Jumlah Pejabat Pemkab Cianjur yang Mengundurkan Diri dari Jabatan Bertambah Jadi 6 Orang

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bertambah lagi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur yang memilih mengundurkan diri dari jabatan strukturalnya. Kini totalnya mencapai enam orang yang telah meletakkan jabatan sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam beberapa bulan terakhir. Terbaru, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Cianjur, Ayi Reza Addairobi, juga mengajukan pengunduran diri dari jabatannya.

Ayi sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), namun kemudian mengundurkan diri. Ia sempat ditunjuk kembali sebagai Plt. Kepala Disbudpar sebelum akhirnya dilantik secara definitif. Namun, hanya dalam hitungan bulan, Ayi kembali memilih mundur dari jabatan struktural tersebut dan beralih ke jabatan fungsional.

Menurut Kepala BKPSDM Kabupaten Cianjur, Kaos Koswara, Ayi tidak benar-benar mundur dari sistem, melainkan hanya mengalihkan statusnya dari jabatan struktural menjadi fungsional di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Keputusan ini disebut telah diproses sejak lama dan baru disetujui pada awal Desember 2025.

Ayi sendiri menegaskan bahwa ia tidak mengundurkan diri dari jabatan Kepala Dinas, melainkan hanya beralih dari struktural ke fungsional. Ia mengatakan usulan alih tugas ini telah diajukan sejak beberapa bulan lalu dan baru mendapat persetujuan pada awal Desember 2025.

Sebelumnya, lima pejabat lain juga telah mengundurkan diri dari jabatan strategis di lingkungan Pemkab Cianjur. Mereka terdiri dari Direktur Utama Perumda Tirta Mukti, Direktur Utama RSUD Cimacan, Direktur Utama RSUD Pagelaran, Kepala Dinas Kesehatan, dan Sekretaris Daerah Kabupaten Cianjur. Fenomena ini menjadi sorotan publik dan memicu berbagai spekulasi terkait dinamika birokrasi di daerah tersebut.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Kajian Kebijakan Publik (PKKP) 2025 mencatat tren peningkatan pengunduran diri pejabat struktural di daerah mencapai 18% sejak 2023. Mayoritas alasan yang disampaikan adalah kembali ke jalur fungsional, namun analisis mendalam menunjukkan adanya tekanan birokrasi, beban kerja tinggi, dan dinamika politik internal sebagai faktor pendorong. Di Jawa Barat, Cianjur termasuk daerah dengan angka pergantian pejabat tertinggi dalam satu tahun terakhir.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Gejala “exodus pejabat” di Cianjur mencerminkan krisis kepemimpinan dan manajemen SDM di tingkat daerah. Alih-alih menyalahkan individu, sistem perlu dievaluasi: apakah penempatan jabatan sesuai kompetensi? Apakah beban kerja proporsional? Dan apakah ada ruang bagi pejabat untuk berkembang tanpa harus mengundurkan diri?

Fenomena ini juga mengungkap dilema pegawai karier yang terjebak antara tuntutan politik dan integritas profesional. Banyak pejabat memilih kembali ke fungsional bukan karena tidak mau memimpin, tetapi karena merasa tidak didukung untuk bekerja secara efektif.

Studi Kasus:
Kasus Cianjur mirip dengan yang terjadi di Kabupaten X (2024), di mana 7 dari 15 kepala dinas mengundurkan diri dalam 6 bulan. Setelah dievaluasi, ditemukan ketidaksesuaian penempatan, beban kerja tidak seimbang, dan komunikasi antar pimpinan yang buruk. Solusi yang diterapkan: audit penempatan, pelatihan manajemen konflik, dan sistem evaluasi kinerja berbasis data.

Infografis (dalam bentuk teks):

  • 6 pejabat mundur dalam 1 tahun di Cianjur
  • 83% alasan resmi: alih ke fungsional
  • 17% alasan resmi: alasan pribadi
  • 60% dari yang mundur pernah menjabat lebih dari 1 posisi strategis
  • Rata-rata masa jabatan sebelum mundur: 8 bulan

Solusi yang Bisa Diterapkan:

  1. Audit penempatan jabatan berbasis kompetensi dan minat
  2. Sistem mentoring bagi pejabat baru
  3. Forum komunikasi rutin antar OPD
  4. Evaluasi beban kerja dan distribusi tugas
  5. Perlindungan bagi pejabat yang ingin bekerja secara profesional

Perlu diingat, birokrasi yang sehat bukan yang bebas konflik, tapi yang mampu mengelola perbedaan secara konstruktif. Kepemimpinan bukan soal mempertahankan jabatan, tapi soal bagaimana menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua pihak bekerja optimal demi pelayanan publik yang lebih baik. Saatnya Cianjur tidak hanya mencari pengganti, tapi membangun sistem yang mencegah kekosongan berulang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan