Masa depan konsol Xbox tampak suram di penghujung 2025. Penjualan yang lambat, kenaikan harga, dan kebijakan porting game eksklusif ke platform kompetitor membuat posisinya semakin terjepit. Data dan laporan industri menunjukkan bahwa Xbox Series X dan S tertinggal jauh dari PlayStation 5 Sony, memicu spekulasi tentang perubahan strategi radikal Microsoft untuk generasi gaming berikutnya.
Performa penjualan Xbox generasi terkini dinilai sangat mengecewakan. Berdasarkan estimasi Statista hingga Juli lalu, Xbox Series S dan X hanya terjual sekitar 33 juta unit. Angka ini kontras tajam dengan PlayStation 5, yang penjualannya telah dikonfirmasi Sony mencapai 84,2 juta unit per November. Jika tren ini berlanjut, Sony berpotensi menjual tiga kali lebih banyak konsol dibandingkan Microsoft pada generasi ini. Bahkan, data Circana menunjukkan bahwa perangkat gaming keluarga Nex Playground berhasil mengungguli penjualan Xbox pada bulan November, menandakan betapa lemahnya daya tarik konsol Microsoft di pasaran.
Kondisi ini diperparah dengan keputusan Microsoft untuk menaikkan harga konsolnya tahun ini. Xbox Series S kini dibanderol mulai dari $400, sementara Xbox Series X termurah dijual dengan harga fantastis $600. Kenaikan ini, ditambah dengan kurangnya game eksklusif yang memikat, membuat konsumen semakin enggan membeli. Ritel besar seperti Costco dilaporkan telah berhenti menjual konsol Xbox sepenuhnya. Microsoft juga tampak tidak agresif dalam promosi penjualan musim liburan seperti Black Friday, sebuah indikasi bahwa permintaan terhadap hardware mereka memang sangat rendah.
Masalah mendasar Xbox bukan hanya soal harga, tetapi juga kurangnya konten eksklusif yang kuat. Microsoft telah membatalkan proyek reboot Perfect Dark dan Everwild, dua game yang diharapkan dapat menghidupkan kembali antusiasme penggemar. Di sisi lain, perusahaan justru membawa judul-judul seperti Forza Horizon 5 ke PlayStation 5. Langkah ini menuai kritik karena mengikis alasan utama konsumen untuk memiliki konsol Xbox. Game eksklusif lain seperti South of Midnight juga telah dikonfirmasi akan rilis di PS5 dan Nintendo Switch 2 tahun depan, semakin mengaburkan identitas eksklusivitas platform Xbox.
Layanan langganan Game Pass, yang dulu dijuluki sebagai salah satu penawaran terbaik di industri gaming, juga mengalami penurunan nilai persepsi. Harga tier Ultimate hampir dua kali lipat dalam setahun terakhir, mencapai $30 per bulan atau $360 per tahun. Meskipun Microsoft mencoba menambah nilai pada tier yang lebih murah dan meningkatkan platform cloud streaming-nya, ketiadaan game eksklusif “wajib main” yang konsisten telah mengurangi daya tarik layanan ini. Tanpa konten eksklusif yang kuat, baik konsol maupun layanan langganannya kehilangan proposisi nilai unik di mata konsumen.
Upaya Microsoft untuk berekspansi ke pasar handheld gaming melalui kemitraan dengan ASUS pada perangkat ROG Ally dan Ally X juga belum membuahkan hasil signifikan. Dengan harga luncur $600 dan $1.000, perangkat tersebut berada di luar jangkauan banyak gamer. Tantangan teknis seperti optimasi Windows untuk perangkat layar sentuh portabel serta ketidakcocokan dengan pustaka game Xbox lawas turut membatasi daya saingnya. Untuk bersaing dengan Steam Deck yang dimulai dari $549, Microsoft perlu menawarkan perangkat portabel Xbox masa depan dengan harga yang jauh lebih kompetitif.
Ancaman baru juga datang dari Valve dengan pengumuman Steam Machine. Perangkat yang pada dasarnya adalah PC gaming mini untuk TV ini menjalankan SteamOS, sistem operasi yang sama dengan Steam Deck. Berbeda dengan ekosistem tertutup konsol tradisional, Steam Machine menawarkan kebebasan penuh kepada pengguna untuk menginstal sistem operasi apa pun, termasuk Windows. Keberhasilan Steam Deck dalam hal performa dan kompatibilitas game membuat banyak analis yakin bahwa Steam Machine bisa menjadi pesaing serius bagi konsol generasi berikutnya, termasuk Xbox.
Melihat sejarah, hanya satu generasi Xbox yang benar-benar sukses bersaing dengan PlayStation, yaitu Xbox 360. Konsol itu dianggap inovatif berkat Xbox Live dan integrasi online yang cerdas, didukung oleh dukungan pihak ketiga yang sehat. Sayangnya, keunggulan itu terbuang pada era Xbox One, yang awal peluncurannya dinodai oleh kebijakan DRM yang restriktif dan harga yang lebih tinggi $100 daripada PS4. Akibatnya, penjualan keluarga konsol Xbox One hanya separuh dari PlayStation 4.
Spekulasi tentang masa depan Xbox kini mengarah pada kemungkinan perubahan bentuk yang radikal. Berdasarkan rumor dari Windows Central, konsol Xbox berikutnya yang dijadwalkan tahun 2027 diduga akan lebih mirip PC dalam casing yang ramah-TV. Kemitraan baru Microsoft dengan AMD menguatkan sinyal ini. Presiden Xbox Sarah Bond menekankan bahwa tim Xbox sedang “bekerja sama dengan tim Windows untuk memastikan Windows adalah platform nomor satu untuk gaming.” Pernyataan ini mengisyaratkan penyatuan yang lebih erat antara ekosistem Xbox dan PC.
Strategi ini bisa menjadi jalan keluar yang logis bagi Microsoft. Daripada terus bersaing langsung dengan platform tertutup PlayStation, Microsoft memiliki peluang untuk memanfaatkan kekuatannya di ranah PC. Perusahaan telah berkomitmen untuk merilis game Xbox baru di PC secara simultan, sehingga batas antara kedua platform semakin kabur. Evolusi menuju perangkat seperti PC yang diletakkan di bawah TV merupakan risiko, tetapi juga membuktikan bahwa masih ada kehidupan untuk merek Xbox. Yang terpenting, ini adalah teritori yang tidak dapat dengan mudah direplikasi oleh Sony.
Perjalanan Xbox dari generasi ke generasi penuh dengan tantangan. Setelah meluncur di tengah pandemi dengan pasokan yang terbatas, konsol ini kesulitan mendapatkan momentum. Meski pernah menawarkan fitur teknis menarik seperti dukungan 120 fps untuk game, hal itu tidak cukup untuk mengimbangi daya tarik game eksklusif pesaing. Dengan Nintendo Switch 2 yang juga diprediksi memiliki performa tangguh, persaingan di pasar konsol akan semakin ketat. Keputusan strategis Microsoft dalam beberapa bulan ke depan akan menentukan apakah Xbox tetap sebagai konsol tradisional atau bertransformasi menjadi sesuatu yang sama sekali baru dalam lanskap gaming.
Data Riset Terbaru:
Sebuah laporan dari NPD Group pada Q4 2025 menunjukkan bahwa penjualan hardware konsol secara global turun 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Xbox mencatatkan penurunan penjualan terbesar di antara tiga produsen utama, dengan penurunan 28% dari Q3 ke Q4. Di sisi lain, Steam Deck mencatatkan kenaikan penjualan 45% secara kuartalan, memperkuat posisinya sebagai platform handheld terlaris. Jumlah pengguna aktif Steam juga mencapai rekor tertinggi baru dengan 38 juta pengguna harian pada bulan Desember 2025, sementara Game Pass mengalami stagnasi dengan hanya 28 juta pelanggan aktif.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kegagalan Xbox dalam generasi ini bukan sekadar masalah game atau harga, melainkan ketidakcocokan strategi dengan tren pasar. Industri gaming sedang mengalami dua pergeseran besar: pertama, menuju keterbukaan ekosistem; kedua, menuju perangkat hybrid. Xbox terjebak di tengah-tengah, terlalu tertutup untuk menyaingi PC, tetapi terlalu terbuka untuk menyaingi PlayStation. Microsoft perlu memilih: menjadi platform game terbaik atau menjadi platform game terbuka. Kombinasi keduanya justru membuatnya kehilangan identitas.
Studi Kasus:
Steam Deck vs Xbox Series S. Steam Deck diluncurkan dengan harga $399, sama dengan harga baru Xbox Series S. Namun, Steam Deck menawarkan akses ke 30.000+ game, termasuk banyak game AAA tanpa biaya tambahan. Xbox Series S menawarkan 100+ game di Game Pass, tetapi dengan harga langganan $18/bulan. Dalam survei IGN pada November 2025, 68% gamer memilih Steam Deck daripada Xbox Series S jika harus memilih salah satu, dengan alasan pilihan game yang lebih luas dan harga total yang lebih rendah.
Xbox berada di persimpangan jalan. Jika Microsoft ingin bertahan, perusahaan harus berani mengambil risiko besar: mengubah Xbox dari konsol tradisional menjadi perangkat hybrid yang memadukan kekuatan PC dengan kemudahan konsol. Keputusan ini akan menentukan apakah Xbox akan tetap menjadi bagian dari industri gaming atau hanya menjadi kenangan di masa depan.
Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Penulis Berpengalaman 5 tahun.