Purbaya Janji Bantu Pengusaha Mebel Manfaatkan LPEI

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, menerima keluhan dari para pelaku usaha mebel terkait tingginya arus barang impor yang mengancam pasar domestik. Dalam pertemuan tersebut, para pengusaha menanyakan apakah tersedia skema pembiayaan dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing mereka.

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah ketertinggalan Indonesia dalam hal biaya modal dibandingkan negara pesaing, seperti Vietnam. Menurut para pelaku usaha, negara tetangga tersebut menawarkan pinjaman dengan bunga yang jauh lebih rendah, sehingga produk mereka bisa lebih kompetitif di pasar internasional.

“Saat ini, daya saing kita terganggu karena bunga pinjaman di sana lebih rendah. Mereka bertanya, apakah ada skema pembiayaan dari pemerintah yang bisa membantu?” ujar Purbaya saat ditemui di Kompleks Istana Presiden.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Purbaya mengarahkan perhatian pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai lembaga yang ditugaskan untuk menyediakan pendanaan bagi para pelaku usaha ekspor. Namun, ia mengakui bahwa realisasi pembiayaan LPEI masih jauh dari potensi yang seharusnya.

“Saat ini penyaluran dana LPEI baru sekitar Rp 200 miliar, padahal kapasitasnya bisa mencapai Rp 16 triliun. Ini yang akan kita evaluasi dan tingkatkan,” jelasnya.

Purbaya menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan efektivitas LPEI, tidak hanya dari segi suku bunga, tetapi juga jumlah dana yang disalurkan. Ia berjanji akan melakukan pengecekan menyeluruh terhadap kinerja LPEI agar dapat memberikan dukungan nyata bagi industri furnitur dalam negeri.

“Kita akan pastikan LPEI bisa menjadi solusi nyata. Jika perlu, kita tambahkan insentif atau perluas skema pembiayaannya,” tegas Purbaya.

Pertemuan ini diinisiasi oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, yang menyampaikan berbagai hambatan yang dihadapi sektor furnitur dan elektronik. Ketua Umum Kadin, Anindya Bakrie, menjelaskan bahwa meskipun industri furnitur tumbuh sehat, surplus perdagangannya semakin menipis akibat masuknya produk impor.

“Kita perlu mencari formula deregulasi dan insentif yang tepat agar industri dalam negeri bisa lebih kompetitif,” kata Anindya.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah pemberian insentif bea masuk untuk bahan baku, seperti kayu bulat, guna menekan biaya produksi. Selain itu, perluasan akses pembiayaan dengan bunga kompetitif juga menjadi fokus utama.

Data Riset Terbaru:

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, nilai ekspor furnitur Indonesia pada tahun 2024 mencapai $2,1 miliar, meningkat 8% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, nilai impor furnitur juga melonjak 15% menjadi $800 juta, menyebabkan surplus perdagangan di sektor ini menyusut menjadi $1,3 miliar.

Sementara itu, data dari Vietnam Furniture Association menunjukkan bahwa nilai ekspor furnitur Vietnam pada tahun 2024 mencapai $15 miliar, atau sekitar 7 kali lipat lebih besar dari Indonesia. Salah satu faktor utama yang mendukung pertumbuhan ekspor Vietnam adalah tersedianya pembiayaan dengan bunga rendah, yang rata-rata berkisar antara 4-6% per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan suku bunga kredit usaha rata-rata di Indonesia yang masih di kisaran 9-11%.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Industri furnitur Indonesia memiliki potensi besar, namun terhambat oleh dua masalah utama: biaya produksi yang tinggi dan kurangnya akses ke pembiayaan murah. Solusi jangka pendek bisa dilakukan dengan memberikan insentif bea masuk untuk bahan baku, sedangkan solusi jangka panjang membutuhkan perbaikan struktural pada sistem perbankan dan lembaga pembiayaan seperti LPEI.

Studi Kasus:

Sebuah pengrajin furnitur di Jepara, Bapak Sastro, mengalami penurunan omzet sebesar 20% dalam setahun terakhir. Ia mengaku kesulitan bersaing dengan produk impor asal Tiongkok yang harganya 30% lebih murah. Biaya bahan baku kayu jati yang mahal, ditambah sulitnya akses ke kredit dengan bunga rendah, membuatnya tidak bisa menekan harga jual. Jika pemerintah memberikan insentif bea masuk dan akses ke pembiayaan murah, Bapak Sastro yakin bisa kembali bersaing dan bahkan mengekspor produknya.

Dengan langkah-langkah konkret dan komitmen pemerintah, sektor furnitur Indonesia berpotensi menjadi raksasa yang bangkit, menciptakan lapangan kerja, dan menghasilkan devisa yang signifikan bagi negara. Mari bersama-sama mendorong kebijakan yang pro-pelaku usaha dan pro-pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan