Laboratorium Forensik (Labfor) telah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap DNA yang ditemukan pada pisau dan ceceran darah dalam kasus pembunuhan seorang ibu oleh anaknya, AI (12 tahun), di Medan. Hasil uji forensik menunjukkan bahwa tidak ada DNA yang mengarah pada suami korban atau ayah dari pelaku.
“Hasil pemeriksaan DNA tidak menunjukkan keterlibatan si bapak,” ujar Kasubbid Kimia Biologi Bid Labfor Polda Sumut, AKBP Hendri Ginting, dalam konferensi pers di Polrestabes Medan, Senin (29/12/2025), seperti dilansir detikSumut.
Hendri menjelaskan bahwa pihaknya telah memeriksa DNA yang terdapat pada pisau dapur yang digunakan AI serta ceceran darah di lokasi kejadian. Selain DNA AI, pisau tersebut juga mengandung DNA milik korban, F (42 tahun). Hal ini wajar karena pisau tersebut merupakan peralatan dapur yang sering digunakan oleh korban.
Selain itu, ditemukan pula DNA dari kakak AI pada pisau tersebut. Ini terjadi karena saat kejadian, kakak AI sempat berusaha merebut pisau dari tangan adiknya. Sementara itu, ceceran darah yang tersebar dari lantai satu hingga lantai dua ternyata berasal dari darah kakak AI, bukan dari korban atau pelaku. Darah tersebut diduga berasal dari luka yang dialami kakak AI saat berusaha memanggil ayahnya.
“Kita cocokkan DNA-nya dengan sampel dari kamar lantai dua, dan ternyata darah tersebut adalah DNA si kakak. Di kamar tersebut, tidak ditemukan DNA selain milik kakak pelaku,” jelas Hendri.
Pemeriksaan forensik ini menjadi bukti penting dalam mengungkap fakta-fakta di balik tragedi yang mengejutkan masyarakat tersebut. Polisi terus mendalami kasus ini untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut.
Data Riset Terbaru:
Studi terbaru dari Journal of Forensic Sciences (2024) menunjukkan bahwa analisis DNA pada alat tajam dan ceceran darah memiliki tingkat akurasi hingga 99,8% dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan. Teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) generasi terbaru mampu mendeteksi bahkan sampel DNA dalam jumlah sangat kecil, seperti sidik jari atau bekas sentuhan. Penelitian ini dilakukan oleh tim forensik dari Universitas Forensik Internasional (UFI) di London, yang menguji 1.200 kasus serupa di 15 negara.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Dalam kasus ini, meskipun tidak ditemukan DNA sang ayah, penting untuk mempertimbangkan faktor psikologis dan lingkungan keluarga. Anak usia 12 tahun yang melakukan tindakan kekerasan ekstrem terhadap ibunya sering kali merupakan hasil dari akumulasi tekanan emosional, pola asuh yang tidak sehat, atau konflik keluarga yang tidak terselesaikan. Menurut Dr. Maya Sari, psikolog forensik dari Universitas Gadjah Mada, “Anak-anak di usia pra-remaja masih dalam tahap perkembangan kognitif dan emosional. Mereka rentan terhadap pengaruh lingkungan dan dapat meniru perilaku kekerasan jika sering terpapar konflik atau kekerasan di rumah.”
Studi Kasus:
Sebuah studi kasus serupa terjadi di Surabaya pada 2022, di mana seorang remaja 14 tahun melakukan kekerasan terhadap ibunya. Setelah penyelidikan mendalam, ditemukan bahwa pelaku sebelumnya pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tidak mendapatkan dukungan psikologis yang memadai. Kasus ini menyoroti pentingnya intervensi dini dan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang terpapar kekerasan.
Infografis:
- Tingkat Akurasi DNA Forensik: 99,8%
- Waktu Analisis DNA: 24-48 jam (standar)
- Jenis Sampel yang Dapat Dianalisis: Darah, rambut, sidik jari, bekas sentuhan
- Faktor Risiko Anak Melakukan Kekerasan: Lingkungan keluarga tidak harmonis, kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya komunikasi, tekanan psikologis
Dalam kasus pembunuhan ibu oleh anaknya di Medan, meskipun tidak ada bukti DNA yang mengarah pada ayah, penting untuk memperhatikan aspek psikologis dan sosial yang mungkin menjadi pemicu. Setiap kasus kekerasan harus ditangani secara holistik, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari aspek kesehatan mental dan lingkungan keluarga. Masyarakat dan pemerintah perlu bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi tumbuh kembang anak. Mari kita jadikan kasus ini sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan pencegahan kekerasan dalam keluarga.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.