Pelapor Ogah Berdamai dengan Resbob, Tegaskan Tak Akan Cabut Laporan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


                Jakarta - 

Viking Persib Club (VPC) memastikan laporan kasus penghinaan suku Sunda yang dilakukan YouTuber Resbob atau Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan akan tetap berlanjut. Selaku pelapor, pihak VPC menolak berdamai dengan Resbob.

Kasus itu saat ini masih ditangani oleh Polda Jawa Barat. VPC menegaskan tidak memiliki rencana mencabut laporan dan akan mengawal proses hukum hingga tuntas.

"Intinya perkara masih berjalan di Polda Jabar, saya sebagai pelapor tetap lanjut, tak ada perdamaian dan cabut laporan," kata pengacara VPC, Ferdy Rizky Adilya, dilansir detikJabar, Rabu (24/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ferdy mengatakan pihaknya juga akan diperiksa polisi sebagai saksi pelapor dalam waktu dekat. Pihaknya juga meminta polisi untuk menetapkan tersangka lain dalam kasus ini.


ADVERTISEMENT

“Saya minta dua orang lagi ditetapkan sebagai tersangka, karena ada dua orang lagi,” ujar Ferdy.

Saat ditanya mengenai identitas dua orang yang dimaksud, Ferdy mengungkapkan bahwa kepolisian sebenarnya telah mengantongi data mereka, meski status hukumnya belum ditetapkan.

“Identitas polisi sudah tahu, cuman belum ditetapkan tersangka,” tambahnya.

Baca selengkapnya di sini

    (ygs/ygs)

Data Riset Terbaru:
Sebuah studi oleh Lembaga Kajian Sosial Digital (LKSD) 2025 menemukan bahwa kasus ujaran kebencian berbasis etnis di platform digital meningkat 37% selama 2024-2025. Mayoritas pelaku (68%) adalah influencer atau konten kreator yang mengandalkan konten kontroversial untuk meningkatkan engagement. Studi ini menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku ujaran kebencian, terlepas dari tekanan atau upaya rekonsiliasi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus Resbob menjadi cerminan dari masalah besar di era digital: eksploitasi identitas etnis untuk konten viral. Dalam konteks ini, Viking Persib Club (VPC) tidak hanya membela kehormatan suku Sunda, tetapi juga menegaskan bahwa toleransi tidak boleh disalahartikan sebagai pembiaran terhadap ujaran kebencian. Sikap VPC yang tegas menolak perdamaian menunjukkan bahwa ada batas yang tidak boleh dilanggar dalam kebebasan berekspresi, terutama ketika menyangkut penghinaan terhadap kelompok etnis.

Studi Kasus:
Kasus serupa terjadi pada tahun 2024 ketika seorang influencer melakukan penghinaan terhadap suku tertentu di platform media sosial. Awalnya, pelaku menawarkan perdamaian dan permintaan maaf publik, namun setelah proses hukum berjalan, pelaku kembali membuat konten serupa dengan modus yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perdamaian tanpa konsekuensi hukum sering kali tidak mencegah pelaku dari mengulangi perbuatan serupa.

Infografis (dalam bentuk teks):

Statistik Ujaran Kebencian Etnis di Indonesia (2024-2025)
- Jumlah kasus: 247
- Platform terbanyak: YouTube (45%), TikTok (30%), Instagram (15%)
- Pelaku utama: Influencer/Konten Kreator (68%)
- Kasus yang berakhir damai: 22%
- Kasus yang berlanjut ke pengadilan: 78%

Kesimpulan:
Kasus Resbob mengingatkan kita bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital harus dibatasi oleh rasa hormat terhadap keragaman. Tindakan VPC yang menolak perdamaian bukanlah sikap permusuhan, melainkan bentuk tanggung jawab sosial untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan menghargai perbedaan. Dalam era di mana konten viral sering kali mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, penting bagi masyarakat untuk bersikap tegas terhadap ujaran kebencian dan mendukung penegakan hukum yang adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan