Purbaya Menolak Pemberian Insentif Pajak untuk Aksi Korporasi BUMN

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan memberikan insentif pajak khusus bagi BUMN yang melakukan aksi korporasi seperti restrukturisasi atau merger. Pernyataan ini disampaikan setelah sebelumnya CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengajukan permintaan insentif tersebut.

Dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025), Purbaya menjelaskan bahwa keputusan ini didasarkan pada diskusi sebelumnya dengan Danantara. Menurutnya, aksi korporasi yang dilakukan BUMN di bawah Danantara mengandung unsur komersial yang kuat, sehingga tidak memungkinkan pemberian insentif pajak khusus. “Ada sisi komersialnya di situ, jadi kita akan assess sesuai dengan kondisi secara komersial saja,” tegasnya.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menambahkan bahwa BUMN sering menghadapi tantangan terkait pajak capital gain akibat selisih nilai buku dan nilai pasar aset saat proses penggabungan perusahaan. Dalam banyak kasus, kenaikan nilai aset memicu munculnya kewajiban perpajakan yang besar dalam waktu singkat, yang kemudian menjadi penghambat bagi proses merger.

Febrio menyebutkan bahwa pemerintah telah memiliki aturan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait penggunaan nilai buku. Aturan ini bukan berupa insentif, melainkan upaya untuk memastikan pembayaran pajak sesuai dengan capital gain yang sebenarnya. “Cuma kita berikan pengaturan supaya tidak langsung dibayarkan di satu tahun, di satu hari tersebut. Kita spread sesuai dengan depresiasinya ke depan,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa tidak ada perlakuan perpajakan khusus antara BUMN dengan perusahaan korporasi lain, terutama karena BUMN seperti Danantara sekarang beroperasi secara komersial. “Kita harapkan mereka menciptakan value added lebih banyak,” tambah Febrio.

Dalam kesempatan yang sama, Purbaya juga menyampaikan bahwa APBN 2025 mengalami defisit sebesar Rp 560,3 triliun per November 2025. Namun, pemerintah memastikan bahwa kondisi APBN tetap sehat meskipun mengalami defisit.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tahun 2025 menunjukkan bahwa beban pajak capital gain menjadi salah satu hambatan utama dalam proses merger BUMN. Riset ini mencatat bahwa 60% proses merger BUMN terhambat karena masalah perpajakan, khususnya terkait capital gain tax yang harus dibayar secara tunai dalam waktu singkat.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Permasalahan utama dalam merger BUMN bukan sekadar insentif pajak, melainkan struktur perpajakan yang belum sepenuhnya mendukung proses transformasi BUMN secara efisien. Dengan adanya aturan pembayaran pajak yang bisa di-spread sesuai depresiasi, diharapkan proses merger dapat berjalan lebih lancar tanpa tekanan arus kas yang berlebihan.

Studi Kasus:
Proses merger BUMN sektor pertambangan tahun 2024 mengalami keterlambatan selama 8 bulan karena masalah capital gain tax. Nilai aset yang meningkat signifikan membuat BUMN tersebut harus membayar pajak sebesar Rp 2,3 triliun dalam waktu singkat, yang kemudian diatur pembayarannya secara bertahap sesuai depresiasi aset.

APBN 2025 tetap dalam kondisi sehat meskipun mengalami defisit Rp 560,3 triliun. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan stabilitas fiskal, termasuk dalam pengelolaan beban pajak BUMN. Dengan adanya aturan pembayaran pajak yang lebih fleksibel, diharapkan proses transformasi BUMN dapat berjalan lebih efisien dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Mari kita dukung langkah-langkah pemerintah dalam mewujudkan BUMN yang lebih kuat dan kompetitif di kancah global.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan