Terungkap Peran "Ketua Para Pemuda" dalam Proyek Padel Bermasalah di Kota Tasikmalaya

TASIKMALAYA, Thecuy.com – Suara alat berat terdengar di sepanjang Jalan Djuanda, Kota Tasikmalaya, seakan mengabaikan segala bentuk instruksi formal.

Pengecoran beton terus dilakukan. Pekerjaan proyek tetap bergulir. Seolah-olah surat penghentian dan rapat-rapat koordinasi hanyalah prosedur administratif tanpa kekuatan nyata.

Kondisi inilah yang memicu Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya turun langsung ke lapangan pada Jumat, 12 Desember 2025. Inspeksi mendadak ini bukan sekadar bentuk kecurigaan, melainkan respons atas situasi yang terasa tidak wajar.

Jalan Panjang Unsil Tasikmalaya Menuju Fakultas Kedokteran Akan Dimulai!Padel yang Menggelisahkan: Izin Belum Keluar, Bangunan Sudah Berdiri di Kota Tasikmalaya

Anang Safaat, Ketua Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya, mengaku terkejut. Dalam rapat pleno, keputusan telah disepakati: proyek dihentikan sementara. Namun, di lapangan, keputusan itu seolah tidak pernah ada.

“Saya lihat ramai di media sosial, katanya sudah diputuskan dihentikan sementara, tapi kenyataannya masih jalan. Ini jadi pertanyaan besar. Hasil pleno itu seharusnya menjadi keputusan,” ujarnya.

Pertanyaan itu kemudian meluas. Bukan hanya soal kepatuhan terhadap izin, tapi juga soal sikap dan keberanian.

Bagaimana mungkin sebuah proyek tetap beroperasi ketika rekomendasi teknis sudah jelas menyebutkan penghentian?

Apakah pengusaha memiliki kepercayaan diri berlebih?

Atau justru ada keyakinan bahwa semua akan tetap berjalan tanpa hambatan?

Di sinilah spekulasi mulai berkembang. Di warung kopi. Di grup WhatsApp. Di kolom komentar media sosial. Muncul dugaan bahwa ada oknum kader KNPI Kota Tasikmalaya yang turut mengawal proyek ini.

Benarkah demikian? Belum ada bukti kuat. Belum ada pernyataan resmi. Namun dalam dinamika politik lokal, rumor jarang muncul tanpa dasar, terutama bila sebuah proyek tampak kebal terhadap rekomendasi resmi.

Anang Safaat memilih fokus pada aspek hukum dan administratif.

Baginya, jika rekomendasi penghentian sementara diabaikan, maka langkah pemerintah harus tegas: naik ke tahap penyegelan.

Meneropong Beban Hening Sekda Kota Tasikmalaya Asep Goparullah!Mampir ke Bambu Apus!

“Berarti pengusaha ini sudah tidak mentaati aturan. Kalau surat penghentian tidak digubris, harus naik ke tahap kedua,” tegasnya.

Masalah juga bukan sekadar soal izin mendirikan bangunan. Ada isu yang lebih krusial: penutupan saluran air atau irigasi yang menjadi batas administratif antara Kecamatan Bungursari dan Cipedes.

Bagi Anang, ini bukan perkara remeh.

“Batas wilayah itu milik negara. Tidak bisa seenaknya ditutup atau diubah. Kalau berubah sedikit saja, ada dampak wilayah. Itu ranah Mendagri,” tegasnya.

Studi Kasus: Konflik Tata Ruang di Jalan Djuanda menunjukkan bahwa pembangunan lapangan padel ini bukan hanya soal legalitas izin, tetapi juga soal tata kelola pemerintahan yang transparan. Data dari Pusat Studi Hukum Tata Ruang Universitas Padjadjaran (2024) mencatat bahwa 68% sengketa lahan di Jawa Barat melibatkan penutupan saluran irigasi dan perubahan batas wilayah tanpa prosedur yang sah. Kasus ini menjadi cermin betapa pentingnya penegakan aturan dan keterbukaan informasi publik.

Semangat kolaborasi dan kepatuhan terhadap hukum harus diutamakan. Jangan biarkan kepentingan sesaat mengaburkan prinsip keadilan dan kepentingan umum. Mari jadikan kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat akuntabilitas dan menjaga ruang publik dari kepentingan kelompok tertentu. Keterbukaan dan keberanian mengambil sikap adalah kunci menuju pemerintahan yang baik dan berwibawa.

Baca juga Berita lainnya di News Page