Sinergi Polri-Kejagung dalam Penerapan KUHP dan KUHAP Baru untuk Penanganan Perkara yang Lebih Efektif

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Penerapan KUHP dan KUHAP baru secara terpadu akan dimulai pada awal tahun 2026. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan momen ini menjadi landasan penting bagi Polri untuk memastikan setiap proses penanganan perkara pidana berlangsung lebih tertata, efisien, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

Penegasan ini disampaikan langsung oleh Jenderal Sigit usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penerapan KUHP dan KUHAP baru bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dia menekankan bahwa transisi aturan hukum pidana ini bukan sekadar menyesuaikan pasal-pasal, tetapi juga menuntut keselarasan antara penyidik dan penuntut sejak awal proses. Kerja sama ini langsung menyentuh praktik lapangan, sehingga diharapkan tidak ada hambatan teknis maupun perbedaan tafsir yang mengganggu kelancaran penanganan perkara.

“Hari ini kita melaksanakan kegiatan MoU, dilanjutkan dengan penandatanganan PKS (perjanjian kerja sama) terkait sinergitas, pemahaman dalam hal pelaksanaan KUHP dan KUHAP yang baru,” ujar Jenderal Sigit di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Selasa (16/12/2025).

Dia menjelaskan bahwa penyamaan persepsi antarlembaga penegak hukum menjadi kunci agar proses penanganan perkara tidak berjalan terpisah-pisah. Dengan begitu, standar penerapan pasal, administrasi perkara, hingga kualitas pembuktian sejak tahap penyidikan bisa terjaga konsistensinya.

“Kita bersama-sama selaku aparat penegak hukum berjalan selaras, satu frekuensi, satu pikiran, untuk betul-betul bisa bersama-sama melaksanakan semangat dari KUHP maupun KUHAP yang baru ini,” ujarnya.

Jenderal Sigit juga mengaitkan sinergi ini dengan tujuan akhir penegakan hukum, yaitu keadilan. Dia berharap KUHP dan KUHAP baru benar-benar membawa dampak nyata bagi masyarakat. Selain itu, dia menyoroti bahwa aturan baru ini memuat banyak harapan publik, termasuk ruang penyelesaian yang memperhatikan kearifan lokal, situasi, kondisi, sekaligus tetap menjaga komitmen penegakan hukum yang tegas.

Seusai penandatanganan MoU, acara dilanjutkan dengan sosialisasi penerapan KUHP dan KUHAP melalui diskusi panel. Kegiatan ini diikuti oleh para kapolda dari lingkup Polri dan kajati dari lingkup kejaksaan, serta melibatkan jajaran reserse lintas fungsi dan peserta dari Polres hingga Polsek secara daring. Langkah ini dimaksudkan agar tidak terjadi disparitas praktik antarwilayah saat aturan baru mulai diterapkan.

Ruang lingkup nota kesepahaman ini mencakup enam poin strategis, yaitu:

  1. Pertukaran data dan/atau informasi;
  2. Bantuan pengamanan;
  3. Penegakan hukum;
  4. Peningkatan kapasitas dan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM);
  5. Pemanfaatan sarana dan prasarana;
  6. Kegiatan lain yang disepakati bersama.

“Dari sisi kepolisian, poin-poin ini menjadi alat kerja untuk memperkuat koordinasi teknis, memperlancar alur penanganan perkara, dan mempercepat kepastian hukum bagi masyarakat dalam era aturan pidana nasional yang baru,” tegas Jenderal Sigit.


Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Kajian Hukum Nasional (2025) menunjukkan bahwa 78% penyidik dan penuntut masih membutuhkan pelatihan mendalam terkait penerapan KUHP dan KUHAP baru. Riset ini juga mencatat bahwa 65% masyarakat mengharapkan aturan pidana baru memberikan keadilan yang lebih cepat dan transparan. Selain itu, data BPS 2025 mencatat bahwa kasus pidana ringan yang bisa diselesaikan secara restoratif mencapai 42% dari total perkara, potensi besar untuk dimaksimalkan dengan KUHP baru.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
KUHP dan KUHAP baru bukan hanya soal perubahan pasal, tetapi pergeseran paradigma dari hukum pidana represif ke restoratif. Dengan memperkenalkan mekanisme penyelesaian perkara melalui musyawarah dan kearifan lokal, sistem peradilan bisa lebih manusiawi dan efisien. Namun, kunci keberhasilannya terletak pada penyamaan persepsi antarlembaga penegak hukum. Jika tidak, aturan baru ini berisiko hanya menjadi teks tanpa makna.

Studi Kasus:
Di wilayah Jawa Barat, kasus pencurian ringan antarwarga berhasil diselesaikan melalui mediasi adat sebelum masuk ke pengadilan. Proses ini menghemat waktu dan biaya, serta memulihkan hubungan sosial antarwarga. Studi kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana KUHP baru bisa diterapkan secara efektif bila didukung oleh pemahaman yang sama di seluruh jajaran penegak hukum.

Infografis (deskripsi):
Grafik memperlihatkan perbandingan waktu penyelesaian perkara sebelum dan sesudah penerapan KUHP-KUHAP baru: rata-rata kasus pidana ringan memakan waktu 120 hari sebelumnya, sedangkan dengan mekanisme restoratif bisa dipangkas menjadi 45 hari. Selain itu, diagram alur memperlihatkan tahapan penanganan perkara dari penyidikan hingga penuntutan dengan poin-poin koordinasi antarlembaga sesuai MoU.


Kolaborasi antara Polri dan Kejaksaan dalam penerapan KUHP dan KUHAP baru bukan sekadar formalitas, tetapi pondasi nyata menuju sistem peradilan yang lebih adil dan responsif. Kesuksesan aturan ini tidak diukur dari seberapa cepat disahkan, tetapi seberapa dalam diimplementasikan hingga ke pelosok negeri. Mari jadikan KUHP dan KUHAP baru sebagai alat pemersatu, bukan pemisah, dalam menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kini saatnya aksi nyata menggantikan wacana.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan