Hujan lebat masih mengguyur sebagian besar wilayah Jawa Barat ketika pemerintah daerah mengambil keputusan tegas: menghentikan sementara penerbitan izin baru untuk proyek perumahan. Langkah ini bukan tanpa dasar—peringatan bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan tanah longsor kini mengintai hampir seluruh penjuru provinsi, bukan lagi terbatas pada Bandung Raya saja.
Dalam Surat Edaran Nomor 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM yang diterbitkan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Jawa Barat, pemerintah menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus ditinjau ulang secara menyeluruh. Surat ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Gubernur Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM, yang menekankan pentingnya keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem dalam setiap rencana pembangunan.
Penghentian izin bersifat sementara, menunggu hasil kajian risiko bencana dari masing-masing kabupaten dan kota. Selain itu, rencana tata ruang wilayah (RTRW) wajib disesuaikan agar memastikan bahwa setiap pembangunan baru benar-benar aman secara geografis dan ramah terhadap lingkungan. Artinya, beton tidak lagi bisa seenaknya menjalar ke area yang rentan bencana.
Pemerintah juga menginstruksikan peninjauan mendalam terhadap lokasi-lokasi pembangunan yang selama ini dianggap strategis, namun ternyata berada di kawasan rawan—seperti lahan pertanian, perkebunan, daerah resapan air, kawasan konservasi, hingga kawasan hutan. Area-area ini memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan alam, namun kerap tergerus oleh gelombang urbanisasi.
Pengawasan terhadap pembangunan rumah dan gedung diperketat. Setiap proyek wajib mematuhi peruntukan lahan sesuai tata ruang, tidak boleh merusak daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta harus memenuhi standar teknis konstruksi agar bangunan tetap andal dan aman. Tidak ada lagi ruang bagi bangunan tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Setiap pelanggaran akan ditindak tegas, dan pelaksanaan di lapangan harus sesuai dengan dokumen yang telah disetujui.
Selain mencegah kerusakan, pemerintah juga menekankan pentingnya pemulihan lingkungan. Setiap kerusakan akibat pembangunan wajib dipulihkan melalui program penghijauan, pengembalian kondisi lahan ke bentuk semula, serta penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung di kawasan perumahan dan permukiman.
Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Studi Bencana dan Perubahan Iklim (PUSAT BPI) Universitas Padjadjaran (2025) menunjukkan bahwa frekuensi bencana hidrometeorologi di Jawa Barat meningkat 40% dalam dekade terakhir. Sebanyak 78% kejadian terjadi di luar Bandung Raya, terutama di wilayah Subang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Faktor utama pemicunya bukan hanya curah hujan ekstrem, tetapi juga alih fungsi lahan yang tidak terkendali—terutama di daerah resapan dan kawasan lindung.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Pola pembangunan di Jawa Barat selama ini cenderung mengabaikan keseimbangan ekologis. Beton dan aspal terus menjalar, sementara ruang terbuka hijau menyusut. Padahal, fungsi resapan air dan stabilisasi tanah oleh vegetasi alami tidak bisa digantikan oleh drainase buatan. Ketika hujan turun deras, tanah tidak mampu menyerap, air mengalir deras ke permukiman, dan bencana pun tak terhindarkan.
Studi Kasus:
Di Kabupaten Garut, tahun 2024 terjadi longsor besar di kawasan Cihurip akibat pembangunan perumahan di lereng yang tidak sesuai tata ruang. Data BPBD mencatat, 12 rumah rusak dan 3 warga mengalami luka serius. Padahal, kawasan tersebut masuk dalam peta rawan longsor. Kasus serupa terulang di Subang bagian selatan, di mana pembangunan cluster perumahan di area resapan air menyebabkan banjir tahunan yang semakin parah.
Infografis (dalam bentuk narasi):
- 78% bencana hidrometeorologi terjadi di luar Bandung Raya (2015–2025)
- 65% lahan kritis di Jawa Barat berada di kawasan yang pernah menjadi hutan atau pertanian
- 1 dari 3 proyek perumahan sebelum 2024 tidak memiliki kajian dampak lingkungan yang memadai
- Curah hujan rata-rata bulan Desember–Februari meningkat 25% dibanding periode 2000–2010
Keputusan penghentian sementara izin perumahan bukanlah bentuk penolakan terhadap pembangunan, melainkan upaya strategis untuk memastikan bahwa pertumbuhan kota sejalan dengan keselamatan warga dan kelestarian alam. Jawa Barat butuh pembangunan yang bijak—bukan yang cepat, tapi butuh yang bertahan lama. Saatnya kita berhenti menantang alam, dan mulai belajar darinya. Karena beton boleh runtuh, tapi kearifan lokal dan ekosistem yang sehat adalah fondasi terbaik untuk masa depan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.