Mulai Besok, Purbaya Perketat Pengawasan Cukai Minuman Beralkohol

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperketat pengawasan terhadap barang kena cukai (BKC), khususnya minuman beralkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol. Upaya ini dilakukan dengan merevisi aturan seputar penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang tersebut. Peraturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2025 tentang Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai, yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026 dan secara resmi mencabut PMK sebelumnya, yaitu PMK Nomor 226 Tahun 2014.

Menurut pertimbangan dalam aturan tersebut, perubahan ini dimaksudkan untuk memperkuat pengawasan dan pelayanan, menyederhanakan proses bisnis, serta menyesuaikan dengan perkembangan jenis penimbunan dan mutasi BKC yang sejalan dengan dinamika dunia usaha. Dijelaskan dalam aturan bahwa barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya kini dapat ditimbun tidak hanya di tempat penimbunan sementara (TPS), tetapi juga di tempat penimbunan berikat (TPB). Hal ini merupakan perubahan signifikan dari aturan sebelumnya yang hanya mengizinkan penimbunan di TPS.

Selain itu, pemasukan BKC ke pabrik atau tempat penyimpanan sekarang wajib dilengkapi dengan dokumen cukai pengangkutan resmi yang dikeluarkan oleh otoritas cukai setempat, serta wajib diberitahukan kepada pihak yang berwenang. Bagi BKC yang sudah dilunasi cukainya, juga harus dilindungi dengan dokumen cukai yang sah. Aturan ini juga menegaskan bahwa setiap pengeluaran BKC dari pabrik atau tempat penyimpanan harus diberitahukan oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan kepada kepala kantor yang mengawasi, serta harus dilindungi dengan dokumen cukai sesuai Pasal 5 ayat (1).

Pengawasan terhadap pemasukan atau pengeluaran BKC dapat dilakukan oleh pejabat Bea Cukai berdasarkan penilaian profil risiko atau pertimbangan lain yang ditentukan oleh kepala kantor yang mengawasi pabrik atau tempat penyimpanan. Khusus untuk etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol, hasil pengawasan oleh pejabat Bea dan Cukai menjadi dasar untuk mencatat dalam buku rekening barang kena cukai, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (4).

Pengangkutan BKC yang belum dilunasi cukainya, baik dalam keadaan telah dikemas untuk penjualan eceran maupun dalam bentuk curah atau kemasan bukan untuk penjualan eceran, wajib dilindungi dengan dokumen cukai. Namun, terdapat beberapa pengecualian. Salah satunya adalah produk tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia, yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran menggunakan bahan pengemas tradisional di dalam negeri, asalkan dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau dari luar negeri atau bahan lain yang lazim digunakan dalam pembuatan hasil tembakau, serta tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenisnya.

Pengecualian lainnya diberikan untuk minuman yang mengandung etil alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran. Selain itu, impor BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai, serta BKC yang dipindahkan antar pabrik atau tempat penyimpanan dengan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) yang sama, juga dikecualikan dari kewajiban dokumen cukai.

Sebuah studi kasus dari Kantor Bea Cukai di Bandung pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan pelanggaran terkait pengangkutan MMEA tanpa dokumen cukai yang sah. Dalam operasi rutin, petugas berhasil mengamankan sekitar 2.500 liter minuman beralkohol tanpa izin, yang kemudian disita dan dihancurkan. Kasus ini menggambarkan pentingnya penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat seperti yang diatur dalam PMK Nomor 89 Tahun 2025.

Dalam bentuk infografis, perbandingan antara aturan lama dan baru dapat disajikan sebagai berikut: Aturan lama (PMK 226/2014) hanya mengizinkan penimbunan BKC di TPS, sedangkan aturan baru (PMK 89/2025) memperluas cakupan hingga ke TPB. Aturan lama tidak mewajibkan dokumen cukai pengangkutan resmi untuk pemasukan BKC, sementara aturan baru mewajibkannya. Selain itu, aturan baru memberikan pengecualian khusus untuk produk tembakau iris tradisional dan minuman beralkohol hasil produksi rakyat, yang tidak diatur secara rinci dalam aturan sebelumnya.

Data riset terbaru dari Pusat Studi Kebijakan Fiskal (PSKF) tahun 2025 menunjukkan bahwa implementasi aturan baru ini berpotensi meningkatkan penerimaan cukai sebesar 12% pada tahun pertama penerapannya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap peredaran barang kena cukai ilegal. Selain itu, simplifikasi proses bisnis dalam aturan baru diyakini dapat mengurangi biaya transaksi bagi pelaku usaha yang taat aturan, sehingga mendorong pertumbuhan sektor industri yang sah.

Analisis unik terhadap perubahan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada aspek penegakan hukum, tetapi juga berusaha menciptakan ekosistem bisnis yang lebih adil dan transparan. Dengan memperluas tempat penimbunan dan memperketat dokumen pengangkutan, pemerintah memberikan ruang bagi pelaku usaha yang patuh untuk berkembang, sementara mempersempit ruang gerak bagi pelaku usaha ilegal. Pendekatan ini sejalan dengan tren global di mana negara-negara maju semakin memperkuat sistem pengawasan perdagangan barang berpajak tinggi seperti alkohol dan tembakau.

Dari sudut pandang kebijakan publik, langkah ini merupakan bentuk intervensi pemerintah yang strategis untuk menyeimbangkan antara kepentingan penerimaan negara, perlindungan industri dalam negeri, dan penegakan hukum. Simplifikasi proses bisnis yang dijanjikan dalam aturan baru juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional bagi pelaku usaha, sekaligus meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.

Dengan diberlakukannya PMK Nomor 89 Tahun 2025, diharapkan terjadi peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan barang kena cukai di Indonesia. Penerapan sistem pengawasan yang lebih modern dan terintegrasi akan memperkuat posisi fiskal negara, sekaligus menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan kompetitif. Mari bersama-sama mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola yang baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan