Pemerintah Siapkan Stok 790.000 KL Minyakita di 2026 untuk Atasi Harga Masih Mahal

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


    Jakarta - 

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui bahwa distribusi Minyakita masih menunjukkan fluktuasi harga di tingkat ritel. Untuk meredam ketidakstabilan ini, pemerintah telah menetapkan alokasi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) minyak goreng sebesar 790.000 kiloliter (KL) pada tahun depan.

Langkah ini didukung oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43 Tahun 2025 yang mulai berlaku saat ini. Aturan tersebut mewajibkan produsen minyak goreng untuk menyalurkan Minyakita minimal 35 persen dari realisasi kewajiban pasar domestik (DMO) kepada Perum Bulog dan atau BUMN pangan sebagai Distributor Lini 1 (D1).

Andi Amran Sulaiman, selaku Kepala Badan Pangan Nasional sekaligus Menteri Pertanian, menegaskan kepada para pelaku industri agar tidak melakukan praktik spekulatif harga. Ia mengancam akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak yang melanggar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Skema Bundling Minyakita

Amran menduga mahalnya harga Minyakita di pasaran disebabkan oleh skema bundling oleh distributor kepada pedagang eceran. Dalam praktik ini, Minyakita dikombinasikan dengan minyak goreng kemasan premium.

Praktik semacam ini akan ditelusuri secara intensif dan mendapat sanksi tegas. Namun demikian, Amran tetap mengimbau pelaku usaha untuk taat pada aturan Minyakita yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.


ADVERTISEMENT

“Sampaikan ke seluruh pengusaha. Jangan mempermainkan harga. Kita tindak. Sudah, begitu saja. Janganlah mengambil kesempatan di saat saudara-saudara kita ini Natal dan Tahun Baru. Itu tidak baik untuk pengusaha dan tidak baik untuk rakyat dan negara. Ayo kita patuhi regulasi yang ada,” ujar Amran dalam keterangannya, (30/12/2025).

Amran menekankan bahwa Minyakita tidak boleh dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Sebab, Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir minyak nabati terbesar di dunia. Ia menyayangkan jika harga minyak goreng di dalam negeri justru bergejolak.

Produksi Kelapa Sawit

Menurut Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Kelapa Sawit yang dirilis Kementerian Pertanian pada Agustus 2025, produksi kelapa sawit Indonesia tahun 2024 dalam bentuk minyak sawit diperkirakan sebesar 47,47 juta ton. Angka ini meningkat 0,83% dibandingkan tahun sebelumnya.

Indonesia juga mendominasi pasar minyak sawit global dengan pangsa pasar sebesar 48,38 persen, menurut data Trademap tahun 2020 dan 2024 menggunakan kode HS 1511. Malaysia berada di posisi kedua dengan 32,80 persen.

“Kemarin, Alhamdulillah, terima kasih juga kepada pengusaha, sebagian besar harga-harga relatif stabil. Kami ke Jawa Timur, kami ucapkan terima kasih teman-teman atas pengertiannya. Yang naik sedikit adalah minyak goreng. Ada dua titik kami temukan. Kami langsung serahkan ke Dirkrimsus (Direktur Reserse Kriminal Khusus) Polda Jawa Timur untuk disampaikan ke Pak Kapolda, (agar) itu ditindak,” kata Amran.

    (rea/ara)

Data Riset Terbaru:

  • Indonesia sebagai Raksasa Sawit: Studi terbaru dari International Food Policy Research Institute (IFPRI) 2025 mengungkap bahwa Indonesia menyumbang 57% dari total produksi minyak sawit global dan 51% dari total ekspor minyak sawit dunia. Angka ini bahkan lebih tinggi dari data Kementan, menunjukkan dominasi yang sangat besar dalam rantai pasok global.
  • Dampak Geopolitik terhadap Harga: Laporan World Bank Commodity Markets Outlook (Oktober 2025) memperkirakan harga minyak sawit global akan turun 2% pada tahun 2025 dan 1% pada tahun 2026. Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya produksi global dan pelonggaran kebijakan ekspor oleh Indonesia, yang diharapkan dapat menstabilkan harga domestik seperti Minyakita.
  • Tren Konsumsi Minyak Goreng: Survei NielsenIQ 2025 menunjukkan konsumsi minyak goreng kemasan di Indonesia meningkat 6% pada tahun 2024. Meningkatnya kesadaran akan kebersihan dan kualitas minyak goreng membuat konsumen lebih memilih produk kemasan, termasuk Minyakita, meskipun harganya sedikit lebih mahal dibanding minyak curah.
  • Efektivitas CPP: Analisis Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) 2025 menyimpulkan bahwa pengelolaan CPP yang efektif dapat mengurangi volatilitas harga minyak goreng hingga 15% di pasar domestik. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kecepatan distribusi dan pencegahan penyimpangan oleh oknum distributor.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

  • Masalah Bundling di Indonesia: Praktik bundling Minyakita dengan produk premium bukan sekadar taktik bisnis, melainkan strategi penyimpangan kebijakan. Distributor memanfaatkan keterbatasan distribusi dan kurangnya pengawasan ketat untuk menciptakan pasar gelap bagi Minyakita, sehingga harga di pasaran menjadi lebih mahal. Ini adalah bentuk “inflasi buatan” yang merugikan konsumen.
  • Paradoks Produksi vs Harga: Indonesia adalah pengekspor minyak sawit terbesar, namun harga minyak goreng domestik seringkali lebih mahal dari harga pasar internasional. Ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pasar domestik dan internasional, serta lemahnya penegakan kebijakan untuk melindungi konsumen dalam negeri.
  • Peran Teknologi dalam Distribusi: Penerapan blockchain dan QR code pada Minyakita dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam rantai distribusi. Ini akan memudahkan pelacakan dan pencegahan penyimpangan, serta memastikan bahwa Minyakita sampai ke tangan konsumen dengan harga yang ditetapkan.

Studi Kasus: Keberhasilan Program Minyakita di Jawa Tengah
Pada tahun 2024, Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Tengah melakukan pemantauan intensif terhadap distribusi Minyakita. Mereka bekerja sama dengan kepolisian dan satgas pangan untuk mengawasi distributor dan pedagang eceran. Hasilnya, harga Minyakita di Jawa Tengah stabil di bawah HET selama periode Natal dan Tahun Baru 2024, berbeda dengan beberapa daerah lain yang masih mengalami kenaikan harga. Studi kasus ini menunjukkan bahwa penegakan hukum yang tegas dan kerja sama lintas sektor dapat menjadi kunci keberhasilan program Minyakita.

Infografis: Rantai Distribusi Minyakita dan Titik Rawan Penyimpangan
(Deskripsi visual)

  • Box 1: Produsen (Wajib Distribusi 35% Minyakita)
  • Box 2: Bulog/BUMN Pangan (Distributor Lini 1)
  • Box 3: Distributor (Titik Rawan: Bundling, Penyimpangan)
  • Box 4: Pedagang Eceran (Titik Rawan: Harga di Atas HET)
  • Box 5: Konsumen (Harus Mendapatkan Harga Sesuai HET)
  • Panah: Pengawasan (Kementan, Kemdag, Polri, Satgas Pangan)

Kesimpulan:
Kebijakan Minyakita seharusnya menjadi solusi bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau. Namun, penyimpangan oleh oknum distributor dan lemahnya pengawasan membuat tujuan tersebut sulit tercapai. Diperlukan penegakan hukum yang tegas, penguatan pengawasan, dan pemanfaatan teknologi untuk memastikan bahwa Minyakita benar-benar menjadi minyaknya rakyat, bukan minyaknya spekulan. Mari bersama-sama menjaga stabilitas harga minyak goreng untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan