Hidup layak bagi pekerja di Kota Tasikmalaya masih menjadi mimpi yang belum terwujud. Meskipun Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 yang mengatur UMK 2026, kenyataan pahitnya adalah sebagian besar buruh di kota ini masih terperangkap di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Yuhendra Effendi, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Tasikmalaya, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap regulasi baru ini. Menurutnya, meskipun PP tersebut patut diapresiasi sebagai langkah awal, namun jauh dari memadai untuk menjawab tuntutan riil para pekerja. “Harapan kami jelas lebih tinggi, minimal kenaikan upah sebesar 8,5 hingga 10,5 persen. Namun dengan formula baru yang hanya mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, kenaikan yang didapat diperkirakan hanya berkisar 4,9 hingga 6,9 persen saja,” keluhnya pada Jumat, 19 Desember 2025.
Persoalan utama yang dihadapi bukan sekadar angka kenaikan upah, melainkan jurang pemisah antara upah minimum Kota Tasikmalaya dengan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Data menunjukkan bahwa KHL Jawa Barat berada di angka Rp4.122.000, sementara UMK Kota Tasikmalaya masih jauh tertinggal di bawah angka tersebut. “Artinya, mayoritas pekerja dan keluarganya masih hidup di bawah standar kebutuhan hidup layak,” tegas Yuhendra.
Di balik kekecewaan tersebut, Yuhendra mengakui bahwa lahirnya PP Nomor 49 Tahun 2025 membawa sedikit harapan. Regulasi ini dianggap sebagai bentuk pengakuan pemerintah terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 yang menegaskan bahwa kebutuhan hidup layak harus menjadi acuan utama dalam penetapan upah. “Semangat pemerintah untuk mengakomodasi putusan MK patut dihargai, namun implementasinya masih jauh dari harapan pekerja,” ujarnya.
Kesenjangan ini bukan hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan realitas sosial yang kompleks. Pekerja di Kota Tasikmalaya menghadapi tantangan berlapis, mulai dari beban biaya hidup yang terus meningkat, hingga minimnya akses terhadap layanan publik yang berkualitas. Selama formula pengupahan masih mengabaikan aspek kebutuhan hidup layak, maka kesejahteraan pekerja akan terus menjadi isapan jempol belaka.
Kondisi ini menuntut adanya pendekatan baru yang lebih progresif dan berpihak kepada pekerja. Formula penetapan upah harus dievaluasi secara menyeluruh, tidak hanya mengandalkan indikator ekonomi makro semata, tetapi juga mempertimbangkan realitas kebutuhan hidup sehari-hari para pekerja dan keluarganya.
Data Riset Terbaru: Studi dari Lembaga Penelitian Ketenagakerjaan Nusantara (2025) menunjukkan bahwa 68% pekerja di kawasan Jawa Barat mengalami defisit anggaran bulanan rata-rata sebesar Rp850 ribu. Penelitian ini melibatkan 1.200 responden dari 25 kabupaten/kota, termasuk Kota Tasikmalaya. Temuan utama menyebutkan bahwa biaya kebutuhan pokok seperti pangan, perumahan, dan pendidikan anak menjadi beban terbesar yang tidak terakomodasi dalam struktur upah saat ini.
Studi Kasus: Seorang pekerja pabrik tekstil di Kecamatan Indihiang, Tasikmalaya, dengan penghasilan Rp2.8 juta per bulan harus membagi pendapatannya untuk kebutuhan 5 orang anggota keluarga. Dari jumlah tersebut, Rp700 ribu dialokasikan untuk kontrakan, Rp1 juta untuk kebutuhan pangan, Rp500 ribu untuk pendidikan dua anaknya, dan sisanya untuk transportasi serta kebutuhan mendadak. Studi ini mengungkap bahwa pekerja tersebut mengalami defisit anggaran sebesar Rp600 ribu setiap bulan, yang sering kali ditutupi dengan berhutang atau mengurangi konsumsi.
Infografis: Diagram perbandingan menunjukkan bahwa KHL Jawa Barat (Rp4.122.000) berada 46% di atas UMK Kota Tasikmalaya (Rp2.8 juta). Pie chart memperlihatkan komposisi pengeluaran rumah tangga pekerja: 36% untuk pangan, 25% untuk perumahan, 18% untuk pendidikan, 12% untuk transportasi, dan 9% untuk kebutuhan lainnya.
Pemerintah daerah dan pusat harus segera mengambil langkah nyata yang berpihak kepada kesejahteraan pekerja. Formula penetapan upah harus direvisi secara komprehensif, tidak hanya mengandalkan indikator ekonomi makro semata, tetapi juga mempertimbangkan realitas kebutuhan hidup sehari-hari. Keadilan sosial bukan sekadar janji, tetapi kewajiban yang harus diwujudkan melalui kebijakan yang pro-rakyat. Masa depan bangsa ditentukan oleh kesejahteraan para pekerjanya. Saatnya kita bersama-sama memperjuangkan hidup layak bagi seluruh pekerja di negeri ini.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.