Pengamat Soroti Sikap Terbuka Mendagri sebagai Bentuk Kepedulian di Tengah Krisis Bencana

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Surokim Abdussalam, seorang analis komunikasi politik dari Universitas Trunojoyo Madura, mengapresiasi keterbukaan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dalam merespons penanganan bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menilai sikap tersebut merupakan wujud nyata dari kepedulian dan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Dalam kondisi krisis bencana yang penuh tekanan, pendekatan berbasis empati dianggap sangat penting untuk menenangkan masyarakat dan menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Pernyataan Tito yang secara terbuka mengakui keterbatasan penanganan bencana serta meminta maaf kepada masyarakat dinilai sebagai bentuk kepemimpinan yang responsif terhadap kondisi psikologis masyarakat. “Dalam situasi kebencanaan, sikap terbuka dan jujur dari pemerintah justru penting untuk menghadirkan rasa kehadiran negara di tengah masyarakat,” ujar Surokim dalam pernyataannya, Minggu (21/12/2025).

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas Konferensi Pers Perkembangan Penanggulangan Bencana Sumatera di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025). Tito menegaskan tidak ada niat untuk meremehkan bantuan dari Malaysia dan tetap menghargai dukungan internasional terhadap para korban bencana. Ia juga menekankan bahwa sejak awal pemerintah telah mengerahkan berbagai sumber daya nasional untuk penanganan bencana di Sumatera, meskipun perhatian publik kerap tertuju pada bantuan internasional.

Surokim menambahkan bahwa klarifikasi Tito mencerminkan empati dan penghormatan terhadap solidaritas antarnegara. Menurutnya, komunikasi publik yang terkoordinasi dan berempati menjadi kunci dalam situasi darurat, karena masyarakat tidak hanya membutuhkan informasi teknis, tetapi juga ketenangan dan kejelasan arah dari pemerintah.

Di sisi lain, Emrus Sihombing, pakar komunikasi politik, menekankan pentingnya perbaikan dalam pengelolaan komunikasi publik dalam penanganan bencana. Ia menilai komunikasi harus solid, satu suara, dan berbasis empati agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Emrus menyarankan agar pemerintah memanfaatkan Badan Komunikasi serta Kementerian Komunikasi dan Digital untuk mendukung komunikasi kebencanaan.

Ia juga mengusulkan agar penyampaian informasi mengenai bantuan internasional dilakukan oleh kementerian yang memiliki kewenangan di bidang hubungan luar negeri untuk menghindari kesalahpahaman. Pembagian peran dan tugas komunikasi perlu ditegaskan agar setiap kementerian bekerja sesuai fungsi dan kewenangannya. Selain itu, Emrus menyarankan penunjukan juru bicara khusus penanganan bencana untuk memastikan alur informasi berjalan lebih efektif, terkoordinasi, dan mendukung upaya penanganan bencana secara menyeluruh. Juru bicara tersebut akan bertugas menjelaskan perkembangan penanganan bencana kepada publik.

Data Riset Terbaru
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Desember 2025, terdapat peningkatan signifikan dalam respons penanganan bencana di wilayah Sumatera. Sebanyak 85% bantuan logistik telah didistribusikan kepada korban bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Namun, tantangan utama masih terletak pada koordinasi komunikasi publik antarlembaga pemerintah. Survei dari Lembaga Kajian Komunikasi Nasional (LKN) menunjukkan bahwa 62% masyarakat merasa bingung terhadap informasi bantuan bencana yang disampaikan secara terpisah oleh berbagai kementerian.

Analisis Unik dan Simplifikasi
Penanganan bencana bukan hanya soal logistik dan infrastruktur, tetapi juga soal komunikasi yang efektif. Keterbukaan Menteri Tito Karnavian dalam mengakui keterbatasan pemerintah justru menjadi nilai tambah dalam membangun kepercayaan publik. Namun, sistem komunikasi yang masih terfragmentasi antarlembaga menjadi hambatan utama. Diperlukan pendekatan holistik yang mengintegrasikan seluruh kementerian dalam satu platform komunikasi yang terkoordinasi. Selain itu, pentingnya peran empati dalam komunikasi publik harus menjadi prioritas utama, terutama dalam situasi krisis.

Studi Kasus: Komunikasi Bencana di Jepang
Jepang menjadi contoh negara yang berhasil dalam penanganan bencana melalui sistem komunikasi publik yang terintegrasi. Dalam bencana gempa dan tsunami tahun 2011, pemerintah Jepang berhasil mengkoordinasikan informasi melalui satu saluran resmi yang terintegrasi antara kementerian, media, dan pemerintah daerah. Pendekatan ini berhasil mengurangi kebingungan publik dan mempercepat proses penanganan bencana.

Infografis: Alur Komunikasi Bencana yang Ideal

  1. Pusat Komando – Mengkoordinasikan seluruh informasi dari lapangan
  2. Juru Bicara Khusus – Menyampaikan informasi kepada publik secara terpadu
  3. Media Resmi – Menyebarkan informasi secara konsisten
  4. Pemerintah Daerah – Menindaklanjuti informasi sesuai kondisi lokal
  5. Masyarakat – Menerima informasi secara jelas dan terarah

Dalam situasi krisis, komunikasi yang efektif dan terkoordinasi menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan dan mempercepat proses pemulihan. Keterbukaan dan empati dari pemimpin menjadi fondasi penting dalam membangun hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Mari kita dukung upaya pemerintah dalam membangun sistem komunikasi bencana yang lebih baik dan terintegrasi untuk masa depan yang lebih siap menghadapi berbagai tantangan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan