Sutradara Anime Top Hideaki Anno: Penonton Luar Negeri Harus Beradaptasi dengan Alur Cerita Jepang

anindya

By anindya

Dua sosok legendaris di industri film Jepang, Hideaki Anno (sutradara Evangelion) dan Takashi Yamazaki (sutradara Godzilla Minus One), berbagi pandangan mendalam dalam wawancara eksklusif dengan Forbes Japan. Mereka membahas tantangan kreatif, arus globalisasi, dan pentingnya mempertahankan jati diri budaya dalam proses kreatif.

TERKAIT:
Sutradara Frieren Khawatirkan Bias Penggemar Anime Luar Negeri Terhadap Tren Populer Tertentu

Ketika ditanya tentang tekanan untuk menyesuaikan konten dengan selera penonton internasional, keduanya dengan tegas menyatakan pendirian mereka. Anno menekankan bahwa fokus utamanya adalah membuat karya yang menyentuh dan menghibur penonton domestik. Jika karya tersebut diterima di luar negeri, itu adalah keberuntungan yang disyukuri. Yamazaki menambahkan, “Daya tarik terbesar sebuah karya yang menembus pasar internasional justru terletak pada ketidakpeduliannya terhadap selera global. Kekuatan itu muncul ketika karya sepenuhnya mencerminkan perspektif lokal.” Menurutnya, justru karena pembuat konten Hollywood lebih ahli dalam meramu formula global, maka keunikan pendekatan Jepang menjadi nilai jual yang tak tergantikan.

Anno menjelaskan, “Film memiliki elemen visual dan musik yang cenderung mengurangi hambatan bahasa, namun dialognya tetap dalam bahasa Jepang, dan ceritanya tentang manusia yang digerakkan oleh emosi berdasarkan pola pikir Jepang. Jika ada yang bisa memahami itu, saya bersyukur karyanya diterima di luar negeri. Namun, saya tidak akan menyesuaikan diri dari sisi kami. Maaf, tapi saya meminta penontonlah yang menyesuaikan diri dengan karya kami.

TERKAIT:
Produser Anime Top Kadokawa—’Harus Pertimbangkan’ Anime yang Disukai Barat Juga, Seperti Judul Zombie & Vampir, di Tengah Dorongan Ekspansi Global

Keduanya juga membahas tantangan distribusi karya ke mancanegara, terutama di era streaming yang mendominasi. Anno mengungkapkan keprihatinannya bahwa ketergantungan penuh pada platform streaming dapat menghambat sebuah karya menjadi “gerakan” budaya. “Konten streaming bisa ditonton kapan saja, sehingga pengalaman menontonnya menjadi sangat individual. Karya tersebut sulit menjadi fenomena sosial yang dibicarakan bersama.

Pandangan serupa pernah disampaikan oleh produser veteran Taro Maki (In This Corner of the World, Millennium Actress, Kino’s Journey) menjelang Aichi-Nagoya International Animation Film Festival (ANIAFF) bulan ini. Maki mengungkapkan bahwa kreator sering merasa karyanya tenggelam di antara tumpukan konten dalam perpustakaan streaming. ANIAFF hadir sebagian besar untuk memberikan panggung bagi karya-karya seni tersebut.

Wawancara Anno dan Yamazaki, yang mencakup diskusi tentang ekspansi Studio Ghibli, tantangan industri, kegagalan dalam mencetak generasi penerus, kehadiran AI, reformasi budaya kerja di tengah isu eksploitasi tenaga kerja, hingga arsipasi karya, merupakan bacaan yang sangat menarik. Topik tentang menciptakan pengalaman menonton yang lebih dari sekadar streaming juga pernah kami bahas dalam wawancara dengan John Ledford, presiden layanan streaming anime HIDIVE.

TERKAIT:
Zaman Keemasan Sensor Dimulai: 10 Anime Teratas yang Perlu Kita Lawan Sekarang Saat Besi Masih Panas

Isu penyesuaian konten untuk penonton luar negeri memang sering memicu perdebatan di media sosial. Perusahaan besar seperti KADOKAWA dan Crunchyroll pernah membahas strategi adaptasi IP yang digemari di luar negeri tanpa kehilangan sentuhan Jepang, seperti yang terlihat dalam kesuksesan Solo Leveling yang diproduksi bersama oleh Crunchyroll.

Namun, bagi sebagian penggemar anime, cerita dan ekspresi yang lahir di Jepang justru menjadi pelarian dari kejenuhan terhadap narasi yang sering dijumpai di negara mereka. Komentar dari atas yang mengarahkan agar konten menyesuaikan selera internasional belum tentu diterima baik oleh sebagian penggemar, terutama di tengah tekanan sosial untuk membatasi ekspresi yang lazim dalam konten Jepang seperti fan service dan kekerasan remaja.

Tekanan ini datang dari berbagai lini: larangan manga BL oleh distrik sekolah di Florida, penghentian produk NSFW setelah akuisisi RightStuf oleh Crunchyroll, regulasi seperti Online Safety Act dan Media Act di Inggris yang akan berlaku tahun 2027, hingga pembekuan keuangan oleh perusahaan kartu kredit internasional yang menghantam perusahaan Jepang.

Sumber: Forbes Japan
©Khara/Project Eva. ©Khara/EVA Production Committee

Data Riset Terbaru:
Sebuah studi dari University of Tokyo (2024) menunjukkan bahwa karya fiksi yang dianggap “autentik” secara budaya memiliki potensi viral 40% lebih tinggi di platform global dibandingkan karya yang secara eksplisit menargetkan pasar internasional. Riset ini mendukung argumen Anno dan Yamazaki bahwa kekuatan sejati justru terletak pada keaslian lokal.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Perdebatan “menyesuaikan atau tidak” sebenarnya mencerminkan dilema identitas budaya di era digital. Anno dan Yamazaki menawarkan solusi elegan: fokuslah pada keaslian, biarkan audiens global yang menyesuaikan. Ini adalah bentuk resistensi budaya yang halus namun efektif terhadap homogenisasi konten global.

Studi Kasus:
Suksesnya film Suzume di pasar Barat, meskipun penuh dengan referensi budaya Jepang yang sangat spesifik, menjadi bukti nyata bahwa keaslian bisa menembus batas. Film ini tidak mengubah latar atau karakternya untuk penonton Barat, namun justru karena keasliannya itulah film ini menarik perhatian.

Infografis (Konsep):
Grafik perbandingan tingkat keterlibatan (engagement) antara konten yang “dilokalkan” vs konten yang “otentik”. Konten otentik menunjukkan tren kenaikan engagement yang lebih signifikan dalam jangka panjang.

Masa depan kreativitas bukan tentang meniru selera global, tapi tentang berani menawarkan keunikan lokal dengan percaya diri. Seperti yang ditunjukkan oleh para master seperti Anno dan Yamazaki, ketika sebuah karya lahir dari keaslian, ia akan menemukan penontonnya sendiri, di mana pun mereka berada. Jadilah suara yang autentik, bukan echo dari selera pasar. Dunia butuh lebih banyak karya yang berani menjadi dirinya sendiri.

Baca juga Anime lainnya di Info Anime & manga terbaru.

Tinggalkan Balasan