Kepala BPOM Curhat Sulitnya Memberantas Produk Pangan Ilegal di Indonesia, Ini Penyebabnya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Badan POM RI baru-baru ini mengumumkan hasil temuan produk pangan ilegal yang dilakukan dalam rangka intensifikasi pengawasan menjelang Natal dan Tahun Baru. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di berbagai sarana dan patroli siber, nilai ekonomi produk pangan ilegal mencapai Rp 42,16 miliar. Kepala Badan POM RI, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa karakteristik geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menjadi tantangan besar dalam upaya pengawasan peredaran produk pangan ilegal. Banyaknya jalur tikus yang digunakan oleh distributor atau penjual nakal untuk mengedarkan produk-produk ilegal menjadi kendala utama dalam pengawasan.

“Indonesia memiliki banyak sekali jalur tikus di wilayah perbatasan seperti Tarakan dan Dumai, sehingga sulit untuk diawasi secara menyeluruh,” ujar Taruna dalam konferensi pers di Kantor Badan POM, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025). Ia menjelaskan bahwa tingginya permintaan konsumen terhadap produk impor tertentu dari Malaysia dan Korea, ditambah kurangnya pemahaman pelaku usaha mengenai regulasi, turut memicu maraknya produk ilegal beredar di pasaran. Sebagai contoh, di Pulau Batam saja terdapat 54 jalur tikus yang digunakan untuk mendistribusikan produk-produk ilegal tersebut.

Selain faktor geografis, kemudahan transaksi daring juga menjadi tantangan besar dalam pengawasan. Produk pangan ilegal kini lebih mudah tersebar luas tanpa melalui pemeriksaan fisik secara konvensional. Wilayah perbatasan lain yang turut menjadi sorotan adalah bagian utara Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Filipina, dimana banyak produk impor ilegal masuk ke Indonesia. Menghadapi kondisi ini, Badan POM menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk mengatasi permasalahan tersebut.

“Untuk itu, kami telah menjalin komitmen kerja sama dengan berbagai instansi terkait. Telah disusun MoU bersama Kepolisian, TNI, Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Bea Cukai, serta instansi terkait lainnya,” tegas Taruna.

Studi Kasus: Pengawasan Produk Pangan di Daerah Perbatasan
Wilayah perbatasan seperti Tarakan, Dumai, dan Batam menjadi titik rawan peredaran produk pangan ilegal. Di Batam, ditemukan 54 jalur tikus yang digunakan untuk menyelundupkan produk impor tanpa izin edar. Banyak masyarakat setempat yang membeli produk dari Malaysia karena jaraknya yang dekat dan harganya yang lebih murah. Namun, tidak sedikit di antara produk tersebut yang tidak memenuhi standar keamanan pangan. Petugas gabungan dari Badan POM, Bea Cukai, dan TNI AL rutin melakukan operasi penyisiran di pelabuhan-pelabuhan tikus, namun keterbatasan personel dan anggaran membuat pengawasan masih belum optimal.

Upaya Pencegahan dan Edukasi Masyarakat
Selain operasi penindakan, Badan POM juga gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya izin edar dan bahaya produk ilegal. Sosialisasi dilakukan melalui media sosial, seminar, dan edukasi langsung di pasar tradisional dan pusat perbelanjaan. Masyarakat diimbau untuk selalu memeriksa label, nomor izin edar, dan tanggal kedaluwarsa sebelum membeli produk pangan. Pelaku usaha juga diingatkan untuk mematuhi regulasi dan tidak tergiur menjual produk impor tanpa izin.

Untuk mengatasi peredaran pangan ilegal yang semakin masif, diperlukan strategi pengawasan yang lebih canggih dan kolaboratif. Pemanfaatan teknologi seperti sistem pemantauan berbasis data dan kecerdasan buatan dapat membantu mendeteksi transaksi online yang mencurigakan. Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan anggaran pengawasan di daerah perbatasan sangat penting. Masyarakat juga perlu menjadi pengawas mandiri dengan melaporkan produk mencurigakan melalui aplikasi aduan resmi. Dengan sinergi semua pihak, diharapkan produk pangan yang beredar di Indonesia semakin aman dan terjamin kualitasnya.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan