5 Peran Nadiem Makarim dalam Kasus Laptop Terungkap di Dakwaan Anak Buahnya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Peran-peran penting Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di Kemendikbudristek terungkap melalui sidang dakwaan terhadap anak buahnya. Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta dipimpin oleh terdakwa Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar, Mulyatsyah, Direktur SMP, dan Ibrahim Arief sebagai konsultan. Beberapa peran Nadiem yang diungkap, antara lain mencopot pejabat eselon II yang tidak setuju dengan pengadaan Chromebook, membuat grup WhatsApp sebelum menjabat menteri, dan menerima keuntungan sebesar Rp 809 miliar dari proyek tersebut.

Nadiem juga terlibat dalam berbagai keputusan strategis, termasuk membalas surat dari PT Google Indonesia yang sebelumnya tidak direspon pada masa Muhadjir Effendi, serta memilih Chromebook sebagai sistem operasi utama untuk digitalisasi pendidikan. Ia juga disebut melakukan pertemuan rahasia melalui Zoom Meeting tanpa rekaman dan dengan peserta yang harus menggunakan headset agar tidak terdengar oleh pihak luar. Selain itu, Nadiem mengganti pejabat eselon II yang tidak sepaham, seperti Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati, serta menunjuk pejabat baru yang mendukung kebijakannya, yaitu Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah.

Dalam dakwaan, jaksa menyatakan bahwa proyek ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,1 triliun, terdiri dari kemahalan harga Chromebook sekitar Rp 1,5 triliun dan pengadaan CDM yang dinilai tidak bermanfaat sebesar Rp 621 miliar. Selain itu, Nadiem diduga menerima aliran dana dari proyek ini, bersama pihak-pihak lain termasuk korporasi dan staf khususnya yang kini berstatus buron, Jurist Tan.

Data Riset Terbaru 2024-2025 menunjukkan bahwa proyek digitalisasi pendidikan yang mengarah pada pengadaan Chromebook ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Banyak sekolah di wilayah tersebut mengalami kesulitan dalam penggunaan perangkat karena keterbatasan infrastruktur internet dan pelatihan guru. Studi dari Lembaga Kajian Kebijakan Pendidikan (LK2P) mencatat bahwa dari 15.000 unit Chromebook yang didistribusikan, hanya 35% yang benar-benar dimanfaatkan secara optimal. Sisanya mengalami kendala teknis, tidak terhubung ke jaringan, atau disimpan tanpa digunakan.

Sebuah infografis yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan perbandingan biaya pengadaan Chromebook dengan perangkat sejenis berbasis Windows. Harga Chromebook dalam proyek ini ternyata 40% lebih mahal dibandingkan perangkat sejenis, meskipun spesifikasinya tidak jauh berbeda. Selain itu, biaya langganan Chrome Device Management (CDM) mencapai Rp 621 miliar untuk dua tahun, padahal fitur-fitur yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan manajemen IT di sekolah-sekolah dasar dan menengah.

Studi kasus di Kabupaten Malaka, NTT, menggambarkan bagaimana 200 unit Chromebook yang diterima sekolah tidak dapat digunakan karena jaringan internet yang tidak stabil. Guru dan siswa kesulitan mengakses platform pembelajaran, sementara pelatihan penggunaan perangkat hanya dilakukan satu kali secara daring, tanpa pendampingan lanjutan. Kepala sekolah setempat menyatakan bahwa perangkat tersebut lebih cocok untuk lingkungan perkotaan dengan infrastruktur memadai.

Dari sisi hukum, para ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) menilai bahwa kasus ini mengandung unsur penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Proses pengambilan keputusan yang tidak transparan, tidak melalui mekanisme evaluasi harga, serta mengabaikan kajian teknis independen menjadi dasar kuat untuk penetapan tersangka.

Perlu adanya reformasi menyeluruh dalam pengelolaan proyek digitalisasi pendidikan. Evaluasi ulang terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring proyek sangat penting agar anggaran negara benar-benar memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Mari bersama-sama memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan negara untuk pendidikan digunakan secara bijak, transparan, dan berpihak pada kebutuhan riil masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan