Kadin Soroti Dampak UMP Baru Terhadap Iklim Investasi dan Beban Dunia Usaha di Kota Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan telah resmi diterbitkan, membuka babak baru dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP). Aturan ini menggantikan skema sebelumnya yang bersifat seragam nasional, dengan formula baru yang lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi daerah.

Di Kota Tasikmalaya, perubahan kebijakan ini menuai respons dualistik. Di satu sisi, formula baru dinilai lebih adil bagi pekerja karena mempertimbangkan dinamika ekonomi lokal. Namun di sisi lain, pelaku usaha mengkhawatirkan dampaknya terhadap iklim investasi dan biaya operasional.

Ketua Kadin Kota Tasikmalaya, Asep Saepulloh, menyatakan bahwa perubahan formula UMP merupakan langkah koreksi dari kebijakan sebelumnya yang terlalu sentralistik. “Sebelumnya kenaikan upah ditentukan secara nasional sebesar 6,5 persen dari upah 2024. Kini formula berubah, memberi ruang bagi daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonominya,” ujarnya pada Jumat, 19 Desember 2025.

Dalam PP terbaru, UMP dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, kemudian dikalikan dengan faktor alfa. Pendekatan ini dinilai lebih realistis karena mencerminkan situasi ekonomi aktual di masing-masing wilayah. “Ini lebih rasional dan adil. Tidak lagi sama rata nasional, tetapi disesuaikan dengan kondisi riil daerah,” tambah Asep.

Meski mengapresiasi aspek keadilan dalam formula baru, Asep mengingatkan bahwa kenaikan UMP tetap memberi tekanan pada dunia usaha. Biaya produksi berpotensi naik, yang dapat memengaruhi daya saing dan minat investor. “Bagi pekerja, ini meningkatkan kesejahteraan. Tapi bagi pelaku usaha, beban biaya bisa bertambah berat. Ini menjadi tantangan dalam menarik investasi ke Kota Tasikmalaya,” jelasnya.

Penetapan resmi UMP Jawa Barat masih menunggu keputusan Gubernur, dengan batas waktu paling lambat 25 Desember sesuai ketentuan. Dunia usaha dan serikat pekerja sama-sama menanti kepastian tersebut.

Asep menekankan bahwa daya tarik investasi di Kota Tasikmalaya tidak hanya ditentukan oleh besaran UMP. Ia menyoroti hambatan struktural yang masih mengganjal, seperti proses perizinan yang rumit dan isu stabilitas keamanan. “UMP memang berdampak, tapi bukan satu-satunya faktor. Perizinan dan keamanan masih jadi persoalan utama yang harus diselesaikan,” pungkasnya.


Data Riset Terbaru:

Studi dari LPEM FEB UI (2025) menunjukkan bahwa daerah dengan formula UMP adaptif mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 0,8% lebih tinggi dibandingkan skema nasional, namun tingkat investasi baru naik 2,1% saja. Ini mengindikasikan bahwa kebijakan upah hanya salah satu dari banyak faktor penentu iklim investasi.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

PP 49/2025 sebenarnya adalah upaya menyeimbangkan dua kepentingan: kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha. Dengan memberi otoritas pada daerah, pemerintah mengakui bahwa ekonomi Indonesia itu heterogen. Namun, tanpa perbaikan birokrasi dan keamanan, insentif dari UMP fleksibel saja tidak cukup untuk menarik investasi jangka panjang.

Studi Kasus:

Kota Tasikmalaya mencatatkan pertumbuhan UMKM sebesar 12% sepanjang 2025, meski tekanan biaya tenaga kerja meningkat. Ini menunjukkan bahwa sektor riil masih mampu beradaptasi, asalkan didukung oleh kebijakan yang holistik dan implementasi yang konsisten.

Investasi bukan hanya soal biaya, tapi juga kepastian. Kota Tasikmalaya perlu membangun ekosistem yang ramah usaha, bukan hanya dari sisi upah, tetapi juga kemudahan berusaha dan rasa aman bagi pelaku ekonomi. Dengan pendekatan komprehensif, formula UMP baru bisa menjadi katalis pertumbuhan yang inklusif.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan