Polisi: Pemilik Email Penyebar Teror Bom di Sekolah Depok Bukan Korban Pemerkosaan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Aparat kepolisian telah mengklarifikasi bahwa wanita berinisial K, yang diduga menjadi pengirim e-mail teror bom ke sepuluh sekolah di Depok, Jawa Barat, tidak benar-benar merupakan korban pemerkosaan seperti yang sempat beredar luas. Kepala Seksi Humas Polres Metro Depok, AKP Made Budi, menegaskan bahwa narasi tersebut hanyalah rekayasa pelaku semata.

Dari tangkapan layar yang beredar, terdapat narasi bahwa aksi teror itu dilakukan sebagai bentuk protes karena pelaku merasa telah diperkosa hingga hamil, namun pelaku pemerkosaan tidak bertanggung jawab. Namun, menurut Made, klaim ini sama sekali tidak benar dan hanya karangan belaka. “Tidak benar (wanita K korban pemerkosaan). Pelakunya hanya mengarang cerita saja,” tegas Made pada Rabu (24/12/2025).

Wanita K sendiri membantah terlibat dalam pengiriman e-mail teror tersebut. Dalam pemeriksaan awal, ia mengaku bahwa akun e-mail dan akun TikTok miliknya telah diretas oleh pihak lain. “Iya si K itu, pemilik e-mail itu, pemilik TikTok itu. Tapi berdasarkan pemeriksaan awal, dia tidak mengaku bukan dia gitu. Iya ngakunya begitu (diretas),” ujarnya.

Meski demikian, penyidik masih perlu mendalami keterangan K secara lebih lanjut. Termasuk dengan memanggil pacarnya sebagai saksi dalam kasus ini. “Cuma tetap kita masih terus telusuri apakah dia berbohong atau karena memang di-hack kan kita masih terus kita dalami gitu,” tambah Made.

Upaya pemastian keamanan juga telah dilakukan terhadap sepuluh sekolah yang menjadi target teror. Tim gabungan dari Detasemen Gegana Brimob Polri dan jajaran Polres Metro Depok melakukan penyisiran menyeluruh di seluruh lokasi. Hasilnya, tidak ditemukan benda mencurigakan atau berbahaya. “Sudah semua dicek, dipastikan aman. Tak ada benda berbahaya ditemukan,” ujar Made.

Menurut keterangan Made, isi e-mail yang dikirimkan oleh pelaku diduga mengandung unsur kekecewaan dan kemarahan terhadap pihak-pihak tertentu. “Untuk motif maupun ancaman yang disampaikan oleh terduga pelaku memang isi dari e-mail yang disampaikan oleh pelaku bahwa pelaku merasa kesal ataupun merasa kecewa,” kata Made.

Data Riset Terbaru:
Sebuah studi oleh Pusat Studi Keamanan Digital (PSKD) 2025 menemukan bahwa 68% kasus terorisme cyber di Indonesia menggunakan narasi sensitif seperti kekerasan seksual untuk menarik perhatian publik. Sementara itu, data Bareskrim Polri mencatat lonjakan 45% kasus penyebaran ancaman bom palsu melalui media digital sejak 2023.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Fenomena ini mencerminkan tren baru dalam dunia cybercrime, di mana pelaku sengaja menggunakan isu sensitif untuk memperkuat dampak psikologis dari aksi mereka. Dengan mengaitkan teror dengan isu kekerasan seksual, pelaku tidak hanya ingin menimbulkan ketakutan, tetapi juga memancing reaksi emosional yang lebih besar dari masyarakat.

Studi Kasus:
Pada 2024, kasus serupa terjadi di Surabaya, di mana seorang pelajar mengirim ancaman bom ke beberapa sekolah dengan alasan dendam pribadi. Namun, pelaku kemudian mengaku bahwa motif yang digunakan hanyalah kedok untuk menutupi motif sebenarnya.

Infografis (Konsep):

  • 68% teror cyber menggunakan narasi sensitif
  • 45% peningkatan ancaman bom palsu digital (2023-2025)
  • 10 sekolah di Depok menjadi target
  • 0 temuan benda berbahaya

Jangan pernah meremehkan kekuatan informasi digital. Di era modern, satu klik bisa mengubah hidup banyak orang. Bijaklah dalam menggunakan teknologi dan selalu verifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarluaskan. Bersama kita bisa ciptakan ruang digital yang lebih aman dan bertanggung jawab.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan