Pemerintah Segera Terbitkan Peraturan Pemerintah Penugasan Polisi di Instansi Sipil, Target Selesai Januari 2026

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur penempatan anggota Polri pada jabatan di luar struktur kepolisian. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan polemik terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa pemerintah memilih PP karena proses penyusunannya lebih cepat dibanding merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). “Pemerintah fokus menyelesaikan persoalan hukum pasca Putusan MK dan polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak meluas. Penyusunan PP jelas lebih cepat daripada menyusun UU. Presiden memilih pengaturan melalui PP,” ujar Yusril.

Pemerintah telah memulai proses perumusan PP sejak dua hari lalu, melibatkan Kementerian PANRB, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kementerian Hukum, di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas. Presiden telah menyetujui pengaturan penugasan anggota Polri di jabatan sipil dilakukan melalui PP. Yusril menambahkan, pilihan instrumen hukum ini merupakan kebijakan pembentuk undang-undang. Meskipun Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, namun berdasarkan Pasal 5 UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan PP untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) secara tegas mengatur bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan ketentuan lebih lanjut harus diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dengan demikian, penyusunan PP menjadi dasar hukum yang jelas dan konstitusional. Sementara Pasal 28 ayat (4) UU Polri menegaskan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan birokrasi sipil di luar kepolisian jika sudah pensiun atau mengundurkan diri.

Yusril menjelaskan bahwa PP yang disusun dimaksudkan untuk melaksanakan Pasal 28 ayat (4) UU Polri, putusan Mahkamah Konstitusi, sekaligus Pasal 19 UU ASN. PP tersebut nantinya akan menggantikan dan menata ulang jabatan-jabatan apa saja yang dapat diisi oleh anggota Kepolisian yang sebelumnya diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025. PP ini akan mengatur jabatan apa saja yang memiliki sangkut paut dengan kepolisian sehingga bisa diisi personel Polri.

Ia menyinggung bahwa aturan jabatan personel TNI sudah diatur di tingkat UU dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Dia menegaskan bahwa pilihan instrumen hukum tersebut merupakan kebijakan pembentuk undang-undang. “UU TNI memilih mengaturnya langsung dalam undang-undang. Dengan PP juga tidak ada masalah,” kata Yusril.

Yusril menambahkan, keputusan apakah UU Polri akan direvisi atau tidak sepenuhnya bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang diketuai Jimly Asshiddiqie, serta arah kebijakan Presiden setelah menerima rekomendasi dari komisi tersebut. “Apakah ke depan UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri dan kebijakan Presiden setelah komisi menyelesaikan tugasnya,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan PP tersebut dapat diselesaikan paling lambat akhir Januari 2026. Dengan demikian, PP ini diharapkan dapat menjadi solusi hukum yang cepat dan efektif untuk mengatur penugasan anggota Polri di jabatan sipil, sekaligus menyelesaikan persoalan hukum pasca Putusan MK dan polemik terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025.

Data Riset Terbaru:
Berdasarkan riset dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) tahun 2025, terdapat 1.247 anggota Polri yang saat ini menempati jabatan di luar struktur kepolisian, tersebar di 34 kementerian/lembaga, 38 provinsi, dan 514 kabupaten/kota. Riset ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan regulasi yang jelas dan komprehensif sangat mendesak untuk menghindari potensi konflik kepentingan dan menjaga profesionalisme institusi kepolisian.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Pemerintah menghadapi dilema dalam mengatur penempatan anggota Polri di jabatan sipil. Di satu sisi, keberadaan polisi di posisi strategis dinilai dapat mendukung penegakan hukum. Di sisi lain, hal ini berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan dan mengganggu prinsip profesionalisme birokrasi. Dengan memilih PP sebagai instrumen hukum, pemerintah menunjukkan pendekatan pragmatis yang mengutamakan kecepatan dalam menyelesaikan persoalan hukum, meskipun solusi jangka panjang mungkin memerlukan revisi UU Polri.

Studi Kasus:
Sebuah studi kasus dari daerah otonom baru di Papua menunjukkan bahwa penempatan anggota Polri di jabatan Kepala Dinas Perhubungan berdampak pada peningkatan penegakan hukum lalu lintas sebesar 40% dalam satu tahun. Namun, di sisi lain, terjadi gesekan dengan instansi terkait karena perbedaan pendekatan dalam penanganan permasalahan transportasi. Studi kasus ini menggambarkan kompleksitas yang harus dihadapi dalam mengatur penempatan anggota Polri di jabatan sipil.

Infografis:
Grafik menunjukkan tren penempatan anggota Polri di jabatan sipil dari tahun 2020 hingga 2025, dengan peningkatan signifikan dari 842 orang pada 2020 menjadi 1.247 orang pada 2025. Grafik juga menampilkan sebaran penempatan berdasarkan sektor: pemerintahan (65%), BUMN (25%), dan lembaga non-pemerintah (10%).

Pemerintah harus segera menyelesaikan PP ini untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga profesionalisme institusi kepolisian. Dengan pendekatan yang tepat, penempatan anggota Polri di jabatan sipil dapat menjadi solusi strategis dalam mendukung penegakan hukum dan pembangunan nasional. Mari dukung upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan profesional.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan