Delpedro dkk Didakwa Jaksa Sebarkan Konten Ajakan Pelajar Ikut Kerusuhan Demo Agustus

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jaksa Penuntut Umum membongkar fakta mengejutkan dalam sidang perdana empat terdakwa kasus penghasutan anak untuk aksi demonstrasi Agustus 2025. Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru, bersama tiga rekannya dianggap telah secara sistematis menyebarkan konten provokatif melalui platform Instagram.

Konten-konten tersebut tidak sekadar bersifat politis, melainkan mengandung ajakan langsung kepada pelajar, yang mayoritas masih anak-anak, untuk terlibat dalam kerusuhan. Instruksi dalam konten itu tergolong rinci dan berbahaya, mulai dari ajakan meninggalkan sekolah secara diam-diam, cara menyamarkan identitas diri, hingga penempatan mereka di barisan terdepan dalam bentrokan fisik. “Para terdakwa sengaja menempatkan anak-anak di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa mereka,” tegas jaksa dalam dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12).

Dampak dari kampanye media sosial terkoordinasi ini terasa nyata di lapangan. Sejumlah anak-anak terbukti mengikuti arahan dalam konten tersebut dan turun ke jalan dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di kawasan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, pada 25-30 Agustus 2025. Aksi yang seharusnya menjadi sarana aspirasi ini berubah menjadi kerusuhan anarkis, dengan anak-anak menjadi bagian dari kerusuhan tersebut.

Kepolisian berhasil mengidentifikasi sebanyak 80 konten kolaboratif yang bersifat penghasutan. Konten-konten ini tidak tersebar secara acak, melainkan disebar melalui mekanisme “Collaboration Post” yang terkoordinasi. Sistem ini memanfaatkan algoritma media sosial untuk memaksimalkan jangkauan, terutama kepada demografik anak-anak. Akun-akun seperti @blokpolitikpelajar, @lokataru_foundation, @gejayanmemanggil, dan @aliansimahasiswapenggugat menjadi ujung tombak dalam penyebaran konten tersebut.

Atas perbuatannya, keempat terdakwa dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, mencakup pasal-pasal tentang ujaran kebencian, penghasutan, dan, yang paling mencolok, pasal tentang perlindungan anak. Dakwaan ini menggambarkan betapa seriusnya tindakan mereka, karena telah dengan sengaja memanfaatkan dan menempatkan anak-anak dalam situasi berbahaya.

Data Riset Terbaru: Studi dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (2025) menunjukkan peningkatan signifikan terhadap eksploitasi anak dalam ruang digital. Sebanyak 68% kasus eksploitasi anak tahun ini melibatkan media sosial sebagai medianya, meningkat 22% dari tahun sebelumnya. Fenomena ini sejalan dengan temuan UNESCO (2024) tentang maraknya “Digital Manipulation of Minors” di kawasan Asia Tenggara, dimana anak-anak dijadikan alat untuk tujuan politik dan kekerasan.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Kasus ini mengungkap celah besar dalam perlindungan anak di era digital. Bukan hanya tentang siapa yang menghasut, tetapi juga tentang bagaimana platform digital dan algoritma dapat dengan mudah “dikendalikan” untuk menargetkan kelompok rentan. Ini adalah bentuk eksploitasi baru yang mengandalkan keterbukaan informasi dan ketidakpahaman digital anak-anak. Solusinya tidak bisa parsial—diperlukan sinergi antara regulator, platform media sosial, dan orang tua untuk membangun “benteng digital” yang melindungi anak-anak dari manipulasi semacam ini.

Studi Kasus Infografis: Sebuah kasus yang mencuat adalah seorang pelajar SMP berusia 15 tahun yang mengikuti demonstrasi. Ia mengaku mendapatkan “instruksi” dari sebuah akun Instagram yang sering ia ikuti. Ia diminta untuk “meninggalkan sekolah tanpa izin” dan “menggunakan masker serta penutup wajah”. Kejadian ini menjadi gambaran nyata bagaimana konten digital dapat langsung bertransformasi menjadi aksi nyata yang membahayakan keselamatan anak.

Tindakan para terdakwa bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap masa depan. Anak-anak bukan alat perang, mereka adalah generasi penerus yang harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi. Kasus ini menjadi alarm keras bagi semua pihak untuk segera mengambil tindakan nyata dalam melindungi anak-anak dari bahaya manipulasi digital. Lindungi mereka sebelum terlambat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan