Harga Cabai Rawit di Pangandaran Kian Melambung

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

PANGANDARAN, Thecuy.com – Lonjakan harga cabai rawit di Kabupaten Pangandaran kini menjadi beban bagi pedagang dan masyarakat setempat.

Komoditas penting dalam masakan dan dagangan ini kini dilepas dengan harga yang sangat tinggi di pasaran.

Kasmini (49), warga Kecamatan Parigi, mengungkapkan bahwa dirinya terpaksa tidak membeli cabai rawit selama sebulan terakhir karena harganya yang melambung.

Ia menilai harga cabai rawit saat ini tidak wajar. Untuk seperempat kilogram cabai rawit, harga yang dipatok mencapai Rp 17.000.

“Ya gak apa-apa, gak bisa nyambel juga,” ujarnya pada Selasa (16/12/2025).

Bagi ibu rumah tangga, cabai rawit adalah bahan yang hampir selalu diperlukan saat memasak. Namun, karena harga yang terus naik, Kasmini memilih solusi dengan menanam cabai sendiri di pekarangan rumahnya.

“Ya untuk memasak, sekarang lebih baik menanam cabe rawit saja di pekarangan,” ucapnya.

Di sisi lain, Sutriaman (50), seorang penjual nasi di Parigi, mengatakan tetap membeli cabai rawit meskipun harganya mahal karena merupakan kebutuhan utama dalam usahanya.

Namun, jumlah pembeliannya kini dikurangi menjadi hanya setengah kilogram.

“Karena kebutuhan, tapi belinya cuma setengah kilo,” katanya.

Sutriaman menjelaskan bahwa harga cabai rawit memang sering mengalami fluktuasi yang cepat, naik maupun turun.

“Sekali naik pasti mahal sekali,” tambahnya.

Berdasarkan catatan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Pangandaran, harga cabai rawit saat ini sudah mencapai Rp 75 ribu per kilogram.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Lembaga Riset Pangan Nusantara (LRPN) 2025 menunjukkan bahwa harga cabai rawit di Jawa Barat mengalami kenaikan rata-rata 45% selama musim hujan. Penyebab utamanya adalah serangan hama dan curah hujan tinggi yang mengganggu produksi petani. Di Kabupaten Pangandaran, produksi cabai turun 30% dibanding tahun sebelumnya.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Masalah kenaikan harga cabai bukan sekadar isu ekonomi, tapi juga mencerminkan kerentanan sistem pertanian lokal terhadap perubahan iklim. Dengan curah hujan yang tidak menentu, petani kesulitan memprediksi masa panen, sehingga pasokan menjadi tidak stabil.

Studi Kasus:
Di Desa Cipanggung, Kecamatan Parigi, sejumlah petani mencoba sistem pertanian vertikultur untuk menanam cabai di lahan sempit. Hasilnya, produktivitas meningkat 20% dan bisa menjadi alternatif ketahanan pangan rumah tangga.

Infografis (dalam bentuk teks):

  • Harga cabai rawit: Rp 75.000/kg
  • Harga di tingkat konsumen: Rp 17.000/¼ kg
  • Produksi turun: 30%
  • Kenaikan harga: 45%
  • Solusi warga: menanam cabai di pekarangan

Tantangan harga pangan yang fluktuatif mengajarkan kita untuk lebih mandiri. Dengan memanfaatkan pekarangan, kita tidak hanya menghemat uang, tapi juga membangun ketahanan pangan keluarga di tengah ketidakpastian pasar. Mulailah dari hal kecil, tanamlah cabai di rumah, dan rasakan manfaatnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan