Psikolog Beberkan Kondisi Mental Siswi SD Pelaku Pembunuhan Ibu di Medan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Psikolog forensik Irna Minauli menjelaskan bahwa AI, siswi kelas 6 SD berusia 12 tahun yang tega menghabisi nyawa ibunya di Medan, Sumatera Utara, tidak mengidap gangguan mental atau kejiwaan. Ia juga mengungkapkan alasan di balik tindakan keji yang dilakukan oleh AI tersebut.

Dalam konferensi pers di Polrestabes Medan, Irna menyebut bahwa AI memiliki kecerdasan yang tergolong sangat tinggi atau superior. Kecerdasan luar biasa ini, kata dia, membuat AI kerap meraih prestasi gemilang di sekolah. Ia juga mampu mempelajari musik dan seni secara otodidak, menunjukkan kemampuan belajar yang luar biasa.

โ€œDari hasil pemeriksaan psikologis, diketahui bahwa anak itu memiliki kecerdasan yang tergolong superior. Seorang anak yang sangat cerdas, sehingga dengan kecerdasan yang dia miliki, tidak mengherankan kalau dia sering mendapatkan prestasi yang tinggi. Dia juga mampu mempelajari musik, seni, secara otodidak. Itu menunjukkan bahwa dia juga seorang pribadi yang memiliki kecerdasan yang sangat tinggi,โ€ ujar Irna kepada detikSumut, Senin (29/12/2025).

Irna menegaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan mendalam, tidak ditemukan gangguan mental seperti skizofrenia, depresi, atau PTSD pada diri AI. Ia tidak mengalami halusinasi, delusi, atau perilaku menyimpang yang kerap ditemukan pada pelaku kekerasan dengan latar belakang gangguan jiwa.

โ€œKami juga mencoba menganalisis, apakah ada gangguan mental yang biasa terjadi pada kasus-kasus menghilangkan nyawa terhadap Ibu sendiri, misalnya. Umumnya, yang terjadi itu adalah mereka yang mengalami skizofrenia, depresi, atau PTSD (post traumatic stress disorder), misalnya. Dari hasil pemeriksaan, tidak dijumpai adanya gangguan-gangguan mental tersebut, anak tidak mengalami skizofrenia. Jadi, tidak ada halusinasi, tidak ada delusi, dan tidak ada perilaku yang aneh, ya. Itu gugur gangguan skizofrenia pada anak,โ€ jelas Irna.

Selain itu, pihaknya juga tidak menemukan tanda-tanda conduct disorder atau gangguan perilaku pada AI. Menurut Irna, tindakan keji yang dilakukan AI bukan berasal dari masalah kejiwaan, melainkan dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk pengalaman kekerasan yang pernah dialaminya.

Baca selengkapnya di sini.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Universitas Gadjah Mada (2024) menunjukkan bahwa anak-anak dengan kecerdasan tinggi yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga cenderung mengembangkan mekanisme koping yang kompleks, termasuk penekanan emosi dan reaksi balas dendam yang terencana. Hal ini sejalan dengan temuan bahwa AI tidak mengalami gangguan mental, tetapi tindakannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan trauma.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus AI menggambarkan bagaimana kecerdasan tinggi tidak selalu melindungi seseorang dari dampak negatif lingkungan. Sebaliknya, kecerdasan tersebut bisa menjadi alat untuk merencanakan aksi balas dendam secara sistematis. Ini menunjukkan pentingnya intervensi psikologis dini bagi anak-anak yang terpapar kekerasan, terlepas dari tingkat kecerdasan mereka.

Studi Kasus:
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun di Jawa Timur, yang juga memiliki IQ di atas rata-rata, pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap orang tuanya setelah mengalami kekerasan fisik selama bertahun-tahun. Kasus ini menunjukkan pola serupa di mana kecerdasan tinggi digunakan untuk merencanakan aksi balas dendam secara terstruktur.

Infografis (dalam bentuk teks):

  • 70% anak dengan kecerdasan tinggi yang mengalami kekerasan rumah tangga menunjukkan tanda stres psikologis.
  • 40% dari mereka cenderung mengembangkan perilaku agresif sebagai bentuk koping.
  • 25% mengalami kesulitan dalam regulasi emosi meskipun memiliki IQ tinggi.

Tindakan keji AI bukanlah hasil dari gangguan mental, melainkan konsekuensi dari lingkungan yang penuh tekanan dan kekerasan. Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa kecerdasan bukan tameng dari dampak trauma. Perlindungan anak harus menjadi prioritas utama, dan intervensi psikologis harus segera dilakukan ketika tanda-tanda kekerasan muncul. Mari jadikan setiap rumah sebagai tempat aman bagi tumbuh kembang anak, bukan sumber luka yang bisa berubah menjadi tragedi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan