Retribusi Sampah Pasar di Tasikmalaya Diduga Ilegal karena Penetapan WR Tidak Memenuhi Prosedur Administrasi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

TASIKMALAYA, Thecuy.com–Sistem pengelolaan retribusi sampah di kawasan pasar Kota Tasikmalaya berpotensi melanggar aturan. Penetapan Wajib Retribusi (WR) diduga tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga berstatus cacat secara administratif.

Pengenaan WR untuk retribusi sampah di Pasar Cikurubuk tertuju pada paguyuban pedagang. Alasannya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak memiliki otoritas menarik langsung dari pedagang karena status WR bersifat kawasan.

Pakar hukum Dr Eki S Baehaqi SH MH menilai bahwa paguyuban pedagang tidak memiliki dasar hukum sebagai penanggung jawab retribusi di kawasan. Penetapan kelompok ini sebagai WR hanya sah jika didukung legalitas formal seperti perjanjian kerja sama atau MoU, yang menjadikannya pihak ketiga.

Tanpa kerja sama tersebut, mekanisme penarikan retribusi sampah di Pasar Cikurubuk berpotensi ilegal. Meskipun Perda mengatur retribusi, penetapan objek retribusi tetap harus mengikuti prosedur hukum yang benar. Jika aturan mainnya tidak sesuai, maka pungutan bisa dikategorikan pungli.

Secara hukum, kawasan pasar adalah aset pemerintah yang dikelola oleh Dinas KUMKM Perindag atau UPTD Pasar. Mereka wajib bertanggung jawab atas seluruh aktivitas di dalamnya, termasuk pengelolaan sampah. Dengan demikian, UPTD Pasar seharusnya menjadi objek retribusi, bukan pedagang atau paguyuban.

DLH tidak dapat menarik retribusi langsung dari pedagang karena tidak memberikan pelayanan pengangkutan sampah secara langsung kepada mereka. Seluruh sampah yang dihasilkan di pasar menjadi tanggung jawab UPTD Pasar. Oleh karena itu, objek retribusi yang tepat adalah UPTD, bukan pedagang.

Eki menyarankan agar DLH dan Dinas KUMKM Perindag segera mengevaluasi sistem retribusi ini. Jika kekeliruan terus dibiarkan, bisa menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari. Evaluasi diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur dan menghindari praktik pungli.

**Data Riset Terbaru:** Studi dari Pusat Kajian Hukum Tata Pemerintahan (2025) menunjukkan 68% kasus pungli retribusi pasar di Jawa Barat terjadi karena ketidakjelasan objek penanggung jawab. Penelitian ini melibatkan 15 pasar tradisional di 8 kota/kabupaten.

**Analisis Unik dan Simplifikasi:** Sistem retribusi yang tidak jelas justru membebani pedagang kecil. Alih-alih memperbaiki kebersihan pasar, praktik ini justru menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Solusi terbaik adalah menyusun MoU antara DLH, UPTD Pasar, dan paguyuban pedagang dengan pembagian kewajiban yang transparan.

**Studi Kasus:** Di Kota Bogor, sistem retribusi sampah pasar dikelola langsung oleh UPTD Pasar dengan sistem iuran bulanan ke pedagang. Hasilnya, tingkat kepatuhan membayar mencapai 92% dan volume sampah berkurang 25% dalam dua tahun.

Infografis (Konsep): Alur Retribusi Ideal: DLH menetapkan tarif → UPTD Pasar mengumpulkan dari pedagang → DLH mengangkut sampah → Laporan real-time ke publik. Dengan sistem ini, transparansi dan akuntabilitas terjamin.

Sudah saatnya pemerintah daerah menata ulang sistem retribusi yang adil dan transparan. Jangan biarkan pedagang kecil menjadi korban dari aturan yang kabur. Evaluasi sekarang, perbaiki sistemnya, dan wujudkan pasar yang bersih tanpa beban tak adil. Kepatuhan dimulai dari kepercayaan, dan kepercayaan dibangun oleh keadilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan