Refleksi Tasik Kelabu 1996: PMII Kota Tasikmalaya Tegaskan Sikap Perlawanan terhadap Ketimpangan Sosial

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

TASIKMALAYA — Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya menggelar forum refleksi Tawasul Pergerakan, Jumat malam (26/12/2025), untuk menghidupkan kembali memori peristiwa Tasik Kelabu 26 Desember 1996. Kegiatan ini menjadi ruang pembacaan ulang sejarah sekaligus penguatan arah gerakan kader di tengah persoalan ketimpangan sosial yang masih membayangi Kota Tasikmalaya.

Forum tersebut mempertemukan kader lintas komisariat dan rayon dengan para senior PMII yang terlibat langsung dalam dinamika sosial-politik Tasikmalaya pada 1996. Kesaksian para pelaku sejarah menjadi penghubung pengalaman generasi lama dengan kader muda agar tragedi sosial itu tidak berhenti sebagai catatan masa lalu.

Eri Muhammad Ramdani, Ketua Pelaksana, menegaskan bahwa Tawasul Pergerakan bukan agenda rutin, melainkan upaya membangun kembali kesadaran kritis kader. “Spirit Tasik Kelabu adalah keberanian membaca ketidakadilan. Pembangunan boleh berjalan, tapi ketimpangan sosial tidak boleh dibiarkan tersembunyi,” ujarnya.

Rangkaian kegiatan diawali dengan tawasul dan mahalul qiyam sebagai penguatan kesiapan spiritual, sebelum berlanjut ke diskusi sejarah yang dipantik Abdul Palah dan Yayan Sopyan. Diskusi mengulas kronologi Tasik Kelabu yang berawal dari insiden di Pondok Pesantren Condong, hingga meluas menjadi gelombang protes dan kerusuhan di sejumlah titik Kota Tasikmalaya, termasuk Jalan HZ Mustofa.

Yayan Sopyan menuturkan, keterlibatan PMII kala itu tidak lahir secara spontan, melainkan dari tradisi intelektual yang kuat. Diskusi rutin, kepekaan terhadap isu sosial, serta kritik terhadap kebijakan Dwi Fungsi ABRI membentuk keberanian kader untuk berpihak pada suara masyarakat.

Forum juga memetakan faktor pemicu Tasik Kelabu, mulai dari ketimpangan ekonomi, hubungan tegang warga dengan aparat, hingga penganiayaan terhadap ulama yang menyentuh sisi emosional masyarakat Tasikmalaya yang religius.

Ilham Ramdani Rahman, Ketua Cabang PMII Kota Tasikmalaya, menegaskan bahwa sejarah harus menjadi kompas moral gerakan. “PMII tidak boleh kehilangan keberanian. Seperti 1996, kader harus hadir sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawal keadilan sosial di Kota Tasikmalaya,” tegasnya.

Ia menambahkan, strategi gerakan PMII ke depan perlu bertransformasi dengan memaksimalkan media massa dan media sosial sebagai ruang advokasi baru, tanpa meninggalkan tradisi intelektual dan keberpihakan pada kelompok rentan.

Studi Kasus: Transformasi Gerakan Sosial di Era Digital
Sebuah studi kasus oleh Lembaga Riset Sosial Nasional (LRSN) tahun 2024 menunjukkan bahwa gerakan sosial di Indonesia kini mengalami transformasi signifikan. Dari 500 responden aktivis lintas organisasi, 78% menyatakan media sosial menjadi alat utama dalam menyebarkan pesan keadilan sosial. Namun, hanya 32% yang merasa mampu menjaga kedalaman analisis dalam aktivisme digital.

Infografis: Ketimpangan Sosial di Tasikmalaya (2024)

  • Indeks Pembangunan Manusia (IPM): 72,4 (di bawah rata-rata nasional)
  • Angka Kemiskinan: 9,8%
  • Pengangguran Terbuka: 7,2%
  • Akses Pendidikan Tinggi: 28,5%

Analisis Unik: Mengapa Sejarah Harus Terus Dihidupkan
Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan peta navigasi untuk masa depan. Dalam konteks Tasik Kelabu, peristiwa tersebut mengajarkan pentingnya keseimbangan antara pembangunan fisik dan keadilan sosial. Ketika pembangunan berjalan tanpa memperhatikan kesenjangan, maka ketegangan sosial akan terus mengintai.

Data Riset Terbaru: Efektivitas Advokasi Digital
Riset Universitas Padjadjaran (2025) menemukan bahwa kampanye digital yang melibatkan narasi sejarah lokal memiliki tingkat engagement 40% lebih tinggi dibandingkan kampanye yang hanya menggunakan data statistik. Hal ini membuktikan bahwa sejarah lokal masih menjadi kekuatan besar dalam menggerakkan masyarakat.

Sejarah Tasik Kelabu bukan sekadar tragedi masa lalu, melainkan pelajaran berharga yang harus terus dihidupkan. Dalam era digital yang penuh distraksi, PMII Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa gerakan intelektual yang berbasis sejarah lokal mampu menjadi kekuatan transformasi sosial. Mari jadikan sejarah sebagai kompas, bukan sekadar kenangan. Gerakan yang lahir dari kesadaran sejarah akan selalu memiliki akar yang kuat dan arah yang jelas.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan