Pegiat Pendidikan Apresiasi Upaya Restorative Justice terhadap Pelaku Kasus Perusakan Ruang Sidang DPRD Banjar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kota Banjar kembali menjadi sorotan setelah kasus perusakan ruang sidang Singaperbangsa DPRD oleh sekelompok remaja berhasil diselesaikan melalui pendekatan restorative justice. Langkah ini mendapatkan apresiasi hangat dari kalangan pegiat pendidikan, terutama karena dua pelaku masih berstatus sebagai pelajar meskipun telah memasuki usia dewasa secara hukum.

Dicky Agustaf, selaku Ketua Forum Pemuda Peduli Pendidikan (FP3) Kota Banjar, menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian kasus ini melalui pendekatan keadilan restoratif. Menurutnya, sistem peradilan saat ini semakin mengedepankan aspek restoratif dibandingkan hukuman kriminal yang bersifat represif. “Kami sepaham untuk dilakukan RJ, karena saat ini hukum lebih mengedepankan restoratif (keadilan). Apalagi ini meski usia remaja tapi masih berstatus pelajar,” ujarnya pada Minggu (14/12/2025).

Pendekatan ini dinilai lebih tepat karena lebih mengedepankan aspek pembinaan karakter dibandingkan hukuman pidana. Dicky menekankan bahwa perubahan karakter seorang anak tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan membutuhkan kolaborasi antara orang tua, pemerintah, dan sekolah. “Dari kejadian ini mari kita ambil hikmah bahwa pendidikan karakter, baik di rumah dan di sekolah amatlah penting,” tegasnya.

Kejaksaan Negeri Kota Banjar sendiri telah mengambil langkah dengan melakukan diversi terhadap kedua pelaku. Kasi Pidum Kejari Kota Banjar, Alif Darmawan Maruszama SH, MH menjelaskan bahwa keduanya saat ini berusia 18 tahun, namun masih berstatus pelajar SMA di Kota Banjar. “Yang masih kita tangani ini dua orang tersangka, usianya sekarang 18 tahun. Saat melakukan perusakan masih 17 tahun, rencana akan diproses berlandaskan prinsip restoratif keadilan,” ujarnya pada Kamis (11/12/2025).

FP3 Kota Banjar juga memberikan saran penting agar semua pihak, terutama orang tua dan masyarakat, memberikan kebebasan kepada guru dalam mendidik anak-anak didiknya secara tegas. “Bukan malah dilaporkan ke polisi,” imbuh Dicky. Menurutnya, pendidikan karakter yang kuat di rumah dan di sekolah akan mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa depan.

Masa depan dan pendidikan para pelaku menjadi pertimbangan utama dalam penyelesaian kasus ini. Restorative justice dipilih sebagai solusi agar keduanya tetap bisa melanjutkan pendidikannya tanpa terbebani catatan kriminal. FP3 Kota Banjar berharap kejadian ini menjadi yang terakhir kalinya di Kota Banjar, sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat pendidikan karakter bagi generasi muda.

Kasus perusakan ruang sidang DPRD Kota Banjar ini menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik. Kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah menjadi kunci utama dalam membentuk karakter generasi muda yang bertanggung jawab. Mari kita jadikan setiap kesalahan sebagai batu loncatan untuk menjadi lebih baik, karena pendidikan karakter bukan hanya tugas guru di sekolah, tetapi tanggung jawab bersama kita semua sebagai bagian dari masyarakat. Investasi terbaik untuk masa depan bangsa bukan hanya pada infrastruktur fisik, tetapi pada pembentukan karakter generasi penerus yang berintegritas dan peduli terhadap lingkungannya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan