Bos Buruh Kompak Sebut Kenaikan UMP Jakarta di Bawah Standar Hidup Layak

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah secara resmi menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,17% atau sekitar Rp 333.115. Keputusan ini diambil berdasarkan indeks alfa 0,75, yang diklaim berada di atas tingkat inflasi DKI Jakarta.

Namun, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, mengungkapkan bahwa penetapan ini masih jauh dari harapan para pekerja. Ia merujuk pada survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 yang menunjukkan biaya hidup di DKI Jakarta mencapai Rp 14 juta per bulan, sementara data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan biaya hidup sebesar Rp 5,8 juta per bulan.

Mirah mengakui bahwa kenaikan UMP sebesar 6,17% memang sudah di atas inflasi DKI Jakarta. Namun, menurutnya, hal ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil pekerja. Ia menilai bahwa formula penghitungan dengan indeks alfa 0,75 masih lebih menekankan aspek makro ekonomi, sementara kondisi riil di lapangan menunjukkan biaya hidup pekerja di Jakarta meningkat jauh lebih tinggi.

“Kami mencatat kenaikan harga kebutuhan pokok, sewa hunian, transportasi, hingga pendidikan dan kesehatan terus menekan daya beli pekerja. Karena itu, ASPIRASI menilai kenaikan 6,17% masih belum sesuai dengan hitung-hitungan kebutuhan hidup layak pekerja di DKI Jakarta,” ujar Mirah kepada Thecuy.com, Rabu (24/12/2025).

Meskipun demikian, Mirah menyatakan bahwa ASPIRASI tidak berencana menggelar aksi protes terhadap penetapan tersebut. Ia lebih memilih untuk mendorong penetapan UMP ke depan agar tidak hanya berpatokan pada formula semata, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan hidup pekerja yang aktual.

“Kalau sudah ditetapkan maka aksi menjadi sia-sia. Paling tidak yang kami lakukan adalah mengawal implementasi UMP agar benar-benar dijalankan oleh perusahaan, khususnya di wilayah industri padat karya. Harapannya, kebijakan pengupahan ke depan tidak hanya mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga benar-benar menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya,” tambahnya.

Senada dengan itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, juga menilai bahwa penetapan UMP di Jakarta masih berada di bawah batas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) DKI Jakarta yang berada di angka Rp 5,8 juta.

“Kalau hitungan kami minimal harus sesuai KHL DKI Jakarta yaitu sekitar Rp 5,8 juta-an. Dengan menggunakan alfa 0,75 naiknya sebesar 6,17% sehingga UMP Jakarta 2026 menjadi sebesar Rp 5,7 juta-an, tentu masih di bawah KHL,” jelasnya.

Ristadi menilai bahwa ketetapan ini menjadi konsekuensi dari formulasi kenaikan upah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menetapkan jalan tengah indeks alfa tertinggi sebesar 0,9.

Namun, ia mengaku bingung dengan dasar penetapan UMP di DKI Jakarta yang berada di bawah Kota Bekasi. Menurutnya, berdasarkan jenis dan skala usaha, Jakarta seharusnya lebih tinggi dibanding Kota Bekasi.

“Base konstruksinya tidak jelas, kalau berdasar jenis dan skala usaha, Jakarta lebih tinggi dari Kota Bekasi. Kalau berdasar kebutuhan hidup, survei BPS mengatakan lebih tinggi dari Kota Bekasi. Tetapi upahnya lebih rendah dari Kota Bekasi. Bekasi tahun 2026 sebesar Rp 5,99 juta, sementara Jakarta Rp 5,72 juta,” imbuhnya.

Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, mengaku menerima keputusan tersebut. Namun, ia menekankan bahwa Pemprov DKI Jakarta harus memberikan sejumlah stimulus bagi para pekerja.

“KSPSI prinsipnya menerima dengan catatan Gubernur harus memberikan stimulan-stimulan untuk pekerja, seperti jaminan harga sembako murah, pendidikan yang baik, pelayanan kesehatan, transportasi yang terjangkau, juga perumahan pekerja. Semua itu akan mengurangi beban pekerja,” tegasnya.

Data Riset Terbaru:

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, inflasi di DKI Jakarta mencapai 3,2% secara tahunan. Sementara itu, indeks harga konsumen (IHK) di DKI Jakarta menunjukkan kenaikan sebesar 4,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan indeks alfa 0,75 untuk kenaikan UMP.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Kenaikan UMP sebesar 6,17% memang terlihat signifikan, namun jika dibandingkan dengan kenaikan biaya hidup riil di Jakarta, angka ini masih belum mencukupi. Faktor-faktor seperti kenaikan harga pangan, transportasi, dan perumahan menjadi beban tambahan bagi pekerja. Oleh karena itu, perlu adanya formula penghitungan yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.

Studi Kasus:

Sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Ekonomi dan Ketenagakerjaan (LKEK) pada tahun 2025 terhadap 1.000 pekerja di DKI Jakarta menunjukkan bahwa 70% responden merasa bahwa UMP saat ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Mayoritas responden menghabiskan lebih dari 60% dari penghasilan mereka untuk kebutuhan pokok seperti makanan, transportasi, dan perumahan.

Infografis:

  • Kenaikan UMP DKI Jakarta 2026: 6,17% (Rp 333.115)
  • UMP DKI Jakarta 2025: Rp 5.388.884
  • UMP DKI Jakarta 2026: Rp 5.721.999
  • KHL DKI Jakarta: Rp 5.800.000
  • Inflasi DKI Jakarta 2025: 3,2%

Kenaikan UMP ini diharapkan dapat sedikit meringankan beban hidup pekerja di Jakarta, namun perlu adanya kebijakan tambahan yang lebih menyentuh langsung kebutuhan riil pekerja dan keluarganya. Dengan pendekatan yang lebih holistik dan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, diharapkan kesejahteraan pekerja di DKI Jakarta dapat meningkat secara signifikan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan