Abrasi Sepanjang 600 Meter Mengancam Garis Pantai di Pangandaran, Pemdes Ciparanti Berharap Ada Solusi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pantai Pangandaran kini menghadapi ancaman serius akibat abrasi yang terus meluas. Kondisi ini menyebabkan sekitar 600 meter garis pantai tergerus dan berimbas pada rusaknya infrastruktur vital serta area pemakaman warga. Peristiwa ini semakin memburuk saat cuaca ekstrem melanda pesisir selatan, membuat pemerintah desa setempat merasa perlu segera mencari solusi nyata.

Kepala Desa Ciparanti, Dadang Suherman, menyampaikan bahwa fenomena abrasi di wilayahnya telah berlangsung sejak lama dan mencakup area yang sangat luas. Ia menjelaskan bahwa abrasi membentang dari perbatasan Desa Legokjawa hingga lapangan besar Ciparanti. Saat cuaca buruk, air laut bahkan naik hingga ke jalan raya, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat sekitar.

Ia menekankan bahwa jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan segera, maka ancaman terhadap badan jalan umum dan Jalur Pantai Selatan (Pansela) akan semakin nyata. Jalur ini merupakan akses penting bagi mobilitas masyarakat dan aktivitas perekonomian di wilayah Pangandaran serta daerah sekitarnya. Gangguan terhadap jalur ini dipastikan akan berdampak besar terhadap kehidupan sehari-hari warga.

Dadang juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap hilangnya beberapa makam akibat terjangan ombak. Ia mengenang masa kecilnya ketika kawasan tersebut masih menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi warga, namun kini telah lenyap ditelan abrasi. Kondisi ini menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya kekuatan alam yang mengancam keberlangsungan kehidupan di pesisir.

Untungnya, ada kabar baik terkait upaya penanganan abrasi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana membangun breakwater di Pantai Ciparanti pada tahun depan. Proyek ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menghambat laju abrasi dan melindungi kawasan pesisir beserta seluruh aspek kehidupan yang ada di dalamnya. Masyarakat pun menaruh harapan besar agar rencana ini dapat segera terealisasi dan memberikan dampak positif yang nyata.

Data riset terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan peningkatan intensitas gelombang tinggi di pesisir selatan Jawa sejak 2020. Studi dari Universitas Padjadjaran tahun 2024 mengungkapkan bahwa abrasi di Pantai Selatan Jawa mencapai 15-20 meter per tahun akibat kombinasi pasang surut ekstrem dan aktivitas manusia. Infografis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan memperlihatkan 70% garis pantai Jawa Barat mengalami erosi, dengan Pangandaran termasuk zona merah.

Solusi berkelanjutan harus menggabungkan struktur keras (breakwater) dan ekosistem (penanaman mangrove). Studi kasus Pantai Baron Gunungkidul sukses mengurangi abrasi hingga 60% setelah penerapan sistem terpadu. Masyarakat Ciparanti perlu dilibatkan dalam program konservasi pesisir untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Teknologi pemantauan berbasis drone bisa membantu mendeteksi perubahan garis pantai secara real-time.

Mari jadikan penanganan abrasi bukan sekadar proyek fisik, tetapi gerakan perlindungan ekosistem yang libatkan seluruh elemen masyarakat. Keberhasilan di Ciparanti bisa menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan warga mampu mengubah ancaman menjadi peluang pelestarian alam. Setiap langkah kecil yang dilakukan hari ini menentukan masa depan pesisir kita esok hari.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan