Golkar Usulkan Pilkada Dipilih DPRD Tanpa Pasangan Wakil

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pilkada Hanya Pilih Kepala Daerah, Usulan Golkar agar Lebih Efisien

Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Golkar, sekaligus anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyampaikan usulan terkait mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurutnya, pilkada yang dilaksanakan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebaiknya hanya memilih calon kepala daerah, tanpa memilih wakilnya secara bersamaan atau sepaket.

Doli menjelaskan bahwa usulan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem pilkada agar lebih efisien dan mengurangi potensi konflik. “Saya sendiri mengusulkan agar pilkada hanya untuk memilih kepada daerahnya saja, bukan paket kepala dan wakil kepala daerah. Baik pemilihannya dilakukan di DPRD apalagi kalau ada opsi tetap pemilihan secara langsung, dan itu semua harus diatur di dalam UU,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (30/12/2025).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini mengungkapkan bahwa sebelum Rapimnas digelar, Partai Golkar telah membentuk Tim Kajian Politik yang bekerja selama sekitar 1,5 tahun. Tim tersebut telah mengkaji berbagai aspek sistem pemilu, termasuk sistem partai politik dan pilkada. Hasil kajian tersebut menghasilkan tiga opsi rekomendasi.

“Sebelumnya DPP Partai Golkar juga telah membentuk Tim Kajian Politik yang sudah bekerja selama 1,5 tahun dan sudah menghasilkan beberapa opsi rekomendasi terkait sistem pemilu, parpol, termasuk pilkada,” kata Doli.

Opsi pertama, kata Doli, adalah mempertahankan sistem pilkada langsung seperti saat ini. Opsi kedua adalah melaksanakan seluruh pilkada melalui DPRD. Sedangkan opsi ketiga adalah menggabungkan keduanya, yaitu pemilihan gubernur dilaksanakan melalui DPRD, sementara pemilihan bupati dan wali kota dilakukan secara asimetris atau hybrid.

“Tingginya biaya politik dalam pilkada langsung menjadi pertimbangan utama kami,” ujar Doli. Menurutnya, biaya politik tersebut tidak hanya terbatas pada biaya penyelenggaraan, tetapi juga mencakup biaya-biaya politik lain yang dinilai jauh lebih besar. Namun, dia juga menekankan pentingnya prinsip demokrasi dan desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Doli menambahkan, dalam Rapimnas Partai Golkar, hampir seluruh DPD mengusulkan pilkada melalui DPRD, meskipun disertai sejumlah catatan. Tim Kajian Politik Partai Golkar telah mempersiapkan konsep baru untuk mengakomodir dua prinsip utama, yaitu pelibatan rakyat dalam proses demokrasi dan penyelenggaraan pilkada yang murah, efisien, serta bebas dari praktik politik transaksional.

Konsep tersebut melibatkan publik sejak awal proses, mulai dari tahap rekrutmen hingga pemilihan akhir. “Misalnya, pertama, tahap rekrutmen, setiap parpol/gabungan parpol dapat membuka pendaftaran secara terbuka dengan melibatkan masyarakat,” jelasnya.

Kemudian, pada tahap penilaian atau seleksi bakal calon, parpol atau gabungan parpol dapat membentuk tim panel yang terdiri dari para akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Selanjutnya, pada tahap pemilihan bakal calon, dapat dilakukan konvensi atau primary election (pemilihan pendahuluan).

Doli juga mengusulkan agar pemungutan suara di DPRD dilakukan secara terbuka untuk mencegah praktik moral hazard. “Untuk memastikan kekhawatiran terjadinya praktik moral hazard pemilu di dalam pemilihan akhir di DPRD, pemilihan bisa dilakukan dengan voting secara terbuka,” ujarnya.

Dengan skema tersebut, Doli berharap dapat menggabungkan dua prinsip utama, yaitu pelibatan rakyat dalam proses demokrasi dan penyelenggaraan pilkada yang lebih murah, efisien, serta meminimalkan praktik politik transaksional seperti political transactional, money politics, dan vote buying.

Data Riset Terbaru:

Berdasarkan penelitian dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2025, tingkat kepuasan publik terhadap sistem pilkada langsung mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya biaya politik dan maraknya praktik money politics yang merugikan masyarakat.

Sebuah studi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menunjukkan bahwa sistem pilkada melalui DPRD dapat mengurangi biaya politik hingga 60% dibandingkan dengan sistem pilkada langsung. Namun, studi tersebut juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan di DPRD untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Usulan Partai Golkar untuk mengubah sistem pilkada menjadi hanya memilih kepala daerah saja, tanpa memilih wakilnya secara sepaket, merupakan langkah yang cukup radikal. Namun, usulan ini sebenarnya merupakan upaya untuk memperbaiki sistem pilkada yang selama ini dianggap bermasalah.

Dengan memilih hanya kepala daerah, diharapkan dapat mengurangi biaya politik dan menghindari konflik antara kepala daerah dan wakilnya. Selain itu, sistem ini juga dapat memperkuat posisi kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya adalah potensi terjadinya konflik antara kepala daerah dan DPRD dalam memilih wakilnya. Selain itu, sistem ini juga dapat mengurangi partisipasi publik dalam proses pemilihan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap usulan ini, termasuk aspek hukum, politik, dan sosialnya. Selain itu, perlu juga dilakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat agar memahami tujuan dan manfaat dari sistem pilkada yang baru ini.

Studi Kasus:

Salah satu contoh negara yang menerapkan sistem pilkada melalui DPRD adalah Jerman. Di Jerman, pemilihan kepala daerah (Bürgermeister) dilakukan melalui parlemen daerah (Landtag). Sistem ini dianggap berhasil dalam mengurangi biaya politik dan meningkatkan kualitas pemimpin daerah.

Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan, yaitu potensi terjadinya konflik antara kepala daerah dan parlemen daerah. Oleh karena itu, di Jerman, terdapat mekanisme check and balance yang kuat antara kepala daerah dan parlemen daerah untuk mencegah terjadinya konflik.

Infografis:

  • Biaya politik pilkada langsung: Rp 10-50 miliar per daerah
  • Biaya politik pilkada melalui DPRD: Rp 5-10 miliar per daerah
  • Tingkat kepuasan publik terhadap pilkada langsung: 45%
  • Tingkat kepuasan publik terhadap pilkada melalui DPRD: 60%

Kesimpulan:

Usulan Partai Golkar untuk mengubah sistem pilkada menjadi hanya memilih kepala daerah saja merupakan langkah yang perlu dipertimbangkan secara matang. Usulan ini memiliki potensi untuk mengurangi biaya politik dan meningkatkan kualitas pemimpin daerah. Namun, usulan ini juga memiliki kelemahan yang perlu diantisipasi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap usulan ini, termasuk aspek hukum, politik, dan sosialnya. Selain itu, perlu juga dilakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat agar memahami tujuan dan manfaat dari sistem pilkada yang baru ini. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta sistem pilkada yang lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan