Menteri PPPA Usulkan Tenda Pengungsi Bencana Sumatera Berbasis Keluarga

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan komitmen pemerintah dalam memastikan kebutuhan dasar perempuan dan anak korban bencana alam di Sumatera terpenuhi. Koordinasi intensif terus dilakukan dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait.

Dalam keterangan resminya usai menghadiri peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan oleh MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (22/12/2025), Arifah Fauzi menekankan pentingnya pendekatan berbasis keluarga dalam penanganan pengungsi. Ia mengusulkan agar tenda-tenda pengungsian disusun secara berkeluarga guna mencegah potensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Tenda berbasis keluarga ini menjadi prioritas utama kami. Dengan sistem ini, diharapkan dapat meminimalisir risiko kekerasan yang mungkin terjadi di tengah kondisi darurat seperti ini,” ujar Arifah Fauzi.

Selain itu, Menteri PPPA juga mendorong penyediaan fasilitas sanitasi yang lebih memperhatikan aspek keamanan dan privasi. Salah satu upayanya adalah dengan memisahkan toilet antara laki-laki dan perempuan di lokasi pengungsian.

“Kami juga mengusulkan toilet yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Ini penting untuk menjaga privasi dan rasa aman para pengungsi, terutama bagi perempuan dan anak-anak,” jelasnya.

Arifah Fauzi menambahkan bahwa timnya kini tengah mempersiapkan berbagai program pemulihan dan penguatan bagi perempuan yang menjadi korban bencana. “Ini yang menjadi prioritas utama kami. Kami sedang mempersiapkan langkah-langkah konkret untuk penguatan perempuan-perempuan yang telah kehilangan segalanya akibat bencana ini,” ujarnya.

Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanganan bencana, Arifah Fauzi mengakui masih terdapat beberapa kebutuhan masyarakat yang belum sepenuhnya terpenuhi. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin.

“Kami dari pemerintah sudah melakukan banyak hal, walaupun masih ada yang belum terpenuhi. Tetapi kami sudah berupaya semaksimal mungkin,” ungkap Arifah Fauzi.

Untuk memastikan penanganan yang tepat sasaran, Kementerian PPPA telah melakukan koordinasi langsung dengan dinas-dinas terkait di daerah terdampak bencana. Fokus utama koordinasi ini adalah mengetahui posisi dan kondisi perempuan serta anak-anak di lokasi bencana.

“Kami langsung koordinasi dari kementerian dengan dinas terkait. Kami ingin tahu posisi perempuan-perempuan ada di mana, posisi anak-anak ada di mana. Yang bisa kita jangkau, kita lakukan trauma healing. Dan yang paling prioritas adalah pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak,” pungkas Arifah Fauzi.

Data Riset Terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2025 menunjukkan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan kelompok paling rentan saat bencana alam terjadi. Studi ini menyebutkan bahwa 68% perempuan pengungsi mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas sanitasi yang aman dan memadai. Selain itu, risiko kekerasan berbasis gender meningkat hingga 40% selama masa darurat bencana.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Pendekatan berbasis keluarga dalam penanganan pengungsi merupakan langkah strategis yang tidak hanya menjaga keutuhan sosial, tetapi juga menjadi benteng pertahanan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Dengan mengelompokkan pengungsi berdasarkan struktur keluarga, pemerintah dapat lebih mudah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan spesifik setiap anggota keluarga.

Studi kasus dari penanganan bencana serupa di Sulawesi Tengah tahun 2018 menunjukkan bahwa pendekatan berbasis keluarga berhasil menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 55%. Infografis yang dirilis oleh UNICEF juga menunjukkan bahwa pengungsi yang tinggal dalam tenda berbasis keluarga memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal dalam tenda campuran.

Dalam situasi bencana, ketersediaan fasilitas sanitasi yang aman dan terpisah antara laki-laki dan perempuan bukan hanya soal kenyamanan, tetapi merupakan hak dasar yang harus dipenuhi. Pemisahan toilet ini dapat menjadi langkah awal dalam membangun rasa aman dan menjaga martabat para pengungsi, terutama perempuan dan anak-anak.

Ketahanan perempuan pasca bencana bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga tentang memberikan ruang bagi mereka untuk pulih secara emosional dan membangun kembali kehidupan. Dengan pendekatan yang tepat dan koordinasi yang solid antar lembaga, pemulihan pasca bencana dapat dilakukan secara lebih holistik dan berkelanjutan. Mari bersama-sama mendukung langkah-langkah konkret pemerintah dalam melindungi dan memulihkan kehidupan perempuan dan anak-anak korban bencana.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan