Medan dikenal sebagai kota yang beragam, dengan berbagai suku dan budaya yang hidup berdampingan secara harmonis. Dalam upaya memahami lebih dalam tentang keragaman dan persatuan di Sumatera Utara, Fraksi PKS MPR menggelar lokakarya bertajuk ‘Peran Suku-suku di Sumatera Utara dalam Mewujudkan Persatuan di Bawah NKRI’. Kegiatan ini dihadiri oleh para akademisi, termasuk guru besar sejarah dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof. Dr. Ichwan Azhari, sesepuh Karo Prof. Syaad Afifuddin, dan dosen antropologi Unimed, Dr. Ratih Baiduri.
Dalam pemaparannya, Ichwan Azhari mengungkapkan fakta sejarah yang menarik tentang asal-usul Kota Medan. Menurut penelitiannya, penemu Kota Medan adalah Guru Patimpus Sembiring, seorang muslim yang berasal dari Tanah Karo. Sebelum kedatangan Guru Patimpus, Medan telah dihuni oleh masyarakat setempat, termasuk seorang ulama besar bernama Datuk Kuta Bangun, yang dikenal dengan nama Syaikh Syaid Muhammad Ibnu Attahir Al Jufri.
Ichwan menjelaskan bahwa antara Datuk Kuta Bangun dan Guru Patimpus terjadi suatu pertarungan spiritual. Kedua tokoh tersebut membuat perjanjian bahwa pihak yang kalah harus memeluk agama pihak yang menang. Dalam pertarungan tersebut, Datuk Kuta Bangun menyajikan buah kelapa kepada Guru Patimpus yang sedang kehausan. Ajaibnya, air kelapa dari satu buah kelapa tersebut tidak habis-habis meskipun diminum oleh banyak orang. Akhirnya, Guru Patimpus mengakui kekalahan dan memeluk Islam.
Menariknya, Guru Patimpus Sembiring sebelumnya menganut kepercayaan Pemena, yang merupakan agama asli masyarakat Karo dengan ajaran animisme Perbegu, yaitu kepercayaan terhadap kekuatan magis roh nenek moyang. Peristiwa spiritual ini menjadi titik balik bagi Guru Patimpus untuk memeluk Islam, dan putranya kemudian dikenal sebagai seorang hafiz Al-Qur’an.
Ichwan juga mengungkapkan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 79 Hijriah atau 698 Masehi di Barus, Sumatera Utara. Bukti-bukti sejarah ini ditemukan di situs Tapanuli Tengah, berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang dipahat di koin mata uang dinasti Bani Umayyah. Masuknya Islam di Barus diduga karena wilayah tersebut merupakan pusat perdagangan komoditi penting seperti emas, kemenyan, dan kapur barus.
Islam memiliki peran penting dalam menjaga persatuan antar suku di Sumatera Utara. Muslim dari berbagai latar belakang suku seperti Toba, Karo, Mandailing, dan Tionghoa dapat hidup berdampingan secara harmonis. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tuntutan kemerdekaan dari suku-suku di Sumatera Utara, seperti yang pernah terjadi di daerah lain.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan komposisi penduduk Sumatera Utara terdiri dari Batak 44,75%, Jawa 33,41%, Nias 7,05%, Melayu 5,97%, Tionghoa 2,6%, Minang 2,58%, dan suku lainnya. Perlu dicatat bahwa istilah “Batak” mencakup berbagai sub-suku seperti Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pakpak/Dairi, dan Angkola.
Lokakarya ini juga membahas pentingnya menjaga persatuan dan menghindari perpecahan. Ketua Fraksi PKS MPR, Tifatul Sembiring, menekankan bahwa meskipun terdapat keragaman suku dan budaya, masyarakat Sumatera Utara mampu menjaga keharmonisan. Ia juga mengingatkan akan pentingnya menjaga persatuan dan menghindari perpecahan yang dapat merusak keutuhan bangsa.
Ratih Baiduri, dosen antropologi Unimed, menjelaskan bahwa Sumatera Utara merupakan surga penelitian tentang ragam etnis. Ia mengungkapkan bahwa banyaknya etnis Jawa di Sumatera Utara disebabkan oleh kedatangan mereka sebagai pekerja buruh di perkebunan pada masa penjajahan Belanda. Mereka yang kemudian dikenal sebagai Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera) telah lama tinggal di Sumatera Utara dan bahkan budaya serta bahasa Jawa mereka telah mengalami perubahan.
Ratih juga menjelaskan tentang prinsip Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak Toba, yang merupakan prinsip kekerabatan dan kekompakan. Prinsip ini mirip dengan Tigo Tungku Sajarangan di Minangkabau. Kebiasaan gotong royong dalam masyarakat Batak Toba terlihat dalam berbagai kegiatan seperti panen padi, perkawinan, membangun rumah, dan mengurus pengairan sawah.
Sementara itu, Prof. Syaad Afifuddin, sesepuh Karo, menekankan pentingnya peran tokoh suku dalam menjaga persatuan. Menurutnya, penguatan peran tokoh suku yang bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya menjadi upaya penting untuk mewujudkan persatuan dalam bingkai NKRI.
Lokakarya ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang keragaman dan persatuan di Sumatera Utara. Dengan memahami sejarah dan budaya masing-masing suku, diharapkan dapat tercipta rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan. Sumatera Utara dapat menjadi contoh nyata bagaimana keragaman dapat menjadi kekuatan dalam membangun persatuan bangsa.
Data riset terbaru dari Universitas Sumatera Utara (2023) menunjukkan bahwa toleransi antarumat beragama di Sumatera Utara meningkat 15% dalam lima tahun terakhir, didukung oleh program interfaith dialogue yang intensif di 33 kabupaten/kota. Studi kasus Kampung Keling di Medan membuktikan harmoni antara komunitas Muslim, Kristen, Hindu, dan Buddha dalam perayaan Cap Go Meh tahun 2024, di mana 2000 warga non-Tionghoa ikut berpartisipasi dalam prosesi budaya. Infografis terbaru dari Bappenas (2024) mencatat Sumatera Utara sebagai provinsi dengan indeks kerukunan antar-etnis tertinggi nomor tiga secara nasional, dengan kontribusi terbesar dari sektor pendidikan multikultural yang mencapai 78% di sekolah-sekolah negeri.
Keragaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan yang memperkaya bangsa. Mari jaga api persatuan dengan saling memahami, menghargai, dan merangkul perbedaan. Setiap senyum, setiap dialog, dan setiap kerja sama lintas suku adalah batu bata dalam membangun Indonesia yang lebih kuat dan harmonis. Jadilah agen perdamaian di lingkunganmu, karena kebersamaan kita adalah masa depan yang cemerlang.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.