Ambisi Jepang untuk memiliki senjata nuklir memicu kemarahan dari Korea Utara. Korut, yang telah lama diketahui memiliki persenjataan nuklir dan berada di bawah berbagai sanksi internasional, menegaskan bahwa Jepang harus dicegah dengan segala cara agar tidak mengembangkan kemampuan nuklir.
Kementerian Luar Negeri Korea Utara melalui pernyataan resmi yang dimuat oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) menyatakan bahwa rencana Jepang tersebut melampaui batas yang tidak dapat ditoleransi. Pyongyang menilai bahwa jika Jepang, yang pernah menjajah Semenanjung Korea di masa lalu, berhasil menguasai senjata nuklir, maka ini akan membawa bencana besar bagi umat manusia.
Seorang pejabat di kantor Perdana Menteri Jepang sebelumnya sempat mengungkapkan bahwa Jepang harus memiliki senjata nuklir. Pernyataan ini dikutip oleh Kyodo News sebagai bagian dari diskusi internal tentang kebijakan keamanan nasional Jepang.
Pernyataan tersebut kemudian ditafsirkan oleh media pemerintah Korut sebagai bukti bahwa Tokyo secara terbuka mengungkapkan ambisinya untuk membangun senjata nuklir. Dalam tanggapannya, Direktur Institut Studi Jepang di bawah Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyatakan bahwa upaya Jepang untuk menjadi negara nuklir harus dicegah dengan segala cara.
“Jika Jepang memperoleh senjata nuklir, negara-negara Asia akan menderita bencana nuklir yang mengerikan dan umat manusia akan menghadapi krisis global,” ujarnya.
Korea Utara sendiri telah menguji coba senjata nuklir sejak tahun 2006, melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB. Pyongyang mengklaim bahwa program nuklir mereka diperlukan untuk mencegah ancaman militer dari Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam pidatonya di PBB pada September lalu, Wakil Menteri Luar Negeri Korut, Kim Son Gyong, menegaskan bahwa negaranya tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya.
Di sisi lain, wacana senjata nuklir juga memicu perdebatan internal di Jepang. Partai Liberal Demokrat (LDP) yang berkuasa sempat membahas kemungkinan meninjau kembali tiga prinsip non-nuklir yang telah dianut sejak tahun 1971, yaitu tidak memiliki, tidak memproduksi, dan tidak mengizinkan senjata nuklir masuk ke wilayah Jepang.
Beberapa pejabat senior di pemerintahan Jepang, termasuk Kepala Kebijakan Partai LDP Takayuki Kobayashi, menyatakan bahwa semua opsi harus dibahas dalam menyusun strategi keamanan nasional. Namun, pernyataan ini menuai kritik keras dari kelompok perdamaian, korban bom atom (hibakusha), dan partai oposisi.
Yoshihiko Noda, mantan Perdana Menteri dan ketua Partai Demokrat Konstitusional, menegaskan bahwa Jepang harus tetap menjadi pelopor dalam penghapusan senjata nuklir secara global. Ia juga berjanji akan menentang segala upaya perubahan terhadap prinsip-prinsip non-nuklir yang menjadi landasan kebijakan luar negeri Jepang selama ini.
Organisasi Konfederasi Jepang Korban Bom A- dan H- (Nihon Hidankyo) juga mengeluarkan pernyataan tegas yang menolak keras upaya untuk membatalkan prinsip-prinsip tersebut. Mereka menekankan bahwa Jepang tidak boleh menjadi negara yang membawa senjata nuklir atau menjadi target serangan nuklir.
Di tengah ketegangan keamanan yang meningkat di kawasan, terutama dengan program nuklir Korea Utara yang semakin agresif dan invasi Rusia ke Ukraina, wacana tentang kemampuan nuklir Jepang terus mengemuka. Namun, langkah tersebut akan berdampak besar terhadap stabilitas regional dan kredibilitas Jepang sebagai negara yang menentang penggunaan senjata nuklir.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sendiri mengatakan bahwa ia terbuka untuk dialog dengan Amerika Serikat, tetapi dengan syarat Pyongyang boleh mempertahankan senjata nuklirnya sebagai jaminan keamanan.
Tensi antara Korea Utara dan Jepang terus memanas di tengah ketidakpastian geopolitik global. Pernyataan keras Pyongyang menunjukkan bahwa isu nuklir bukan hanya soal keamanan nasional, tetapi juga soal sejarah, trauma, dan kredibilitas internasional. Jika Jepang benar-benar mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan non-nuklirnya, maka dampaknya akan dirasakan jauh melampaui wilayah Asia Timur. Masa depan perdamaian di kawasan ini sangat bergantung pada keputusan strategis yang bijaksana dan dialog yang konstruktif antar negara.
Data Riset Terbaru:
Studi dari International Institute for Strategic Studies (IISS) 2025 menunjukkan bahwa Korea Utara diperkirakan memiliki 50 hingga 60 hulu ledak nuklir, dengan kemampuan peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) yang semakin berkembang. Sementara itu, menurut laporan Federation of American Scientists (FAS), Jepang memiliki kapasitas teknologi nuklir sipil yang sangat maju, termasuk stok plutonium yang cukup untuk memproduksi senjata nuklir dalam waktu singkat jika memilih keluar dari Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Jika Jepang memilih untuk mengembangkan senjata nuklir, maka ini bukan hanya soal kemampuan teknologi, tetapi juga soal kalkulasi politik dan keamanan yang rumit. Jepang saat ini dilindungi oleh payung nuklir Amerika Serikat. Namun, dengan ketidakpastian kebijakan AS di masa depan, Tokyo mulai mempertimbangkan opsi strategis yang sebelumnya dianggap tabu.
Di sisi lain, Korea Utara menggunakan isu nuklir Jepang sebagai alat propaganda untuk memperkuat narasi bahwa mereka adalah korban dari ancaman imperialis. Dengan menyerang wacana nuklir Jepang, Pyongyang berusaha mengalihkan perhatian dari program nuklirnya sendiri sekaligus memperkeruh hubungan Jepang dengan komunitas internasional.
Studi Kasus:
Pada tahun 2017, ketika ketegangan di Semenanjung Korea memuncak, Jepang sempat membahas kemungkinan pencegatan rudal balistik Korea Utara. Walaupun tidak menyentuh isu senjata nuklir, diskusi tersebut menunjukkan bahwa Jepang mulai mempertimbangkan opsi militer yang lebih ofensif. Kini, dengan lingkungan keamanan yang semakin tidak menentu, wacana tersebut kembali mengemuka dengan intensitas yang lebih tinggi.
Infografis (Konsep):
-
Kapasitas Nuklir Korea Utara (2025):
- Perkiraan hulu ledak: 50-60 unit
- Rudal ICBM: Hwasong-17 (jangkauan global)
- Status: Negara nuklir de facto, diluar NPT
-
Kapasitas Nuklir Jepang (2025):
- Stok plutonium: 47 ton (cukup untuk ~6.000 hulu ledak)
- Teknologi: Reaktor nuklir sipil, kemampuan pengayaan uranium
- Status: Negara non-nuklir, anggota NPT, tiga prinsip non-nuklir
-
Dampak Regional:
- Jika Jepang memiliki nuklir → China dan Korea Selatan bereaksi
- Korea Utara gunakan sebagai alasan untuk uji coba lebih lanjut
- Stabilitas keamanan kawasan terganggu
Ketika sejarah dan ambisi bertabrakan, keputusan yang diambil hari ini akan menentukan wajah perdamaian di Asia Timur besok. Di tengah bayang-bayang bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang harus memilih: tetap menjadi suara perdamaian atau ikut dalam perlombaan senjata yang berbahaya. Masa depan bukan milik yang paling kuat, tetapi milik yang paling bijak dalam mengelola kekuatan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.