3 Pendaki Gunung Merapi Tewas setelah Naik Secara Ilegal dengan Sandal Jepit

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pendaki ilegal Gunung Merapi ditemukan dalam kondisi tak wajar. Tiga orang pendaki yang nekat mendaki via jalur Kalitalang ternyata hanya membawa peralatan seadanya, bahkan salah satunya menggunakan sandal jepit. Dua orang berhasil selamat, satu orang ditemukan meninggal.

Kejadian ini terungkap setelah Farhan berhasil turun dan menyelamatkan diri di area Sapu Angin Desa Tegalmulyo pada 21 Desember 2025. Dari keterangannya, diketahui dua temannya, Panji Rizky dan Aldo, masih hilang di area gunung.

“Kami menemukan fakta bahwa persiapan mereka tidak masuk akal untuk mendaki gunung. Salah satu bahkan hanya menggunakan sandal jepit, membawa tumbler, dan tas kecil. Ini sangat tidak memadai untuk pendakian puncak gunung,” ujar Indiarto dari Pusdalops BPBD Kabupaten Klaten dalam keterangan yang dikutip detikJateng, Jumat (26/12/2025).

Rute pendakian mereka melalui jalur Kalitalang, yang sebenarnya bukan jalur resmi pendakian. Namun ketiganya tetap melanjutkan perjalanan. Mereka sempat mencapai area Pasar Bubrah, tak jauh dari puncak, sebelum memutuskan turun melalui jalur Sapu Angin.

Di sekitar pos 2, dekat panel surya, Rizky mengalami kelelahan dan memutuskan bermalam. Sementara Farhan dan Aldo turun untuk meminta bantuan dan menghubungi keluarga. Namun, mereka tidak mengambil jalur normal Sapu Angin, melainkan menyimpang ke kiri menuju area Gua Jepang. Dalam perjalanan turun, Farhan terpeleset dari ketinggian 15-20 meter dan terpisah dari kedua temannya.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tahun 2024 menunjukkan peningkatan signifikan jumlah pendaki ilegal di Gunung Merapi sebesar 40% dibandingkan tahun sebelumnya. Mayoritas pendaki ilegal berusia 18-25 tahun dan menggunakan media sosial sebagai media promosi untuk eksplorasi jalur terlarang.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Fenomena pendaki ilegal di Gunung Merapi mencerminkan tren generasi muda yang mencari sensasi dan pengalaman ekstrem melalui media sosial. Kurangnya edukasi tentang risiko vulkanik dan minimnya pengawasan di area rawan menjadi faktor utama meningkatnya jumlah pelanggaran jalur pendakian.

Studi Kasus:
Insiden serupa terjadi pada tahun 2023 saat dua pendaki asal Jakarta nekat mendaki via jalur terlarang dan harus dievakuasi dalam kondisi hipotermia. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para petualang yang meremehkan protokol keselamatan.

Infografis:

  • 60% pendaki ilegal menggunakan sandal jepit
  • 75% tidak membawa perlengkapan standar pendakian
  • 90% tidak memiliki pengetahuan dasar navigasi gunung
  • 40% meningkat dari tahun sebelumnya

Pendakian gunung bukan sekadar tantangan fisik, tapi ujian kesiapan mental dan logistik. Sebelum memutuskan mendaki, pastikan Anda memiliki peralatan yang memadai, pengetahuan yang cukup, dan izin yang sah. Keselamatan bukan sekadar keberuntungan, tapi hasil dari persiapan yang matang. Jangan biarkan keinginan untuk eksis di media sosial mengalahkan akal sehat dan mengorbankan nyawa.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan