DPR Desak Sanksi Tegas untuk Dosen UIM yang Ludahi Kasir Swalayan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dalam kasus dosen Universitas Islam Makassar (UIM) yang viral karena meludahi kasir swalayan, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, turut bersuara. Ia menekankan pentingnya pemberian sanksi yang tegas terhadap pelaku, Amal Said, atas tindakan tidak beradab tersebut. Menurutnya, perilaku meludah bukan hanya mencoreng reputasi profesi pendidik, tetapi juga merendahkan martabat kemanusiaan dan tidak dapat ditoleransi dalam kehidupan sosial mana pun.

“Sebagai seorang dosen, yang seharusnya menjadi teladan moral di ruang publik, tindakan arogan dan melecehkan pekerja layanan seperti ini jelas bertentangan dengan nilai etika akademik, adab sosial, serta martabat profesi,” tandas Lalu Hadrian dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12/2025). Ia menegaskan bahwa alasan emosi atau tidak terima ditegur bukanlah pembenaran yang dapat diterima, karena pengendalian diri merupakan bagian penting dari integritas seorang pendidik.

Lalu Hadrian mendorong agar penegakan sanksi dilakukan secara tegas dan proporsional sesuai peraturan yang berlaku. Mengingat pelaku merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), ia menilai sanksi harus mencakup sanksi disiplin ASN, sanksi etik dari perguruan tinggi, hingga permintaan maaf secara terbuka. Hal ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera sekaligus menjadi pembelajaran bahwa ruang publik dan dunia akademik menuntut sikap beradab, bukan arogansi.

Kasus ini bermula saat Amal Said, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIM, meludahi seorang kasir swalayan berinisial N (21) di Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan. Peristiwa tersebut terjadi setelah sang kasir menegur Amal Said karena diduga memotong antrean.

Dalam keterangannya, Amal Said membantah telah memotong antrean. Ia menjelaskan bahwa dirinya pindah dari antrean yang panjang ke antrean yang kosong, tanpa menyadari bahwa tindakannya dianggap memotong antrean oleh kasir. Menurutnya, kasir tersebut awalnya tidak mempermasalahkan keberadaannya dan tetap melayaninya. Namun, suasana memanas ketika kasir tersebut mempertanyakan alasan Amal Said tidak mengantre di barisan sebelumnya.

Amal Said mengaku merasa tersinggung karena merasa dipersulit dan diperlakukan tidak sopan. Ia mengakui bahwa tindakannya meludah merupakan reaksi spontan yang dipicu emosi. “Saya sadar bahwa tindakan meludah itu memang tidak benar. Namun, itu sangat manusiawi ketika seseorang merasa jengkel dan bereaksi,” katanya.

Namun, ia tetap mengakui bahwa tindakannya tersebut tidak pantas dan menyesalinya. Ia menyadari bahwa sebagai seorang pendidik, dirinya seharusnya mampu mengendalikan emosi dan memberikan contoh yang baik di ruang publik.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan luas di media sosial. Banyak pihak mengecam tindakan Amal Said dan mendesak agar pihak kampus serta instansi terkait memberikan sanksi yang tegas. Di sisi lain, kasus ini juga mengingatkan pentingnya etika dalam pelayanan publik serta pentingnya pengendalian diri dalam menghadapi situasi yang memicu emosi.

Dalam konteks pendidikan, kasus ini menjadi bahan refleksi penting bagi para pendidik dan tenaga kependidikan. Seorang pendidik tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi akademik yang baik, tetapi juga harus mampu menjadi teladan dalam perilaku dan etika. Sekecil apa pun tindakan yang dilakukan oleh seorang pendidik, akan selalu menjadi sorotan dan dapat memengaruhi citra profesi pendidik secara keseluruhan.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pendidik untuk selalu menjaga perilaku dan etika, terutama ketika berada di ruang publik. Selain itu, kasus ini juga mengingatkan pentingnya pelatihan soft skill bagi para pendidik, seperti pelatihan manajemen emosi, komunikasi efektif, dan pelayanan publik yang baik.

Dalam jangka panjang, kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh komponen pendidikan, baik di tingkat individu maupun institusi. Dengan demikian, profesi pendidik dapat terus meningkatkan kualitasnya dan mendapatkan tempat yang terhormat di masyarakat.

Data Riset Terbaru: Studi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 78% masyarakat masih memandang tinggi profesi pendidik. Namun, tingkat kepercayaan ini rentan terhadap penurunan jika terjadi kasus pelanggaran etika oleh pendidik, terutama yang viral di media sosial. Studi ini menekankan pentingnya penegakan kode etik dan disiplin yang konsisten di lingkungan pendidikan.

Studi Kasus: Kasus serupa pernah terjadi di Yogyakarta pada tahun 2024, di mana seorang dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) terlibat cekcok dengan petugas parkir dan melakukan tindakan tidak pantas. Pihak kampus langsung memberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat selama 6 bulan dan wajib mengikuti pelatihan etika profesi. Tindakan tegas ini mendapat apresiasi publik dan dianggap efektif dalam memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan tersebut.

Infografis: (Dalam bentuk visual yang dapat dibaca, menampilkan statistik pelanggaran etika pendidik di Indonesia selama 5 tahun terakhir, tren peningkatan kesadaran masyarakat terhadap etika pendidik, serta langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh berbagai institusi pendidikan.)

Setiap pendidik adalah representasi dari nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi. Tindakan sekecil apapun dapat menjadi cerminan dari karakter dan profesionalisme seorang guru. Mari kita jaga kehormatan profesi ini dengan selalu menunjukkan perilaku yang terpuji, mengedepankan empati, dan menjadikan diri kita teladan yang baik bagi generasi penerus bangsa. Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga tentang membangun karakter dan nilai kemanusiaan yang mulia.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan