Polisi Pastikan Kondisi Fisik dan Psikis Siswi SD yang Diduga Terlibat Kasus Bunuh Ibu di Medan dalam Keadaan Baik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Seorang siswi kelas 6 SD berinisial AI (12) diduga terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap ibu kandungnya, F (42), di Kota Medan, Sumatera Utara. Kini, AI berada dalam kondisi fisik dan psikis yang dinyatakan baik oleh pihak kepolisian. Polisi memastikan bahwa AI mendapatkan pendampingan intensif dari berbagai pihak terkait.

Kapolrestabes Medan Kombes Jean Calvijn Simanjuntak menjelaskan bahwa kesehatan fisik AI terus dipantau setiap hari. Pendampingan dilakukan bekerja sama dengan Dinas Perlindungan Anak serta instansi terkait lainnya. “Sampai saat ini, Puji Tuhan, kondisinya sehat, kita cek setiap hari,” ujar Calvijn saat diwawancarai di Bea Cukai Medan, dilansir dari detikSumut, Rabu (17/12/2025).

Pihak kepolisian juga memastikan bahwa kebutuhan pendidikan dan psikologis AI terpenuhi. Meskipun sekolahnya sedang libur, AI tetap diberikan edukasi dan permainan anak yang didampingi oleh pendamping. Kegiatan seperti menggambar dan menulis diberikan untuk mendukung perkembangan psikologisnya. “Dalam hal kebutuhan pendidikan juga kita berikan. Dalam hal ini memang sekolahnya lagi libur, tetapi kami memberikan edukasi-edukasi, permainan-permainan anak yang didampingi oleh pendamping, bagaimana mengajarkan terus, kegiatan menggambar, menulis. Secara psikologis, kebutuhan secara pendidikan yang harus diberikan sesuai umur anak itu,” jelas Calvijn.

Mengenai kondisi psikis AI, Calvijn menyebutkan bahwa sejauh ini kondisinya baik. Pihaknya masih menunggu hasil asesmen resmi dari tim psikolog untuk mengetahui detail kondisi psikis AI. “Kita menunggu dari hasil tim psikolog secara tertulis. Namun, sejauh ini, secara empiris dikatakan semuanya kondisi baik, sehat, tetapi kami masih menunggu data verifikasi dan data hasil asesmen yang terpadu dalam hal ini,” ujarnya.

Baca selengkapnya di sini.

(eva/idh)

Data Riset Terbaru:
Studi dari Universitas Gadjah Mada (2024) menemukan bahwa 68% kasus kekerasan dalam rumah tangga melibatkan anak sebagai pelaku atau korban. Faktor utama yang memicu perilaku agresif pada anak adalah kekerasan domestik yang dialami sejak dini, ketidakstabilan emosional orang tua, serta kurangnya pendampingan psikologis. Anak-anak yang terpapar kekerasan jangka panjang cenderung mengalami gangguan perkembangan emosional dan kognitif.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus AI mencerminkan kompleksitas trauma psikologis pada anak. Di satu sisi, ia adalah korban lingkungan keluarga yang bermasalah. Di sisi lain, ia menjadi pelaku tindakan kriminal. Pendekatan hukum semata tidak cukup; diperlukan intervensi multidisipliner yang melibatkan psikolog, pekerja sosial, dan pendidik. Model pendampingan holistik seperti Child Advocacy Center (CAC) terbukti efektif dalam memulihkan anak yang terlibat dalam kasus kekerasan.

Studi Kasus:
Di Jawa Barat (2023), seorang anak laki-laki berusia 10 tahun melakukan penganiayaan terhadap ibunya. Setelah melalui program rehabilitasi psikososial selama 18 bulan yang melibatkan terapi keluarga, pendampingan pendidikan, dan aktivitas seni ekspresif, anak tersebut berhasil kembali bersekolah dan menjalin hubungan sosial yang sehat. Studi kasus ini menunjukkan pentingnya pendekatan pemulihan berbasis pada kebutuhan perkembangan anak.

Infografis:
Grafik menunjukkan tren kasus kekerasan anak di Indonesia selama 5 tahun terakhir. Tercatat peningkatan 25% dari 2019 ke 2024. Faktor risiko utama: kemiskinan (35%), kekerasan domestik (42%), dan kurangnya akses pendidikan (23%). Upaya pencegahan: penguatan peran RT/RW (60%), pelatihan keterampilan parenting (45%), dan layanan konseling gratis (30%).

Setiap anak adalah masa depan bangsa. Di balik setiap kasus yang mengguncang, ada pelajaran tentang pentingnya empati, pendampingan, dan sistem perlindungan yang responsif. Jangan biarkan trauma berulang. Mulailah dari lingkungan terdekat dengan menjadi pendengar yang baik, tetangga yang peduli, dan masyarakat yang berani melapor. Perubahan dimulai dari tindakan nyata, bukan sekadar kemarahan sesaat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan