Kasus Warga Terbaring 6 Tahun, Dinkes Kota Tasikmalaya Buka Donasi karena Kebutuhan di Luar Layanan Medis

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

TASIKMALAYA, Thecuy.com — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya merespons kondisi seorang warga Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, yang telah terbaring sakit menahun selama enam tahun.

Selain pengawalan layanan medis, Dinkes meminta jajaran Puskesmas membuka donasi sukarela untuk membantu kebutuhan dasar pasien yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam sistem layanan kesehatan formal.

Warga tersebut adalah Rusbandiyah (59), yang sejak sekitar enam tahun terakhir mengalami gangguan kesehatan serius.

Keluhan awal berupa air kencing yang tampak keruh setiap kali buang air kecil.

Kondisinya terus menurun hingga akhirnya tidak mampu beraktivitas dan harus terbaring total.

Dalam kesehariannya, Rusbandiyah dirawat oleh sang suami, Dedi Rustandi (76), di ruang tamu rumah mereka yang sempit dan sekaligus difungsikan sebagai ruang perawatan.

Hampir seluruh kebutuhan dasar pasien—mulai dari makan, berpindah posisi, hingga membersihkan diri—harus dibantu sepenuhnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr. Asep Hendra Hendriana, MM, menegaskan bahwa pasien bukan tidak pernah mendapatkan layanan kesehatan.

Menurutnya, sekitar lima bulan lalu pihak Puskesmas telah melakukan pemeriksaan dan merujuk pasien ke rumah sakit.

“Kasus ini sudah dirujuk oleh Puskesmas. Tapi ini termasuk kasus spesialistik, yakni saraf terjepit di tulang belakang. Itu bukan menjadi tanggung jawab FKTP,” ujarnya, Selasa 23 Desember 2025.

Ia menjelaskan, saraf terjepit di tulang belakang menyebabkan nyeri berkepanjangan hingga pasien tidak mampu duduk maupun berjalan.

Berdasarkan rekam medis, Rusbandiyah tercatat sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan pernah menjalani pemeriksaan lanjutan di rumah sakit.

Namun, penanganan saraf terjepit memiliki keterbatasan.

Operasi dinilai berisiko tinggi, sehingga terapi yang diberikan umumnya sebatas fisioterapi dan obat pereda nyeri.

“Kalau sarafnya tidak dibuka, nyerinya akan terus. Obat hanya membantu sementara. Begitu habis, nyeri muncul lagi,” jelasnya.

Dr. Asep menyebut obat-obatan yang diberikan rumah sakit telah habis sejak sekitar lima bulan lalu dan tidak berlanjut, sehingga kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan signifikan.

Terkait keluhan air seni keruh, ia menilai hal itu berkaitan dengan masalah asupan makanan dan minuman.

Data Riset Terbaru:

Studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (2024) menunjukkan bahwa pasien dengan kompresi saraf tulang belakang kronis memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi sekunder seperti inkontinensia urin dan defekasi, serta depresi akibat keterbatasan mobilitas jangka panjang.

Penelitian ini merekomendasikan pendekatan multidisipliner yang melibatkan neurologi, fisioterapi, psikologi, dan dukungan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Kasus Rusbandiyah menggambarkan tantangan sistem kesehatan dalam menangani penyakit kronis yang membutuhkan perawatan jangka panjang dan multidisipliner.

Sistem BPJS Kesehatan dirancang untuk penyakit akut atau prosedur medis tertentu, namun kurang responsif terhadap kebutuhan pasien kronis yang memerlukan perawatan harian, obat-obatan rutin, dan alat bantu medis.

Kondisi ini menciptakan celah antara layanan kesehatan formal dan kebutuhan riil pasien, yang sering kali harus diisi oleh keluarga dan masyarakat sekitar.

Studi Kasus:

Rusbandiyah, 59 tahun, tinggal di rumah sederhana di Linggajaya. Sejak enam tahun lalu, ia mengalami nyeri hebat akibat saraf terjepit di tulang belakang, membuatnya tidak bisa bergerak.

Suaminya, Dedi Rustandi (76), menjadi perawat utama dengan keterbatasan pengetahuan medis dan sumber daya. Mereka mengandalkan bantuan obat dari Puskesmas yang sering habis, dan tidak mampu membeli obat pereda nyeri yang mahal.

Keluhan air seni keruh yang dialami Rusbandiyah diduga akibat dehidrasi dan infeksi saluran kemih, yang sering terjadi pada pasien yang terbaring lama dan kesulitan buang air.

Infografis:

Faktor Risiko Pasien Terbaring Lama:

– Dekubitus (luka tekan)

– Infeksi saluran kemih

– Otot dan sendi kaku

– Depresi dan gangguan mental

– Malnutrisi

Solusi Berbasis Komunitas:

– Relawan perawatan harian

– Dapur umum untuk pasien kronis

– Pelatihan perawatan keluarga

– Kolektif donasi obat dan alat medis

Perawatan pasien kronis bukan hanya tanggung jawab medis, tapi juga sosial. Dukungan komunitas dan inovasi kebijakan kesehatan berbasis kemanusiaan adalah kunci untuk mengurangi penderitaan seperti yang dialami Rusbandiyah. Mari jadikan kesehatan sebagai hak, bukan beban.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan