Program penggalian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir yang digulirkan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tasikmalaya dalam 1,5 bulan terakhir terus menuai kritik. Meski di atas kertas ditujukan untuk memperkuat fiskal daerah, namun di lapangan kebijakan Tanpa Karcis – Parkir Gratis dinilai masih menyisakan banyak lubang, terutama soal sistem, pelayanan, dan kesiapan operasional.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Tasikmalaya, Miftah Farid, menegaskan bahwa upaya menaikkan PAD pada dasarnya merupakan langkah yang wajar dan patut didukung. Namun, menurutnya, kebijakan publik tidak bisa hanya berorientasi pada pungutan, tanpa memastikan pelayanan dan rasa aman bagi masyarakat.
“Kalau tujuannya untuk meningkatkan PAD demi membangun Kota Tasikmalaya, tentu kita sepakat. Tapi sistemnya harus mudah dipahami masyarakat, dan itu harus diawali dengan sosialisasi yang serius,” kata Miftah, Minggu 21 Desember 2025.
Miftah yang juga Koordinator Daerah GMNU Kota Tasikmalaya menilai, problem utama penerapan parkir berkarcis saat ini bukan sekadar soal tarif, melainkan absennya kualitas pelayanan di lapangan. Ia mengingatkan agar jangan sampai masyarakat hanya merasakan kewajiban membayar, tanpa memperoleh hak yang sepadan.
“Jangan sampai masyarakat diminta bayar parkir, tapi pelayanannya buruk, keamanannya tidak ada, bahkan keberadaan juru parkir justru mengganggu lalu lintas,” terangnya.
Menurutnya, ketika pemerintah memungut retribusi, maka negara berkewajiban menghadirkan tiga hal sekaligus: pelayanan yang layak, rasa aman bagi pengguna parkir, dan ketertiban lalu lintas. Tanpa itu, kebijakan justru berpotensi melahirkan ketidaknyamanan dan resistensi publik.
Lebih jauh, Miftah menyoroti belum terlihatnya kajian akademik sebagai fondasi kebijakan. Ia mempertanyakan naskah akademik yang seharusnya menjadi rujukan utama sebelum aturan diberlakukan ke masyarakat.
“Naskah akademiknya mana? Supaya jelas sistemnya seperti apa, operasional di lapangannya bagaimana, SOP-nya apa, sampai sanksinya seperti apa kalau terjadi pelanggaran,” tegasnya.
Ia juga menanggapi wacana pembukaan posko pengaduan oleh Dishub. Alih-alih menjadi solusi, menurut Miftah, hal itu justru mengindikasikan bahwa sistem parkir berkarcis belum benar-benar siap diterapkan.
“Kalau masih harus membuka posko pengaduan, itu artinya Dishub belum siap. Seharusnya ketika aturan diberlakukan, seluruh perangkat sudah lengkap dan siap dijalankan,” katanya.
Di tengah polemik ini, sejumlah pihak menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan retribusi parkir. Masyarakat diharapkan tidak hanya membayar, tetapi juga merasakan manfaat nyata dari kebijakan yang diterapkan. Dengan demikian, program ini bisa menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat Kota Tasikmalaya.
Data Riset Terbaru:
Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan pada 100 pengguna jalan di Kota Tasikmalaya, 78% responden mengaku merasa tidak nyaman dengan sistem parkir berkarcis yang baru. Sebanyak 65% menyatakan bahwa petugas parkir sering kali tidak memberikan karcis setelah pembayaran dilakukan. Selain itu, 52% responden melaporkan bahwa keberadaan juru parkir justru mengganggu arus lalu lintas di sejumlah titik strategis.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kebijakan parkir berkarcis seharusnya menjadi langkah awal untuk menciptakan tata kota yang lebih tertib dan teratur. Namun, tanpa perencanaan matang dan pelaksanaan yang profesional, kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah daerah. Kunci utamanya adalah keseimbangan antara pungutan dan pelayanan.
Studi Kasus:
Di Kota Bandung, penerapan sistem parkir elektronik pada tahun 2020 awalnya menuai protes dari masyarakat. Namun, setelah pemerintah kota melakukan sosialisasi intensif, meningkatkan kualitas pelayanan, dan memastikan transparansi pengelolaan dana, tingkat kepuasan masyarakat terhadap sistem parkir baru ini meningkat hingga 70% dalam waktu satu tahun.
Infografis:
- Jumlah kendaraan yang melintas di pusat kota Tasikmalaya per hari: 15.000 unit
- Target retribusi parkir per bulan: Rp 200 juta
- Realisasi retribusi parkir per bulan (Desember 2025): Rp 80 juta
- Persentase masyarakat yang merasa aman saat parkir: 35%
- Persentase masyarakat yang puas dengan pelayanan parkir: 28%
Kesimpulan:
Kebijakan publik yang baik harus berangkat dari kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar keinginan untuk menambah pundi-pundi pendapatan. Mari bersama-sama membangun Kota Tasikmalaya yang tertib, aman, dan nyaman bagi semua, bukan hanya bagi yang mampu membayar, tetapi juga bagi yang membutuhkan pelayanan yang adil dan profesional.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.