72 Ribu Warga Gayo di Aceh Terisolasi karena Jalan Terputus akibat Banjir

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Lebih dari 72 ribu warga di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah masih mengalami isolasi akibat kerusakan jalan dan jembatan pasca-bencana. Data terbaru menunjukkan 36.045 jiwa terdampar di Bener Meriah sementara 36.596 jiwa di Aceh Tengah.

Berdasarkan laporan Kepala Pusat Data dan Informasi Posko Penanganan Bencana Hidrometeorologi Bener Meriah, Ilham Abdi, terdapat 59 desa tersebar di enam kecamatan yang mengalami isolasi. Desa-desa tersebut berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo, Gajah Putih, Mesidah, Syiah Utama, Permata serta Timang Gajah. Rincian terperinci menunjukkan Timang Gajah mencatat 18 desa dengan populasi 11.096 jiwa, Mesidah 15 desa dan Gajah Putih 10 desa.

Jumlah pengungsi di wilayah ini mencapai 6.339 jiwa yang tersebar di 45 lokasi pengungsian. Titik konsentrasi tertinggi berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo dengan 2.160 orang, diikuti Timang Gajah 1.696 warga, dan Permata 1.165 jiwa.

Kerusakan infrastruktur mencatat angka signifikan dengan 165 lokasi jembatan rusak, 81 titik jalan mengalami kerusakan, serta 821 rumah hancur. Sistem distribusi air bersih juga terganggu di 34 titik berbeda.

Di Aceh Tengah, kondisi serupa terjadi dengan 51 desa tersebar di tiga kecamatan yang belum dapat diakses melalui jalur darat. Jumlah warga terisolasi di wilayah ini tercatat 36.596 jiwa.

Mustafa Kamal, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Aceh Tengah, mengkonfirmasi bahwa jumlah pengungsi mencapai 16.440 orang yang tersebar di 66 titik pengungsian. Termasuk di dalamnya 587 warga pendatang dari luar Aceh Tengah yang ikut mengungsi.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi faktor utama penyebab isolasi masyarakat. Studi dari Pusat Studi Bencana Universitas Syiah Kuala (2025) mencatat bahwa 68% kerusakan infrastruktur transportasi terjadi di daerah pegunungan dengan kemiringan >45 derajat. Infografis penyebaran titik isolasi menunjukkan pola konsentrasi di sepanjang aliran sungai besar seperti Krueng Peusangan dan Krueng Wih.

Sudah saatnya kita membangun ketangguhan komunitas secara kolektif. Bencana mengajarkan bahwa kesiapsiagaan bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Mari bersama membangun sistem peringatan dini yang handal, merawat hutan sebagai benteng alami, dan menguatkan solidaritas antar sesama. Setiap tindakan nyata hari ini menjadi investasi keselamatan generasi mendatang. Bergerak sekarang, bangkit bersama, Aceh pasti bisa!

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan