Harga HP dan PC Diprediksi Naik di 2026, Konsumen Siap-siap Tekor

Saskia Puti

By Saskia Puti

Konsumen yang berniat membeli smartphone atau komputer pribadi (PC) baru pada tahun 2026 harus bersiap menghadapi kenaikan harga yang signifikan. Faktor utamanya adalah melonjaknya harga komponen Random Access Memory (RAM) secara global, yang dipicu oleh kelangkaan chip memori akibat permintaan tinggi dari industri kecerdasan buatan (AI). Server dan pusat data yang menopang layanan AI membutuhkan pasokan RAM dalam jumlah besar, sehingga menggeser pasokan untuk pasar konsumen. Kondisi ini telah mendorong kenaikan harga RAM sejak beberapa bulan terakhir dan diprediksi akan berlanjut hingga tahun depan.

Presiden Xiaomi, Lu Weibing, secara terbuka telah memperingatkan konsumen mengenai situasi ini. Dalam sebuah konferensi pers pada November 2025, ia mengonfirmasi bahwa tekanan dari harga chip memori yang semakin mahal memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan kenaikan harga produk ponselnya. “Saya memperkirakan tekanan akan jauh lebih berat tahun depan dibanding tahun ini,” kata Weibing, seperti dikutip dari Reuters. Ia menambahkan bahwa konsumen mungkin akan mendapati kenaikan harga ecer yang cukup besar.

Kenaikan harga bukan sekadar prediksi, tetapi sudah mulai terlihat di pasaran. Contoh nyata dapat dilihat dari peluncuran iQoo 15 di Indonesia awal Desember 2025. Ponsel flagship terbaru itu dibanderol Rp 13 juta untuk varian dasar dengan RAM 12 GB dan penyimpanan 256 GB. Harganya naik sekitar Rp 3 juta atau 30 persen dibandingkan pendahulunya, iQoo 13, yang diluncurkan setahun sebelumnya dengan harga Rp 10 juta untuk konfigurasi serupa. Xiaomi juga telah merasakan dampaknya. Pada Oktober 2025, Weibing menyatakan bahwa melonjaknya harga chip memori mendesak kenaikan harga smartphone. Pernyataan itu mencuat setelah sejumlah konsumen menyuarakan kekecewaan terhadap harga Redmi K90, ponsel andalan sub-merek Redmi. Ponsel tersebut dibanderol 2.599 yuan (sekitar Rp 6,1 juta) untuk versi dasar, naik dari harga pendahulunya, Redmi K80, yang diluncurkan di 2.499 yuan (sekitar Rp 5,8 juta).

Meski telah memberikan peringatan, Weibing belum merinci persentase kenaikan harga yang akan diterapkan atau apakah kebijakan tersebut berlaku secara global, termasuk di Indonesia, atau hanya di pasar tertentu. Menaikkan harga jual menjadi salah satu strategi utama yang akan diambil vendor untuk mengatasi tekanan biaya komponen. Namun, strategi ini diakui Weibing tidak akan cukup untuk sepenuhnya mengatasi dampak kenaikan harga chip. “Sebagian tekanan mungkin harus diatasi melalui kenaikan harga, walaupun cara ini saja tidak akan cukup untuk mengatasinya,” jelasnya.

Di luar kenaikan harga, vendor smartphone diprediksi akan menerapkan strategi lain untuk tetap kompetitif, terutama di segmen entry-level dan mid-range yang sangat sensitif terhadap harga. Strategi tersebut adalah dengan memangkas kapasitas RAM pada ponsel-ponsel di segmen tersebut. Dengan mengurangi kapasitas memori, vendor dapat menekan kenaikan harga akhir produk agar tidak terlalu drastis. Meski demikian, harga ponsel jenis ini pada 2026 tetap diproyeksikan akan naik, hanya saja peningkatannya diharapkan masih dalam batas yang kompetitif. Pengorbanan spesifikasi ini menjadi konsekuensi logis untuk menjaga daya beli konsumen di tengah gejolak harga komponen global.

Lonjakan permintaan RAM untuk keperluan AI ini menciptakan dilema bagi industri smartphone. Di satu sisi, teknologi AI juga menjadi fitur andalan yang terus dipromosikan di ponsel-ponsel baru. Namun, di sisi lain, infrastruktur pendukung AI di level server justru menyedot pasokan komponen yang sama, menciptakan ketegangan di rantai pasokan. Situasi ini turut berkontribusi pada prediksi penyusutan pasar smartphone global sebesar 2,1% di 2026, di mana kenaikan harga menjadi salah satu faktor pemicunya.

Kenaikan harga komponen ini tidak hanya berdampak pada smartphone, tetapi juga merambah ke pasar komputer pribadi (PC). Kedua perangkat ini sama-sama bergantung pada pasokan chip memori yang kini sedang mengalami kelangkaan. Bagi konsumen, situasi ini berarti kebutuhan untuk merencanakan pembelian dengan lebih matang atau mempertimbangkan untuk memperpanjang siklus penggunaan perangkat yang ada. Bagi vendor, tahun 2026 akan menjadi tahun penuh tantangan dalam hal manajemen biaya dan strategi pricing. Mereka harus menyeimbangkan antara menjaga kualitas produk, mempertahankan margin, dan tidak menjauhkan konsumen dengan harga yang terlalu tinggi.

Beberapa analis juga memprediksi bahwa tekanan harga ini bisa memperlebar kesenjangan antara segmen premium dan entry-level, di mana ponsel premium mungkin tetap mendapatkan spesifikasi terbaik dengan harga yang melambung, sementara ponsel terjangkau harus berkompromi dengan spesifikasi yang lebih terbatas. Fenomena ini juga selaras dengan prediksi sebelumnya mengenai kenaikan harga drastis untuk smartphone Samsung dan Apple, yang menunjukkan bahwa tekanan ini bersifat global dan menyeluruh. Bahkan, ledakan AI telah lama diprediksi berpotensi menaikkan harga smartphone premium, memaksa konsumen merogoh kocek lebih dalam.

Ke depan, perkembangan harga akan sangat bergantung pada kemampuan industri semikonduktor dalam menambah kapasitas produksi chip memori serta bagaimana permintaan dari sektor AI akan berkembang. Sementara itu, konsumen dan pelaku industri dihadapkan pada realitas baru di mana kemajuan teknologi di satu bidang dapat menciptakan tekanan ekonomi di bidang lainnya.

Data Riset Terbaru:
Menurut laporan terbaru dari firma riset IDC pada Januari 2026, harga RAM DDR5 diperkirakan akan naik hingga 25% pada kuartal pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini dipicu oleh lonjakan permintaan dari perusahaan-perusahaan teknologi besar yang sedang membangun pusat data AI. Selain itu, laporan dari TrendForce menunjukkan bahwa pasokan chip memori global diperkirakan akan tetap ketat hingga akhir 2026, dengan permintaan dari sektor AI diperkirakan tumbuh sebesar 40% tahun ini.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kenaikan harga RAM ini bukan hanya masalah teknologi, tetapi juga masalah ekonomi makro. Ketika perusahaan AI besar seperti Google, Microsoft, dan Amazon bersaing untuk membangun infrastruktur AI, mereka saling berebut pasokan chip memori yang terbatas. Hal ini menciptakan efek domino yang memengaruhi harga perangkat konsumen. Dalam konteks ini, konsumen sebenarnya membayar biaya tak langsung dari perlombaan AI global.

Studi Kasus:
Sebuah studi kasus dari pasar India menunjukkan bahwa sejak awal 2025, harga smartphone entry-level dengan RAM 4 GB telah naik rata-rata 15%. Banyak vendor lokal terpaksa mengurangi kapasitas RAM atau menggunakan chipset yang lebih hemat daya untuk menjaga harga tetap kompetitif. Hal ini berdampak pada performa perangkat, yang menjadi lebih lambat dalam menjalankan aplikasi modern.

Infografis (dalam bentuk teks):

  • Penyebab Kenaikan Harga RAM:

    • Permintaan AI: +40% (2025-2026)
    • Pasokan Terbatas: -10% (kapasitas produksi)
    • Harga Global: +25% (Q1 2026)
  • Dampak pada Konsumen:

    • Smartphone Premium: +30% harga
    • Smartphone Entry-Level: +15% harga atau pengurangan spesifikasi
    • PC: +20% harga

Insight:
Kenaikan harga RAM ini sebenarnya bisa menjadi peluang bagi konsumen untuk lebih bijak dalam memilih perangkat. Dengan memahami kebutuhan sebenarnya, konsumen bisa memilih perangkat yang sesuai dengan kebutuhan tanpa harus terjebak dalam perlombaan spesifikasi yang tidak penting. Selain itu, kenaikan harga ini juga bisa mendorong inovasi dalam efisiensi penggunaan memori, yang pada akhirnya bisa menguntungkan semua pihak.

Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan konsumen sangat penting. Pemerintah bisa mendorong investasi dalam produksi chip memori domestik, sementara industri bisa fokus pada inovasi efisiensi, dan konsumen bisa lebih bijak dalam memilih serta merawat perangkat mereka. Dengan pendekatan holistik ini, kita bisa menghadapi masa depan teknologi yang lebih berkelanjutan dan terjangkau.

Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Tinggalkan Balasan