan distrupsi informasi di era digital. Pengawasan publik tetap penting untuk memastikan proses keputusan tetap adil dan transparan.

Keputusan ini juga memotivasi semua pihak untuk lebih bijak dalam mengelola informasi, khususnya di media digital. Melalui kesadaran kolektif, dapat dicapai lingkungan politik yang lebih sehat dan produktif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan