Toba Pulp Bakal Diperiksa Kemenhut Dipantau Prabowo

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Kemenhut untuk melakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap PT Toba Pulp Lestari Tbk. (Toba Pulp), perusahaan yang diduga menjadi salah satu pemicu utama bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengungkapkan perintah ini secara langsung diberikan oleh Presiden kepada dirinya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

Audit tersebut akan dipantau secara langsung oleh Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki. Jika ditemukan pelanggaran, Kemenhut berpotensi mencabut izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PBPH) yang dimiliki perusahaan atau mengurangi luas lahan hutan yang dikelola. Raja Juli menegaskan pihaknya akan segera menugaskan Wamenhut untuk menindaklanjuti proses ini, dan apabila ditemukan pelanggaran, maka akan ada tindakan pencabutan atau rasionalisasi PBPH.

Raja Juli juga menyampaikan, Kemenhut bersama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) akan menindak tegas 11 entitas yang diduga menjadi penyebab bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Penertiban hukum terhadap 11 subjek hukum ini akan disinergikan dengan Satgas PKH.

PT Toba Pulp Lestari Tbk. diklaim oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai pihak yang turut mengalihfungsikan lahan hutan di Batang Toru melalui sistem kemitraan kebun kayu, sehingga ikut menyebabkan kerusakan ekosistem. Wilayah seperti Tapanuli Tengah (Tapteng), Sibolga, dan Tapanuli Selatan (Tapsel) disebut menjadi daerah yang paling terdampak akibat rusaknya ekosistem ini, selain juga dampak dari operasional PLTA dan tambang emas di kawasan Batang Toru.

Menanggapi tuduhan tersebut, Direktur Toba Pulp Lestari, Anwar Lawden, secara tegas membantah. Ia menegaskan bahwa seluruh kegiatan perusahaan dijalankan sesuai dengan izin dan ketentuan pemerintah. Dari total luas areal 167.912 hektare, perusahaan hanya menggunakan sekitar 46.000 hektare untuk pengembangan tanaman eucalyptus, sementara sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi. Anwar menambahkan, seluruh kegiatan HTI telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk menjamin penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari.

Lebih lanjut, Anwar menjelaskan bahwa perusahaan telah beroperasi lebih dari 30 tahun dengan menjaga komunikasi terbuka melalui dialog, sosialisasi, dan program kemitraan bersama pemerintah, Masyarakat Hukum Adat, tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Meskipun menghormati aspirasi publik, Anwar menekankan pentingnya data yang akurat dan dapat diverifikasi. Namun, karena intensitas sorotan publik yang tinggi, Presiden Prabowo akhirnya memerintahkan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan ini.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana KLHK tahun 2025, pembukaan lahan HTI dan perkebunan secara ilegal tercatat sebagai penyebab utama kerusakan hutan di Sumatera. Di wilayah Sumatera Utara, kegiatan ini telah mengakibatkan deforestasi seluas 4.200 hektare dalam periode 2020-2025, melebihi angka nasional rata-rata sebesar 1.800 hektare per tahun. Studi terbaru dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara (2025) menunjukkan penurunan indeks tutupan hutan di DAS Batang Toru dari 78% menjadi 52% dalam 10 tahun terakhir, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya frekuensi banjir bandang.

Studi Kasus: Dampak Operasional Toba Pulp di DAS Batang Toru
Data pemantauan citra satelit LAPAN menunjukkan perubahan signifikan dalam pola aliran sungai utama di Batang Toru. Kecepatan aliran meningkat 150% dibandingkan periode pra-operasional. Analisis tanah dari 10 lokasi sampling menunjukkan penurunan kadar organik dari 3,2% menjadi 1,1% akibat penggundulan hutan. Sementara itu, keanekaragaman hayati mengalami penurunan drastis dengan hilangnya 23 spesies tumbuhan endemik dan 15 spesies fauna terancam punah.

Infografis: Ringkasan Dampak Lingkungan

  • Luas area terdampak: 167.912 hektare
  • Area HTI aktif: 46.000 hektare
  • Penurunan tutupan hutan: 26%
  • Meningkatnya frekuensi banjir: 300%
  • Spesies terancam punah: 15 spesies

Audit yang dilakukan Kemenhut ini menjadi ujian krusial dalam penegakan hukum lingkungan hidup. Proses ini harus dilakukan secara transparan, independen, dan berbasis data ilmiah yang akurat. Masyarakat berhak mendapatkan keadilan lingkungan dan informasi yang jujur tentang kondisi hutan yang sesungguhnya. Mari bersama-sama mengawal proses ini hingga tuntas, demi masa depan Sumatera yang lebih hijau dan aman dari bencana.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan