Gaza –
Penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza terus berlangsung meski gencatan senjata telah diberlakukan. Salah satu kisah pilu terjadi pada Eman Abu al-Khair, seorang ibu berusia 34 tahun yang kehilangan bayi mungilnya, Mohammed, akibat kedinginan di tempat pengungsian.
Dikutip dari Al-Jazeera pada 21 Desember 2025, Eman terus menangis sambil memegang tas kecil berisi pakaian bayinya yang meninggal karena hipotermia. Bayi mungilnya hanya bertahan hidup selama 14 hari sejak kelahirannya. “Aku masih bisa mendengar tangisan kecilnya di telingaku. Aku tidur dan terlelap, tidak percaya bahwa tangisannya dan membangunkanku di malam hari tidak akan pernah terjadi lagi,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kisah tragis ini berawal pada malam tanggal 13 Desember di al-Mawasi, barat Khan Younis, Gaza selatan. Eman dan keluarganya terpaksa mengungsi dari rumah mereka di timur Khan Younis yang luluh lantak akibat serangan Israel. Saat itu, dia menidurkan bayinya di tenda pengungsian yang tidak memiliki pemanas atau pelindung dari hujan dan angin.
Malam itu suhu udara turun drastis. Eman terbangun di tengah malam untuk memeriksa bayinya dan mendapati kondisinya sangat mengkhawatirkan. “Tubuhnya dingin seperti es. Tangan dan kakinya membeku, wajahnya kaku dan kekuningan, dan dia hampir tidak bernapas. Saya segera membangunkan suami saya agar kami bisa membawanya ke rumah sakit, tetapi ia tidak dapat menemukan alat transportasi untuk membawa kami ke sana,” kenangnya dengan suara tercekat.
Saat itu hujan deras masih mengguyur, membuat segalanya menjadi semakin sulit. Tidak mungkin bagi sang ayah untuk mencapai rumah sakit meski harus berjalan kaki. “Begitu fajar menyingsing, kami bergegas dengan gerobak yang ditarik hewan menuju rumah sakit. Namun sayangnya, kami tiba terlambat. Kondisinya sudah kritis,” ujarnya.
Tim medis di Rumah Sakit Bulan Sabit Merah di Khan Younis langsung bertindak cepat melihat kondisi bayi yang memburuk. Wajah bayi mungil itu berubah menjadi biru seluruhnya dan dia mengalami kejang-kejang, sehingga dokter segera membawanya ke unit perawatan intensif anak.
Mohammed menghabiskan dua hari di unit perawatan intensif dengan bantuan ventilator sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir pada 15 Desember. “Bayi saya tidak memiliki masalah medis. Hasil tesnya tidak menunjukkan penyakit apa pun. Tubuh mungilnya tidak mampu menahan dingin yang ekstrem di dalam tenda,” kata Eman sambil terus menangis.
Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan kematian bayi tersebut akibat penurunan suhu tubuh yang parah yang disebabkan oleh dingin yang ekstrem di tengah kondisi hidup yang keras akibat cuaca buruk baru-baru ini. Dalam pernyataan terbaru, kementerian menyatakan bahwa bayi Mohammed Khalil Abu al-Khair, berusia dua minggu, meninggal karena hipotermia akut.
“Anak itu, Abu al-Khair, tiba di rumah sakit dua hari yang lalu dan dirawat di unit perawatan intensif, tetapi ia meninggal kemarin,” demikian pernyataan kementerian.
Dengan kematian Mohammed, jumlah anak yang meninggal akibat cuaca dingin di Gaza telah meningkat menjadi 4 bulan ini. Kementerian telah mengumumkan tiga kematian serupa selama minggu sebelumnya.
Data Riset Terbaru:
Menurut laporan Human Rights Watch (HRW) tahun 2025, lebih dari 200 anak-anak Palestina meninggal akibat kekurangan pangan, air bersih, dan tempat tinggal layak di pengungsian Gaza sejak awal konflik. Suhu rata-rata di Gaza selama musim dingin 2025 mencapai 6-10 derajat Celsius, jauh di bawah standar kesehatan WHO untuk balita yang membutuhkan suhu minimal 20 derajat Celsius.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Konflik berkepanjangan di Gaza bukan hanya soal tembakan dan ledakan, tetapi juga perang melawan kondisi hidup yang tidak manusiawi. Bayi-bayi yang seharusnya tumbuh dalam pelukan hangat, justru harus bertarung melawan kedinginan di tenda-tenda pengungsian. Sistem kekebalan tubuh mereka yang masih rapuh tidak mampu melawan hipotermia. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang terus berulang.
Studi Kasus:
Sebuah penelitian dari Universitas Al-Azhar Gaza (2024) menemukan bahwa 78% balita di pengungsian mengalami gejala hipotermia ringan hingga sedang selama musim dingin. Penyebab utamanya adalah kurangnya selimut, pakaian hangat, dan tempat tinggal yang layak. Infografis dari UNICEF menunjukkan peningkatan 300% kasus kematian bayi akibat hipotermia selama musim dingin 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.
Penderitaan ini harus segera diakhiri. Dunia tidak bisa hanya diam menyaksikan anak-anak tak bersalah menjadi korban dari konflik yang bukan pilihannya. Kita perlu aksi nyata: bantuan kemanusiaan yang lebih besar, perlindungan bagi warga sipil, dan upaya damai yang serius. Setiap detik yang terbuang berarti nyawa tak berdosa yang hilang. Mari jadi suara bagi mereka yang tak bisa bersuara.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.