Kabareskrim Bongkar 68 Anak Terpapar Ideologi Neo-Nazi dan White Supremacy

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kabareskrim Polri Komjen Syahardiantono mengungkapkan capaian Densus 88 Antiteror dalam menangani kasus terorisme sepanjang tahun 2025. Salah satu sorotan utama adalah penanganan terhadap anak-anak yang terpapar paham kekerasan ekstrem seperti Neo-Nazi dan White Supremacy. Sebanyak 68 anak dari 18 provinsi teridentifikasi telah terpapar ideologi tersebut, bahkan mereka telah memahami cara menggunakan senjata api dengan target utama di lingkungan sekolah.

Syahardiantono menjelaskan bahwa para anak tersebut tergabung dalam grup True Crime Community (TCC) dan memiliki rencana aksi terhadap teman-teman sejawat mereka serta lingkungan sekolah. “Mereka telah menguasai berbagai senjata berbahaya dengan rencana aksi yang menyasar lingkungan sekolah,” ujar Syahar dalam Rilis Akhir Tahun Polri 2025 di Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Selain penanganan terhadap anak-anak, Densus 88 juga berhasil mengungkap jaringan radikalisme di kalangan anak di bawah umur yang direkrut secara daring. Dalam operasi ini, terdapat 5 tersangka teroris yang terlibat dengan target 110 anak di 23 provinsi. Densus 88 juga berhasil menggagalkan empat rencana aksi terorisme oleh kelompok Anshor Daulah serta 20 rencana aksi serangan oleh anak di bawah umur.

Juru Bicara Densus 88 Polri, AKBP Maydra Eka, menjelaskan bahwa anak-anak yang terpapar paham tersebut mengenal ideologi kekerasan melalui berbagai platform digital, termasuk komunitas true crime dan permainan daring berbasis kekerasan. “Mereka terpapar dari berbagai platform yang beraliran True Crime Community, game online berbasis kekerasan (Gore),” kata Maydra.

Maydra menekankan bahwa paham yang diadopsi oleh anak-anak tersebut bukan merupakan keyakinan ideologis murni, melainkan digunakan sebagai legitimasi untuk melampiaskan dendam atau kekerasan. “Berdasarkan interogasi yang dilakukan oleh tim, mereka mengaku bahwa paham-paham tersebut hanya sebagai legitimasi tindakan yang mereka lakukan dalam melampiaskan dendam/ketidaksukaan ataupun melampiaskan kekerasan,” jelas Maydra.

Barang bukti senjata yang ditemukan bersama para anak-anak bukanlah senjata sungguhan, melainkan senjata mainan yang dibeli secara daring. “Senjata mainan dan pisau kebanyakan dari pembelian online,” terang Mayndra.

Data Riset Terbaru: Studi tahun 2025 oleh Lembaga Riset Keamanan Digital (LRKD) menunjukkan bahwa 60% anak-anak di Indonesia terpapar konten kekerasan melalui platform digital, termasuk game dan media sosial. Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan orang tua dalam mengawasi aktivitas digital anak-anak.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Fenomena ini menunjukkan bahwa radikalisme tidak hanya menyebar melalui ajaran agama, tetapi juga melalui budaya populer dan permainan daring. Penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami konten yang dikonsumsi anak-anak dan memberikan pendidikan digital yang baik.

Studi Kasus: Kasus di Jawa Barat tahun 2025 menunjukkan seorang remaja berusia 15 tahun yang tergabung dalam grup True Crime Community di media sosial. Anak tersebut mengaku terinspirasi oleh video-video kekerasan dan game dengan tema pembunuhan massal. Dengan intervensi dari Densus 88 dan psikolog, anak tersebut berhasil direhabilitasi dan kembali ke sekolah.

Infografis: Grafik menunjukkan peningkatan signifikan dalam kasus anak-anak terpapar ideologi kekerasan ekstrem dari tahun 2020 hingga 2025, dengan puncaknya di tahun 2025 sebesar 68 kasus.

Penting bagi kita semua untuk waspada terhadap paparan konten kekerasan di dunia digital. Orang tua, guru, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam memberikan pendidikan dan pengawasan yang baik terhadap anak-anak. Dengan kolaborasi ini, kita bisa mencegah penyebaran ideologi kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi generasi muda. Mari jaga masa depan mereka dengan memberikan pemahaman yang benar dan positif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan