Korban Meninggal Akibat Bencana di Sumatera Mencapai 1.053 Jiwa, 200-an Warga Belum Ditemukan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bencana alam yang menerjang Sumatera meninggalkan duka mendalam. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 17 Desember 2025, korban jiwa mencapai 1.053 orang, sementara lebih dari 200 lainnya masih dalam pencarian.

Angka luka-luka juga tinggi, menyentuh sekitar 7.000 orang. Infrastruktur publik ikut terdampak parah, dengan 290 kantor dan gedung rusak, 219 fasilitas kesehatan mengalami gangguan, dan 967 lembaga pendidikan rusak. Akses transportasi pun terhambat oleh 145 jembatan yang rusak serta sekitar 1.600 unit fasilitas umum lainnya.

Dalam sektor kesehatan, dampaknya sangat luas. Dari total 1.000 Puskesmas di wilayah terdampak, lebih dari 500 mengalami kerusakan langsung. Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa 414 Puskesmas kini telah beroperasi kembali, meskipun layanannya masih terbatas. Namun, sekitar 50 Puskesmas benar-benar hancur atau hilang, sehingga tidak dapat beroperasi.

Setelah rumah sakit mulai kembali berfungsi, fokus pemulihan layanan kesehatan beralih ke fasilitas primer. Pemerintah menargetkan pengaktifan kembali Puskesmas yang lumpuh dalam dua minggu ke depan. Menkes menekankan pentingnya peran Puskesmas dalam melayani kesehatan warga yang masih tinggal di rumah maupun sekitar 800 ribu pengungsi di posko-posko. Upaya ini memerlukan dukungan berbagai pihak agar layanan dasar segera pulih.

Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa bencana di Sumatera bukan hanya persoalan satu waktu, tetapi memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan fisik masyarakat. Studi dari Universitas Airlangga (2025) mengungkapkan bahwa 60% pengungsi mengalami gejala stres pascatrauma, terutama anak-anak dan lansia. Infografis dari Lembaga Kajian Kemanusiaan (LKK, 2025) mencatat bahwa kerusakan fasilitas kesehatan primer meningkatkan risiko penyakit menular seperti diare, ISPA, dan leptospirosis hingga 45% dibandingkan kondisi normal.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Bencana ini memperlihatkan kerapuhan sistem kesehatan primer di wilayah rawan bencana. Ketika rumah sakit menjadi fokus utama, Puskesmas yang menjadi garda terdepan justru sering terlupakan. Padahal, mereka adalah penjaga pertama kesehatan masyarakat di tengah krisis. Solusi jangka panjang harus mencakup desain Puskesmas tahan bencana dan pelatihan tenaga kesehatan dalam penanganan darurat.

Studi Kasus: Di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, satu Puskesmas yang hanyut membuat warga harus menempuh 15 kilometer untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar. Kasus ini menggambarkan betapa vitalnya keberadaan fasilitas kesehatan primer yang dekat dengan masyarakat.

Upaya pemulihan bukan hanya membangun kembali gedung, tapi juga memulihkan kepercayaan dan harapan. Dukung pemulihan dengan donasi, tenaga, atau sekadar doa. Karena setiap langkah kecil kita, adalah bagian dari kekuatan besar bagi saudara-saudara kita di Sumatera untuk bangkit kembali.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan